HR Soeharto Pahlawan Nasional: Dokter Pelopor Isu Gender dan Kesehatan Reproduksi

Di zaman dulu, seorang ibu bisa punya anak 8 sampai 10, dan tak kuasa menolak atau menyatakan stop kehamilannya. Dr.dr.H.R Soeharto adalah dokter yang memperjuangkan isu tersebut. Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 7 November 2022 karena jasanya ini.

Jika nenekmu di masa-masa tahun 1940-1960 punya anak 8,9 bahkan 12 anak, itu situasi yang lazim di masa itu. Perempuan sepertinya harus punya banyak anak di masa itu demi meyakinkan bahwa tubuhnya berguna dan rahimnya cukup subur. 

Hal lain, perempuan harus menurut pada kepercayaan lingkungannya yang menyatakan bahwa banyak anak akan membawa banyak rejeki. Kondisi ini yang kemudian membuat banyak perempuan Indonesia tidak bisa memilih atas tubuhnya sendiri. 

Lebih dari setengah abad lalu, HR Soeharto jadi sosok penting yang memprakarsai ide soal gender, kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia.

Siapa HR Soeharto? Ia dikenal sebagai dokter pribadi Soekarno-Hatta itu, yang ternyata memiliki sepak terjang yang berjasa bagi perjuangan keadilan gender. Dia juga memperjuangkan pemenuhan hak seksual dan kesehatan reproduksi bagi perempuan.

Gagasan tentang keluarga berencana menghadapi tantangan yang sangat besar di era tahun 1950-an. Sebagian besar masyarakat cenderung melihat keluarga berencana sebagai upaya pembatasan kehamilan semata, yang pada masa itu dinilai sebagai suatu hal yang dianggap bentuk perampasan kemerdekaan yang baru saja mereka nikmati.

Di sisi lain, pada periode tersebut pemerintah belum menyadari manfaat keluarga berencana bagi kesehatan reproduksi perempuan. Saat itu hamil dan melahirkan ditanamkan sebagai tugas mulia perempuan untuk melahirkan jutaan generasi baru Indonesia yang akan mengelola sumber daya alam yang melimpah dan mengangkat citra Indonesia sebagai bangsa yang besar di mata dunia. Jadi tak heran, di masa itu ada ibu yang punya anak 8 sampai 10, hal yang lazim terjadi di masa itu.

Banyaknya perempuan hamil dan melahirkan berimplikasi terhadap kesehatan perempuan yaitu tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hal ini semakin mendorong para pendiri PKBI untuk membentuk wadah gerakan keluarga berencana di Indonesia

Diawali dengan diskusi dengan Mrs. Dorothy Brush, anggota Field Service IPPF yang disusul oleh kunjungan Dr. Abraham Stone dan Margareth Sanger perwakilan Research Institute New York, maka HR Soeharto mulai memikirkan beberapa kemungkinan untuk mendirikan sebuah organisasi keluarga berencana. Inilah yang melatarbelakangi pendirian organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

“Lahirnya PKBI dilatarbelakangi oleh keprihatinan para pendiri PKBI, yang terdiri sekelompok tokoh masyarakat dan ahli kesehatan terhadap berbagai masalah kependudukan dan tingginya angka kematian ibu di Indonesia,” dikutip Konde.co dari laman resmi PKBI.  

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). PKBI yang berdiri sejak 23 Desember 1957 ini, merupakan lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempelopori gerakan keluarga berencana di Indonesia. 

PKBI menyatakan bahwa pengembangan berbagai programnya didasarkan pada pendekatan yang berbasis hak sensitif gender dan kualitas pelayanan serta keberpihakan kepada masyarakat miskin dan marjinal melalui semboyan “berjuang untuk pemenuhan hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi”

Kepekaan dan kepedulian PKBI terhadap masalah kesehatan perempuan pada gilirannya menyadarkan masyarakat untuk menempatkan KB dalam perspektif yang lebih luas, yaitu kesehatan reproduksi. 

Kerja keras yang terus menerus membuahkan pengakuan dunia terhadap eksistensi PKBI. Pada tahun 1969 PKBI mencatat sejarah baru sebagai anggota penuh IPPF (International Planned Parenthood Federation), sebuah lembaga federasi internasional beranggotakan 184 negara yang memperjuangkan pemenuhan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi bagi masyarakat di seluruh dunia.

Setelah melalui lima dasawarsa, PKBI kini berada di 26 Provinsi mencakup 249 kabupaten/kota di Indonesia. 

“Tantangan PKBI saat ini adalah terus konsisten dan berinovasi dalam memperjuangkan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi untuk seluruh masyarakat khususnya untuk kelompok yang terpinggirkan.”

Dokter Sekaligus Aktivis Kemerdekaan

Tak hanya sebagai pendiri PKBI, HR Soeharto juga jadi pemersatu kalangan dokter hingga melahirkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1950. IDI ini menjadi salah satu perkumpulan profesi dokter yang banyak berpengaruh dalam kebijakan kesehatan masyarakat hingga kini. 

Laki-laki kelahiran Klaten ini, memang diketahui sebagai dokter yang mengabdikan dirinya menjaga Soekarno-Hatta. Tugasnya, memastikan dua tokoh proklamator itu dalam kondisi sehat sebelum pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945. 

Sebagai dokter pribadi, HR Soeharto juga ikut serta dalam berbagai perjalanan para tokoh pejuang kemerdekaan. Dia pergi ke Bali dalam pembicaraan dengan Laksamana Shibata di Singaraja, ke Dalat (Indo China) saat Bung Karno dan Bung Hatta dilantik oleh Marsekal Terauchi sebagai Ketua-Wakil Ketua Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. 

Dokter kelahiran 24 Desember 1908 itu, pernah ditugaskan oleh Bung Hatta selaku Kepala Kantor Penasehat Gunseikanbu, untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada para calon pegawai dan pegawai Pangreh Praja se-Jawa yang sedang dilatih di Jakarta. Dia pula yang memberikan pelayanan kesehatan kepada para abang beca yang kala itu di Jakarta saja berjumlah 6.000-7.000 orang.

Dilansir dari Klatenkab.go.id, DR.dr.H.R Soeharto itu bukan hanya bergiat di bidang kedokteran. Di masa sebelum kemerdekaan, dia juga banyak bergerak dalam organisasi kepemudaan. Dia disebut pernah berkiprah menjadi pengurus besar Jong Java di Jong Islamieten Bond, turut serta dalam Kongres Pemuda II yang berjasa melahirkan Sumpah Pemuda hingga terlibat di Pusat Tenaga Rakyat yang dipimpin oleh Empat Serangkai yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH Mansyur.  

Pada masa pemerintahan Soekarno, Ia pernah dipercayai untuk menjabat beberapa posisi penting. Di antaranya, Menteri Perindustrian Rakyat, Menteri Perdagangan, Menteri Urusan Bank dan Modal Swasta, serta Menteri Urusan Perencanaan Pembangunan Nasional. 

Usai kemerdekaan, bukan hanya memprakarsai PKBI dan IDI, dia juga terlibat dalam pembangunan departemen store Sarinah dan pembangunan Monumen Nasional (Monas). Juga Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta. 

Pada Agustus 1967, HR Soeharto diberhentikan dengan hormat sebagai anggota tim dokter-dokter pribadi Presiden. Selepas pensiun, Ia kembali menjalani praktik dokter hingga tahun 1978. Selama masa itu, dia tetap aktif dalam perkumpulan profesi dan organisasi. Dia tercatat menjadi anggota Pengurus Besar IDI periode 1980-1982.

Sumber foto: cnnindonesia.com

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!