The Voice: Sulitnya Perempuan Mempertahankan Tanah Adat

Mempertahankan wilayah adat bukanlah perjuangan yang mudah bagi kami, para perempuan adat

Konde.co menghadirkan “The Voice” yaitu edisi khusus para aktivis perempuan menuliskan refleksinya. Ini merupakan edisi akhir tahun Konde.co yang ditayangkan 28 Desember 2022- 8 Januari 2023   

Ini cerita tentang kondisi wilayah adat Rakyat Penunggu di Deli Serdang, Sumatra Utara. Saya sendiri adalah perempuan adat Rakyat Penunggu Kampong Menteng Tualang Pusu, Deli Serdang, Sumatra Utara.

Mempertahankan wilayah adat bukanlah perjuangan yang mudah bagi kami, perempuan adat Rakyat Penunggu. Hingga kini sebagian besar wilayah adat Rakyat Penunggu masih dikuasai perkebunan skala besar yaitu PTPN II.

Bertahun-tahun sampai hari ini perempuan adat Rakyat Penunggu berada di garis depan, menghadang alat berat perkebunan yang berusaha memasuki wilayah adat. Sebab kalau laki-laki yang maju dan melawan akan ada pertumpahan darah dan banyak korban yang akan ditangkapi.

Wilayah adat Rakyat Penunggu punya sejarah perjuangan yang panjang. Pada masa pendudukan pemerintah kolonial Belanda tanah Rakyat Penunggu disewa untuk perkebunan tembakau. Setelah Indonesia merdeka, tanah tersebut dinasionalisasi tanpa mempedulikan sejarah kepemilikan dan status sewa-menyewa dengan Belanda. Karena itu sampai hari ini Rakyat Penunggu masih berjuang mengembalikan wilayah adat.  

Saat ini sudah ada beberapa kampong di wilayah adat Rakyat Penunggu yang memenangi kembali 2.000 hektar wilayah adatnya. Salah satunya adalah Kampong Menteng Tualang Pusu yang saya tempati. Kampong ini dihuni sebanyak 378 kepala keluarga atau sekitar 787 jiwa.

Kami membangun kembali kedaulatan pangan. Ini jadi upaya menunjukkan keberadaan kami sebagai masyarakat adat kepada pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara. Kami mulai mengelola lahan dengan mengembalikan kesuburan tanah yang hilang akibat begitu lama dieksploitasi perkebunan monokultur.

Ketika mulai bertani dan beternak keberadaan kami tidak dianggap. Kami juga dipandang hanya pelengkap dalam lembaga adat dan tidak boleh ikut dalam pengambilan keputusan.

Sejak 2015 kami bergabung dengan PEREMPUAN AMAN yang selama 7 tahun terakhir terus memberikan motivasi, peningkatan kapasitas, dan inspirasi baru bagi kami. Ini membawa perubahan besar bagi kami perempuan adat, juga komunitas adat.

Kebun kolektif yang kami garap menghasilkan panen melimpah. Mampu mencukupi kebutuhan pangan kami sehari-hari. Bahkan berkontribusi pada peningkatan ekonomi di kampung.

Kami, para perempuan adat pun mulai berani unjuk diri. Kami masuk dalam struktur organisasi di kelembagaan adat kampung masing-masing dan mengambil posisi strategis. Hingga akhirnya perempuan adat Rakyat Penunggu Kampung Menteng diakui oleh pemangku adat sebagai pengambil keputusan.

Kerja kami berikutnya melakukan pendataan warga, asesmen ekonomi dan pemetaan partisipatif. Data ini kami bawa bersama pengurus kampung untuk jadi data konkret di desa. Di tahun 2020 beberapa kampung mendapat surat keputusan (SK) dari kepala desa terkait pengakuan keberadaan masyarakat adat termasuk Kampong Menteng Tualang Pusu.

Kerja keras perempuan adatlah sehingga pemerintah desa mempercayai dan meninjau langsung kampung-kampung yang diusulkan. Ini tentunya tidak terlepas adanya dukungan dari para tetua adat dengan kerja sama yang baik dan komunikasi terus-menerus kepada pemerintah desa.

Kami bahkan mampu berkolaborasi dengan pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara budaya, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara politik. Dan tentunya mewujudkan adanya kesetaraan yang berbasis gender di wilayah adat dan di luar wilayah adat.

2022, Tahun Kepemimpinan Perempuan Adat Rakyat Penunggu

Di tahun 2022 ini kami masih menanam untuk menjaga kedaulatan pangan di kampung. Kami juga terus mengawal dan mendorong pemerintah desa dan kabupaten untuk mengeluarkan SK pengakuan keberadaan Masyarakat Adat Rakyat Penunggu di sejumlah kampung. Karena pada 2020 baru beberapa kampung yang mendapatkan SK.

Kini perempuan adat Kampong Menteng Tualang Pusu juga fokus melakukan revitalisasi Hutan Reba di sekitaran Bukit Keramat Tualang Pusu. Kami menanam pohon buah yang bernilai ekonomi untuk mencegah terjadinya erosi di wilayah adat. Kami juga masih menanam sayur-sayuran, kacang tanah di kebun-kebun kolektif perempuan adat yang juga sama-sama dikelola oleh para pengurus kampung. 

Tahun ini gerakan perempuan adat makin gencar dan aktif. Kami lebih percaya diri untuk mengkritisi dan bersuara jika ada ketidakadilan baik di kampong atau komunitas adat maupun di pemerintah dan pihak lain.

Tahun 2022 merupakan tahun dimana mulai bermunculan pemimpin-pemimpin dari perempuan adat yang dengan lantang menyuarakan haknya. Saya menganggap ini adalah satu wujud cita-cita yang diharapkan.

Namun ternyata apa yang dibayangkan masih jauh. Saat ini kami sudah menyuarakan kesetaraan gender, bahkan para pemimpin dan para laki-laki mengatakan setuju dengan kesetaraan gender. Faktanya ketika para pemimpin perempuan adat bersuara soal hak dan keadilan terhadap perempuan adat, kami masih harus berjuang keras.

Pemimpin dan para lelaki mulai merasa gerah akan hadirnya sosok-sosok perempuan adat pemimpin. Bahkan sesama perempuan juga ada yang saling sikut.

Tapi saya sadar akan situasi ini, kalau perempuan adat sudah bergerak dan kuat akan banyak tantangan yang dihadapi. Dari situasi ini bisa dikatakan ternyata apa yang dilakukan perempuan adat masih diperhitungkan.

Harapan saya ke depan perjuangan perempuan adat di seluruh pelosok nusantara dalam mempertahankan wilayah adat dan haknya akan membuahkan hasil. Sehingga roda kehidupan di wilayah adat kembali dipenuhi rasa aman, nyaman dan damai sebagaimana yang diharapkan.

Saya juga berharap akan ada pemimpin-pemimpin perempuan adat yang bisa duduk di legislatif maupun eksekutif di tingkat desa dan daerah. Sehingga bisa muncul kebijakan yang tentunya berpihak kepada kita perempuan adat.

Meiliana Yumi

Perempuan Adat Rakyat Penunggu Sumatra Utara dan Dewan Nasional PEREMPUAN AMAN Region Sumatera
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!