Melarang Valentine, Depok Disebut Kota Intoleran dan Moral Panic

Setiap tahun Depok selalu mengeluarkan larangan untuk merayakan valentine. Aktivis menyebut ini moral panic, Setara Institute menyebut Depok sebagai kota intoleran

Dari tahun ke tahun, pelarangan perayaan Hari Valentine di Depok selalu terjadi. Larangan ini juga menyasar sekolah-sekolah.

Terbaru, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok, Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang larangan merayakan Hari Kasih Sayang ini di sekolah. 

Menurut laman resmi Dinas Pendidikan Depok, penerbitan SE ini menjadi bagian dari upaya membangun karakter peserta didik yang berakhlak mulia. 

“Menjaga mereka (remaja–red) agar terhindar dari kegiatan yang bertentangan dengan norma agama, sosial dan budaya Indonesia berkenaan dengan Hari Valentine,” tulisnya dikutip Konde.co, Jumat (10/2). 

Kaitannya itu, Pengawas Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Kepala SD dan SMP baik Negeri maupun Swasta dan Pimpinan Lembaga Pendidikan Non Formal diminta untuk menghimbau peserta didiknya agar tidak merayakan Hari Valentine.

“Kepada pengawas kepala sekolah dan guru diharapkan melakukan pengawasan dan pemantauan kegiatan peserta didik di masing-masing satuan pendidikan. Dalam SE tersebut juga meminta seluruh perangkat sekolah untuk menanamkan sikap dan perilaku melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia,” lanjutnya. 

Perangkat Sekolah lantas diharapkan bisa mengambil langkah-langkah pencegahan terkait kegiatan perayaan Hari Valentine yang dilakukan peserta didik.

Laporan SETARA Insititute di tahun 2021 menyebut Depok sebagai kota intoleran atau kota paling tidak toleran di Indonesia. Laporan bertajuk Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2021, menempatkan Depok pada peringkat 94 (paling bawah). Setahun sebelumnya, Depok juga termasuk kota dengan indeks toleransi rendah di posisi 86 sebagai kota dengan tingkat peristiwa intoleransi tertinggi.

Berbagai faktor yang menjadikan kota-kota tersebut menjadi paling intoleran tak lepas kaitannya dengan hubungan mayoritas-minoritas. Hal ini ditandai dengan Depok yang merancang Perda kota religius. Juga adanya diskriminasi beragama, ini ditandai pada sekitar 2019 lalu, dua siswi Sekolah Menengah Kejuruan/ SMK pernah dikabarkan ditolak ketika magang di hotel karena tidak bersedia melepas jilbabnya. Juga adanya penyegelan Masjid Ahmadiyah dan pelarangan valentine.

Pelarangan valentine ini sudah dilakukan sejak tahun 2020. Pemerintah Kota Depok dan Dinas Pendidikan Depok tiap tahun nyaris selalu saja melarang perayaan valentine bagi para pelajar. Momen ‘hari kasih sayang’ itu, dianggap banyak digunakan untuk hal-hal yang melanggar norma agama dan sosial.

Nur Jannah dari Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia mengatakan pada momentum Hari Valentine pada tiap 14 Februari ini, konsentrasi orang banyaknya hanya tertuju pada pelarangan. Dia menyebut, ada “moral panic” utamanya menyasar terhadap generasi muda. 

“Ada moral panic dari siapapun itu, terutama pembuat kebijakan publik, pemerintah daerah,” kata Nur Jannah kepada Konde.co, Senin (13/2). 

Padahal menurutnya, ketimbang secara “mentah-mentah” melarang perayaan Hari Valentine maka semestinya peran pendampingan harus optimal dilakukan. Salah satunya soal hak kesehatan seksualitas dan reproduksi (HKSR) pada usia-usia remaja ini. Ini jauh lebih penting dan dibutuhkan.

Ia menekankan, para orang tua mesti bisa memahami bahwa pada usia remaja ini, secara biologis tak dipungkiri ada fase jatuh cinta atau fase ketertarikan terhadap seseorang di luar dirinya. Pada masa puber hormon yang mendorong ketertarikan kepada orang lain mulai timbul, dan kadang beberapa remaja bingung dengan apa yg terjadi dan kemudian sulit mengendalikan.

Pada saat yang sama, dia melanjutkan, perkembangan otak belum sampai ke tahap mampu memahami dan membuat keputusan kompleks. Informasi, dukungan dan dampingan menjadi jauh lebih penting dari pada larangan.

“Memang yang paling baik itu mendampingi, mendampingi untuk membantu mereka (remaja—red) untuk membuat keputusan terbaik sebetulnya. Pendidikan kespro (kesehatan reproduksi) itu kan mendiskusikan mengenal diri sendiri, kemudian mengenal orang lain dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain,” terang dia. 

Beberapa alasan yang seringkali muncul dari adanya pelarangan perayaan Hari Valentine adalah kekhawatiran atas seks beresiko yang terjadi pada remaja. Logisnya, dia bilang, bagaimana anak bisa memahami soal resiko seks? Jika akses informasinya soal HKSR sering kali “ditutup-tutupi” atau dikaburkan dengan menabukannya. 

Nur Jannah mencontohkan, saat bicara tentang kekerasan dalam pacaran (KDP) yang menjadi refleksi bagaimana ketidaksetaraan gender terjadi. Pihak sekolah seringkali melarang penggunaan kata pacaran sebab dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama (zina—red). 

Upaya penyensoran (censorship) yang tak jarang dilakukan terhadap remaja soal HKSR ini, malah bisa jadi kontraproduktif. Kaitannya dengan KDP misalnya, potensi kekerasan berbasis gender bisa terus dinormalisasi karena tidak optimalnya akses informasi yang diberikan. 

“Ada sebuah masa dimana anak-anak muda atau remaja ini akan suka dengan seseorang, kalau dia bingung atau tidak didampingi, tentang apa yang boleh dan gak boleh dilakukan dengan orang lain ke dirinya, maka dia justru akan lebih beresiko mengalami kekerasan, pelecehan seksual, ataupun emotional abuse,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, Nur Jannah mengajak para orang tua termasuk pihak pemerintah maupun sekolah, bisa memberikan pendidikan HKSR secara optimal pada anak-anak usia remaja ini utamanya. “Semakin muda semakin baik,” katanya.

Paling tidak, pada masa-masa sebelum anak remaja menstruasi dia harus sudah mendapatkan pendidikan kespro termasuk soal seks beresiko dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). 

“Melihat semakin muda menstruasi dimulai (pada remaja), maka semakin cepat semestinya kita memberikan pendidikan Kespro itu,” pungkasnya. 

Dilansir dari Halodoc, edukasi kesehatan reproduksi pada remaja ini meliputi 3 hal. Pertama, menjelaskan soal sistem, proses dan fungsi alat reproduksi. Ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi yang sesuai dengan kesiapan dan usia anak remaja. Sebaiknya menghindari penggunaan istilah-istilah yang belum dimengerti anak bahkan mengaburkan makna sebenarnya istilah itu.

Tak kalang penting, edukasi kespro juga termasuk mengenalkan risiko penyakit potensial. Topik ini berguna agar remaja lebih berhati-hati menjaga kesehatan reproduksinya. Selanjutnya, menjelaskan tentang kekerasan seksual dan cara menghindarinya.

Sejarah Perayaan Hari Valentine

Perayaan Hari Valentine pada tiap 14 Februari, dipercaya bermula pada abad ke-3. Tepatnya pada tahun 270-an Masehi. Dilansir history.com, ada 3 versi cerita tentang Hari Valentine ini. Makna Valentine di sini, sebetulnya tidak cuma seputar pengungkapan asmara romantis yang seringkali tampak pada Hari Valentine: memberi bunga, coklat, dan lainnya. 

Tapi ada sisi sejarah perlawanan soal Hari Valentine ini. 

Pertama, Valentine berasal pada masa kekuasaan Kaisar Claudius II yang memerintahkan laki-laki untuk tidak menikah. Dia menggariskan bahwa tempat laki-laki itu adalah medan perang ketimbang menikah dan menghidupi keluarganya. 

Pernikahan dianggap dapat mengganggu fokus laki-laki dalam militer dan agama Kristen pada saat zaman Romawi Kuno dianggap sebagai ‘agama sesat’. 

Versi pertama sejarah lahirnya Hari Valentine ini, diwarnai dengan penghormatan untuk Santo Valentine. Dia adalah pemimpin agama Katolik, yang saat itu tidak percaya pada ideologi Claudius II. Lantas diam-diam, Valentine mengatur pernikahan dengan melawan perintah Kaisar. 

Setelah akhirnya ‘pernikahan rahasia’ Valentine ini diketahui, Ia kemudian dijebloskan ke penjara dan dijatuhi hukuman mati. 

Kedua, versi ini mempercayai Santo Valentine yang dikatakan jatuh cinta pada sipir penjara. Dia lantas memberikan surat untuk mengungkapkan perasaannya pada 14 Februari sebelum dieksekusi mati. Di surat itu dia menuliskan “Dari Valentinemu”. 

Ketiga, versi lain ‘Hari Valentine’ disebutkan berasal karena adanya festival di Roma yang bernama Festival Lupercalla. 

Pada momen ini, laki-laki akan mendapatkan seorang perempuan berdasarkan undian dan setelahnya mereka akan berkencan selama setahun untuk saling mengasihi bahkan ada yang sampai menikah. Gereja lalu mengubah ini menjadi sebuah perayaan Kristen sekaligus mengenang Santo Valentine. 

Dari ketiga versi ini, cerita-cerita yang selama ini diyakini sebagai cikal bakal lahirnya Valentine bahwa ‘Hari Kasih Sayang’ ini berasal dari penganut Kristen di Roma yang lantas menyebar ke seluruh dunia. 

Dalam perkembangannya, makna Hari Valentine bahkan bergeser dan menjadi sempit hanya sebatas ‘pengungkapan kasih sayang sepasang kekasih.’

Merayakan Valentine untuk Ungkapkan Kasih Sayang

Di luar itu, momen valentine sudah sangat berkembang dan jadi momen untuk merayakan kasih sayang.

Ada banyak valentine yang bisa kita rayakan dengan cara berbeda. Sian Ferguson dalam everydayfeminism.com menuliskan pernyataan dan harapan-harapannya tentang valentine:

1. Merenungkan Relasi dengan Pasanganmu

Hari valentine bisa dimanfaatkan dengan melakukan refleksi tentang relasi kamu. Apakah ada penindasan di dalam relasi dengan pasanganmu? Apakah ada pemaksaan-pemaksaan atau pengekangan yang membuat kamu merasa tidak nyaman? Valentine bisa jadi momen untuk perenungan untuk itu semua.

2. Valentine, Saatnya Kamu Mencintai dan Merawat Dirimu

Ini hal yang sering kita lupakan, yaitu mengurus diri sendiri. Padahal memperhatikan diri sendiri adalah sesuatu yang penting untuk membuatmu merasa dicintai dan merasa lebih berarti. Maka gunakan momen Valentine untuk kebahagiaanmu sendiri, bahwa kamu berhak mendapatkan perawatan yang layak.

Kamu bisa menghadiahi diri sendiri dengan membeli sesuatu yang kamu sukai dan sangat kamu inginkan. Kamu juga bisa mengambil waktu untuk melakukan hal-hal kecil yang membuat kamu merasa baik, seperti mencoba beberapa makanan lezat, membaca, atau praktek membuat kerajinan sendiri. Atau kamu bisa mengambil waktu untuk merencanakan dan berkomitmen untuk secara rutin merawat diri sendiri di masa yang akan datang.

3. Rayakan Valentine dengan hadiah buatan sendiri

Jika kamu ingin memberikan hadiah untuk orang yang kamu sayangi pada hari valentine, kamu bisa membuat hadiah sendiri. Hadiah handmade seperti kartu, rajutan, barang-barang rumah tangga bisa kamu berikan sebagai hadiah yang manis. Dan, dijamin mereka akan senang menerimanya apalagi jika mereka tahu kamu telah meluangkan waktumu untuk hadiah itu.

4. Valentine, ungkapkan kasih sayang pada sesama

Komunitasmu adalah orang-orang yang selama ini berada di sekelilingmu. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendukungmu. Kamu bisa melakukan ini bersama-sama komunitasmu, misalnya menyediakan buku-buku untuk anak-anak secara gratis di hari Valentine ini, mengunjungi panti jompo bersama-sama, atau sekadar membersihkan sampah secara bersama-sama. Keterlibatan komunitas selalu harus datang dari tempat cinta yang berpusat pada kebutuhan bersama.

5. Rayakan Valentine dengan semua cinta

Hari valentine bisa menjadi waktu yang tepat untuk merayakan persahabatan, hubungan keluarga dekat, dan hubungan yang penuh kasih. Kirimi saudaramu email atau ucapan untuk mengingatkan mereka betapa kamu sangat menghargai mereka. Pergi keluar untuk makan malam dengan teman-teman terbaikmu, kunjungi kakek-nenekmu untuk minum teh adalah hal yang bisa kamu lakukan. Jika kamu memiliki anak-anak, mungkin kamu bisa membawa mereka ke pantai, taman, atau menonton film. Bisa juga kamu memberikan hadiah kecil untuk rekan kerjamu atau tetanggamu.

6. Valentine, luangkan waktu special untuk teman atau saudara yang tinggal di tempat jauh

Apakah ada seseorang yang kamu jadikan teman dekat atau tempat untuk curhat, tapi kamu tidak pernah sempat untuk meminta mereka datang atau bertemu? Mungkin ada temanmu yang belum banyak kamu temui selama ini . Mengapa tidak menggunakan hari Valentine untuk menemui mereka?

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!