Riset: Dalam 12 Bulan 1 sampai 2 Anak Dinikahkan Setiap Hari di NTB

Riset terbaru Save The Children menunjukkan dalam 12 bulan 1 hingga 2 anak dinikahkan setiap hari di NTB. Norma sosial yang diskriminatif, adat yang patriarkis, interpretasi keyakinan yang subjektif dan ketimpangan gender antara lain menjadi faktor penyebab. Meski dari segi hukum sebenarnya sudah ada perda tentang pencegahan perkawinan anak.

Kecenderungan adanya peningkatan jumlah kejadian (prevalansi) perkawinan anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus meningkat. Data dispensasi perkawinan Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB tahun 2019 mencatat terdapat 311 permohonan sedang tahun 2020 ada 803 permohonan. Terdapat kenaikan 492 permohonan dispensasi perkawinan.

Data di atas menunjukkan rata-rata ada satu atau dua anak dinikahkan setiap hari dalam waktu 12 bulan di tingkat provinsi. Angka ini pun belum termasuk praktik pernikahan yang diselenggarakan oleh penghulu kampung yang tidak terdata dengan baik.

Penelitian kualitatif Save the Children Indonesia mengenai perkawinan anak, pernikahan dini dan kawin paksa (PAPDKP) dilakukan di 4 kabupaten. Keempatnya mencakup Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah.Sebanyak 38% dari 492 permohonan dispensasi perkawinan merupakan kompilasi data tiga kabupaten yaitu Lombok Utara, Lombok Tengah and Lombok Timur. Dari ketiga kabupaten tersebut angka tertinggi berada di Lombok Tengah.

“Pemaksaan perkawinan anak adalah salah satu bentuk kekerasan dan pelanggaran hak anak. Kasus perkawinan anak di Provinsi NTB ibarat gunung es. Data yang tampak di permukaan didasarkan pada permohonan dispensasi kawin. Sedang data nikah siri dan perkawinan di bawah tangan tidak ditemukan,” tegas Chief Advocacy Save the Children Indonesia, Troy Pantouw.

Troy dalam keterangan pers yang diterima Konde.co menjabarkan perkawinan anak sangat berdampak negatif bagi tumbuh kembang anak. Seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi yang tentunya akan berujung pada munculnya kemiskinan baru atau kemiskinan struktural. Tak hanya itu, kasus kekerasan dalam rumah tangga marak terjadi pada pasangan muda atau pasangan yang menikah di usia anak. Tak sedikit dampak  terburuk dalam berbagai kasus adalah meninggal dunia.

Data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB juga mencatat angka putus sekolah murid SMA/SMK per November 2021 mencapai 2.313 orang. Penyebab utamanya adalah perkawinan anak dan bekerja membantu ekonomi keluarga.

Temuan kunci Studi Kualitatif Save the Children Indonesia menjabarkan secara detail terkait norma sosial yang diskrimatif dan adat Merarik Sasak yang patriarkis. Selain itu praktik pembiaran dari orang dewasa dan interpretasi keyakinan yang subyektif termasuk dalam penjabaran. Begitu juga dengan kurangnya komunikasi positif antara orang tua dan anak terkait cara bergaul dan berperilaku. Termasuk ketidaksetaraan gender dan ketimpangan gender terutama pada anak perempuan dan perempuan.

Sementara dari sisi hukum dan kebijakan, berbagai terobosan sudah banyak dilakukan untuk penghapusan tindak kekerasan dan perkawinan anak. Baik oleh Pemerintah NTB dan para mitra pembangunan, termasuk penganggaran. Salah satu payung hukum yang ada adalah Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

Namun kebijakan dan aturan di tingkat provinsi saja tidak cukup untuk menjawab persoalan perkawinan anak. Perlu ada upaya terintegrasi bersama para tokoh adat dan tokoh agama. Yang juga penting adalah adanya pendampingan dan pemberian solusi terutama pada anak-anak yang berhasil dilakukan pembelasan. Pembelasan adalah upaya untuk pemisahan/menggagalkan perkawinan anak.

“Terkait perkawinan anak ini, pemerintah juga belum memberikan solusi konkret artinya masih setengah-setengah. Seperti ketika anak berhasil pembelasan bagaimana pendampingan setelah itu, karena harus terus didampingi khususnya terkait ekonomi. Ketika orang tua susah pasti akan mencari jalan pintas, sehingga semua pihak harus terlibat. Mulai dari tokoh adat, tokoh agama, pengadilan agama, desa hingga semua pihak” tutur perwakilan orang tua anak yang menjadi responden penelitian di Lombok Timur.

Rekomendasi penelitian kualitatif secara nasional adalah fokus pada penyediaan panduan yang mengatur pemberian rekomendasi dispensasi kawin yang menjadi acuan bersama. Selain itu meningkatkan alokasi anggaran untuk membangun ketahanan anak, perempuan dan keluarga termasuk penguatan ekonomi keluarga guna mencegah perkawinan anak.

Rekomendasi lain yakni mengembangkan program yang berfokus pada penguatan kapasitas anak untuk mengetahui dampak perkawinan anak. Dengan begitu mereka akan mampu menjadi agen perubahan. Penting juga menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak.  Hal lain adalah memastikan adanya akses dan perluasan layanan termasuk pendampingan bagi anak yang menjadi korban perkawinan anak.

Tak hanya itu, peneliti muda yang terdiri dari perwakilan anak juga menyampaikan rekomendasi penting untuk segera ditindaklanjuti. Seperti program dialog dan edukasi lintas generasi, memperbanyak pesan media dan edukasi pencegahan perkawinan anak.

Termasuk mempromosikan kesetaraan gender melalui jurnalisme warga/anak dengan memanfaatkan media sosial atau saluran TV lokal. Memperkuat kegiatan forum anak dan mengembangkan sistem LAPOR bagi kasus-kasus pelanggaran hak anak. Tak ketinggalan melibatkan partisipasi anak dan kelompok disabilitas dan perempuan dalam perencanaan pembangunan.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!