‘Dianggap Suka Gonta-Ganti Pasangan?’ Stop Stigma Penderita Kanker Serviks

Sudah sakit, masih terkena stereotip. Ini yang dialami para perempuan penderita kanker serviks. Stereotip tersebut antara lain, dianggap sebagai perempuan yang suka berhubungan seksual secara berlebihan, atau gonta-ganti pasangan.

Ini stigma pertama yang selalu didengar: kamu suka gonta-ganti pasangan, ya?. 

Para penderita kanker serviks juga dianggap sebagai perempuan yang tidak mampu menjaga higienitas alat genitalnya.

Walau gerakan Hari Kanker Sedunia sudah diinisiasi sejak lama, perempuan Indonesia penderita kanker serviks hingga kini masih belum mendapatkan keadilan. Miris.

Penyuluhan dan edukasi terkait penanganan masih terbatas, ditambah lagi, ada miskonsepsi yang selama ini dipercaya soal perempuan penderita kanker serviks dan stigma yang harus mereka dapat. Para pemberi stigma ini terbutakan oleh lingkungan yang belum memihak perempuan. 

Merujuk pada data World Health Organisation (WHO), kasus kematian perempuan Indonesia karena kanker serviks pada 2020 mencapai 36.633 kasus, menempati posisi kedua setelah kanker payudara (65.858 kasus). Pun sedunia, kanker serviks adalah kanker dengan jumlah kasus terbanyak keempat.

WHO merekomendasikan adanya pencegahan primer yaitu vaksinasi human papillomavirus (HPV). Vaksinasi HPV sebaiknya dilakukan sejak dini, saat perempuan berumur 9–14 tahun. Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/6779/2021 yang menyatakan bahwa vaksinasi HPV menjadi vaksinasi wajib program imunisasi nasional. 

Kemenkes yang diketuai Budi G. Sadikin menawarkan program vaksinasi HPV secara gratis pada anak perempuan kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar (SD/MI/sederajat) saja. Perempuan selain umur itu dapat melakukannya secara mandiri. 

Sayangnya, upaya ini terhambat oleh minimnya wawasan publik soal vaksinasi. Beberapa orang masih menganut kepercayaan bahwa vaksinasi berbahaya untuk dilakukan. Muncul juga suatu hoaks yang menyatakan bahwa vaksin HPV menyebabkan kemandulan dan menopause dini.

Selain vaksinasi, miskonsepsi soal kanker serviks yang masih berseliweran menghambat publik untuk menerima langkah progresif yang diinisiasi Kemenkes. Faktor terjadinya kanker serviks dianggap hanya karena berhubungan seksual. Maka dari itu, orang tua mempertanyakan mengapa vaksinasi malah ditujukan kepada anaknya yang masih di bangku SD. Fakta tersebut mendukung pernyataan bahwa edukasi kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia masih belum maksimal dilakukan. Padahal di Eropa dan Amerika, vaksin HPV ini sudah dilakukan sejak lama untuk anak-anak usia dini.

Perempuan dan kanker serviks

Tidak hanya disulitkan untuk mencegah, perempuan kerap menerima stigma saat ia hidup dengan kanker serviks. Ada suatu stereotip yang menyatakan bahwa perempuan penderita kanker serviks disebabkan karena suka berhubungan seksual secara berlebihan atau gonta-ganti pasangan. Mereka juga dianggap tidak mampu menjaga higienitas alat genitalnya sendiri. 

Dari penelitian yang dilakukan pada Kumasi (Ghana), perempuan penderita kanker serviks juga kerap menerima stigma yang mengarah ke spiritual. Mereka dianggap kurang iman, juga apa yang dialaminya dianggap sebagai hasil dari ilmu gaib. Alih-alih fokus menyebarkan kesadaran dalam mencegah perempuan di sekitarnya terkena kanker serviks, publik terlihat lebih fokus untuk mencari “apa” dan “siapa” yang bertanggung jawab dan harus disalahkan.

Siapa pun orang dengan rahim, memiliki kemungkinan untuk menderita kanker serviks. Selain transmisi virus dapat terjadi lewat berhubungan seksual, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan kanker serviks. Beberapa di antaranya adalah faktor genetik, sistem kekebalan tubuh yang rendah, pola hidup yang kurang sehat, hamil sebelum umur 17 tahun, dan melahirkan lebih dari atau sama dengan tiga kali. Suatu penelitian mengungkapkan bahwa menggunakan kontrasepsi oral secara rutin juga dapat meningkatkan risiko perempuan untuk menderita kanker serviks.

Walau belum ada penelitian tentang keterkaitannya dengan kanker, stres dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga membuat tubuh lebih rentan terkena penyakit kronis. 

Stigma negatif dari masyarakat, juga internalisasi stigma pada dirinya sendiri, dapat menyebabkan atau bahkan memperparah kondisi kesehatan perempuan.

Ketakutan juga muncul pada perempuan penderita kanker serviks yang sudah menikah. Stigma dan miskonsepsi yang ada dapat menyebabkan kecurigaan antara kedua pihak dalam suatu hubungan suami. Pihak perempuan yang tidak lagi bisa melakukan hubungan seksual khawatir suaminya akan berselingkuh untuk memenuhi kepuasan seksualnya. Pihak laki-laki mencurigai istrinya pernah melakukan hubungan seksual selain dengannya sehingga menyebabkan ia menderita kanker serviks. 

Selain itu, ada batasan terkait kebebasan perempuan yang sudah menikah dalam mengecek kesehatan. Beberapa tradisi menganggap tabu jika beberapa bagian badan tertentu milik perempuan bersuami dilihat oleh laki-laki lain selain suaminya. Sistem sosial patriarki juga mempengaruhi bagaimana suami memiliki kuasa untuk mengambil keputusan terkait perawatan kesehatan istrinya.

Tidak hanya itu, keputusan perempuan untuk perawatan kesehatannya juga sering dipotret media sebagai topik yang penting untuk dibahas. Misalnya, pemberitaan terkait beberapa selebritas Indonesia yang memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Alih-alih menjelaskan lebih lanjut informasi terkait urgensi kanker yang dialami perempuan, media hanya fokus menjabarkan profil mereka saja. Bahkan menggunakan kata cantik untuk mendeskripsikan salah satu selebritas yang menjalani operasi pengangkatan rahim.

Pentingnya deteksi dini

Hari Kanker Sedunia menjadi inisiasi Union for International Cancer Control (UICC) pada 2000 mengajak semua orang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani kanker. Tahun ini, UICC mengangkat tema “Close the Care Gap” mengingat bahwa masih ada kesenjangan akses perawatan kanker secara global.

Gejala kanker yang umum terjadi antara lain:

1.Perubahan kebiasaan buang air kecil atau besar

2.Susah menelan dan mencerna makanan

3.Demam dan penurunan berat badan tanpa sebab

4.Koreng atau borok di sekujur tubuh yang tidak kunjung sembuh

5.Adanya ekskresi atau darah yang keluar secara tidak wajar

Kematian karena kanker terjadi karena kurangnya penyuluhan pencegahan, deteksi dini, dan penanganan medis yang efektif. Penanganan saat kanker masih pada tahap awal perkembangan dapat mengurangi risiko kematian yang signifikan. 

Dalam mendukung perempuan yang berjuang melawan kanker, berbagai komunitas membuka donasi potongan rambut yang nantinya akan dijadikan wig. Siapa pun bisa berpartisipasi dalam menghilangkan stigma dan meningkatkan kepercayaan diri penderita kanker dengan menyumbang rambut yang dimiliki. Biasanya, komunitas menerima panjang rambut di antara 21–35 cm. 

Harapannya, pemerintah juga dapat secara proaktif membuat program pencegahan dan penanggulangan kanker yang lebih efektif menurunkan jumlah peningkatan kasus setiap tahunnya. 

Sumber:

Lee, P. W. H., Kwan, T. T. C., Tam, K. F., Chan, K. K. L., Young, P. M. C., Lo, S. S. T., … Ngan, H. Y. S. (2007). Beliefs about cervical cancer and human papillomavirus (HPV) and acceptability of HPV vaccination among Chinese women in Hong Kong. Preventive Medicine, 45(2-3), 130–134. doi:10.1016/j.ypmed.2007.07.013

https://bmcwomenshealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12905-020-00983-
https://www.kapanlagi.com/foto/berita-foto/indonesia/potret-8-selebritis-putuskan-operasi-angkat-rahim-terbaru-melaney-ricardo—jalan-terbaik-yang-harus-dipilih-meski-tak-mudah.html
https://www.balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id/read-close-the-care-gap–hari-kanker-sedunia-2022
https://lovelacecancercenter.com/blog/risk-factors-cervical-cancer#:~:text=Multiple%20pregnancies,until%2025%20years%20or%20older.
https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/cncr.32686#:~:text=Another%20potential%20reason%20is%20that,is%20an%20infection%2Drelated%20disease.
https://www.cancer.gov/about-cancer/causes-prevention/risk/hormones/oral-contraceptives-fact-sheet#:~:text=The%20longer%20a%20woman%20uses,years%20of%20use%20(9).

Assessment of psychological barriers to cervical cancer screening among women in Kumasi, Ghana using a mixed methods approach. https://www.ajol.info/index.php/ahs/article/view/100426

https://www.nhs.uk/conditions/cervical-cancer/
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cervical-cancer
https://www.kemkes.go.id/article/view/22121300002/penguatan-upaya-preventif-melalui-kemudahan-akses-vaksin-hpv.html#:~:text=Program%20pemberian%20imunisasi%20HPV%20sendiri,Papillomavirus%20Vaccine%20Tahun%202022%2D2024.
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-61786343
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220422174051-255-788527/netizen-pertanyakan-vaksin-hpv-yang-gratis-hanya-untuk-anak-sd
https://theconversation.com/evaluasi-pencegahan-kanker-di-indonesia-banyak-peraturan-dan-aksi-tapi-tidak-terbuka-soal-capaian-program-198775

Fiona Wiputri

Manajer Multimedia Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!