Penutupan Paksa Patung Bunda Maria: Tindakan Intoleransi 

Tindakan intoleransi terjadi, kali ini terjadi pada penutupan paksa patung Bunda Maria di Yogya. Penutupan paksa ini dilakukan mengatasnamakan agama dan kekhusyukan bulan puasa.

Sepekan lalu, aksi intoleransi kembali terjadi. Penutupan paksa patung Bunda Maria dengan terpal berwarna biru tiba-tiba terjadi di Lendah, Kulon Progo, DIY. Peristiwa ini terjadi pada Rabu (22/3) dan menjadi viral di sosial media. 

Penutupan paksa ini diduga dilakukan oleh ormas Islam yang mengaku terganggu dengan kekhusyukan beribadah bulan puasa. Aktivis menyatakan bahwa ini merupakan tindakan intoleransi.

SETARA Institute menyampaikan kecaman atas aksi intoleransi tersebut. SETARA menilai aksi penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo itu, didesak oleh kelompok intoleran. Meskipun pada perkembangannya, Pihak Polres Kulonprogo mengklarifikasi bahwa telah terjadi kesalahan dari anggota kepolisian yang melaporkan kegiatan di lapangan mengenai desakan ormas yang menutup patung ini.

“Publik sulit untuk percaya pada klarifikasi pihak kepolisian bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar. Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangan resminya (24/3). 

Analisis SETARA Institute menilai adanya upaya konsolidasi kelompok-kelompok intoleran dan mobilisasi yang mencolok di antara mereka guna menghimpun sentimen mayoritas dengan menekan kelompok-kelompok minoritas. 

Konsolidasi itu bisa dilihat dari upaya politisasi keikutsertaan Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang. Hal itu tampak juga dalam aksi-aksi serupa, seperti aksi Koalisi Palembang Darussalam, yang direncanakan hari ini (24 Maret 2023) di Gereja Katedral Santa Maria Palembang, yang menolak kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang dengan alasan Palembang adalah daerah mayoritas Muslim.

SETARA Institute lantas mendesak agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat memastikan untuk tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh Pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi. 

Dia menekankan, stabilitas di tahun politik bukanlah alasan yang dapat dibenarkan (valid and permittable) untuk melakukan pembatasan hak atas KBB dan mendesak minoritas untuk tunduk pada tekanan kelompok yang mendaku sebagai representasi kelompok yang banyak. 

“Pemerintah pada kenyataannya tersandera politisasi identitas agama, sehingga tidak berani mengambil tindakan presisi,” tegasnya.  

Oleh karena itu, dalam pandangan SETARA Institute, pada kasus-kasus pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan/KBB, yang mengalami eskalasi sejak awal 2023, pemerintah tidak boleh canggung dalam melakukan penegakan hukum secara presisi dengan tujuan menjamin keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku. 

Impunitas semper ad deteriora invitat. Ketiadaan penegakan hukum akan mengundang kejahatan lain,” ucapnya.  

Presiden sebetulnya sudah menyampaikan arahan agar Pemerintah Daerah (Pemda) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bisa menjamin hak beragama dan beribadah seluruh warga negara sesuai jaminan UUD Tahun 1945. Namun, situasinya rasanya masih jauh dari itu. 

“Kenyataannya, Pemda dan Forkopimda membangkang dan mengabaikan arahan Presiden dan beberapa kasus terjadi di Kabupaten Sintang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Malang, Kota Lampung, Kabupaten Bogor, dan lain sebagainya,” kata dia.

Menyoal penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo, Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur dalam unggahan sosial media Kabar Sejuk dan YLBHI Indonesia, juga mengutuk keras tindakan para aparat Polsek Lendah. Menurutnya, polisi semestinya melindungi dan menjamin hak warga untuk beragama dan berkeyakinan. Namun, realitanya polisi malah menjadi pelaku diskriminasi yang merampas hak dan kebebasan umat Katolik di Yogyakarta dalam mengekspresikan keyakinannya.  

Stop Intimidasi Jurnalis 

Sejumlah kasus ancaman kebebasan pers juga terjadi dalam peristiwa penutupan patung Bunda Maria ini.

Dari informasi yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, ada sejumlah kasus ancaman kebebasan pers yang dialami media saat meliput penutupan patung Bunda Maria di Kulonprogo. Di antaranya, intervensi Polres Kulonprogo terhadap konten jurnalistik yang memberitakan kasus penutupan patung Bunda Maria serta kasus pelabelan berita hoaks oleh netizen. 

Pada kasus pertama, jurnalis diketahui mendapat intimidasi dari pihak Polres Kulonprogo saat menghadiri acara jumpa pers terkait penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus di Padukuhan Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulonprogo.

Humas Polres Kulonprogo meminta jurnalis tersebut untuk membuat berita sesuai narasi yang telah disampaikan Kapolres Kulonprogo AKBP Muharomah Fajarini. Menurut Humas Polres Kulonprogo. 

“Hal ini dilakukan agar jurnalis tidak ‘memperkeruh suasana’,” kata Ketua AJI Yogyakarta, Januardi Husin. 

Dia mengatakan, Humas Polres Kulonprogo juga bilang, tidak semua warga Kulonprogo mempunyai tingkat literasi yang baik sehingga ia khawatir berita yang sebelumnya beredar bisa mempengaruhi persepsi masyarakat di Kulon Progo.

Selanjutnya dalam kasus kedua, pada Jumat, 24 Maret 2023 ramai sebuah cuitan di Twitter dari akun @Jogja_Menyapa yang melabeli sebuah produk jurnalistik dengan stempel hoaks dan narasi yang memprovokasi. Seperti “betapa ngerinya berita @Harian_Jogja …. semua orang sudah menjustifikasi Islam, tak tahunya inisiatif Sendiri…,” tulis akun @Jogja_Menyapa.

AJI Yogyakarta menilai, sejumlah kasus ancaman kebebasan pers itu bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Ayat (2) menegaskan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Maka dari itu, Atas peristiwa tersebut, AJI Yogyakarta menyatakan sikap mengecam tindakan intimidasi dan intervensi terhadap proses liputan dan produk jurnalistik yang dilakukan oleh Humas Polres Kulonprogo dalam liputan Penutupan Patung Bunda Maria di Kulonprogo.

Lalu meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk menjamin kebebasan pers dan tidak menghambat jurnalis dalam mencari informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pers Nomor 40/1999 tentang Pers. Penghalang-halangan kerja jurnalistik diancam pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 500.000.000,- sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999 tentang Pers. AJI Yogyakarta mengingatkan masyarakat agar tidak melabeli produk jurnalistik dengan stempel hoaks, meneror, mengintimidasi atau melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis. Jika terjadi sengketa pemberitaan, mekanisme penyelesaiannya sudah diatur sesuai Pasal 5 ayat (2) UU Pers Nomor 40/1999, yaitu melalui hak jawab. Pers wajib melayani hak jawab/koreksi.

Dan mengimbau kepada jurnalis dan media massa agar patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik dan mengedepankan perspektif HAM dalam pemberitaan kelompok minoritas.

(Credit Foto: Dani Julius/Kompas)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!