Cover buku Kolaborasi Menolak Mati: Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia

Riset Konde.co tentang Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia

Sejumlah penelitian tentang bagaimana peran jurnalis perempuan dalam membangun kebijakan gender di media arus utama telah dilakukan. Namun, sejauh ini belum ada riset tentang bagaimana para jurnalis membangun media perempuan alternatif.

Pemetaan yang dilakukan Konde.co dengan didukung Google News Initiative ini untuk mengetahui bagaimana perjuangan para jurnalis atau pengelola media baik di media alternatif maupun arus utama untuk membangun isu perempuan. Tidak hanya itu, pemetaan juga mengungkap soal pentingnya kolaborasi di antara keduanya untuk bersama-sama atau membuat networking bersinergi dalam membangun isu perempuan.

Pemetaan media perempuan di Indonesia yang dilakukan oleh Konde.co bertujuan:

  1. Mempertemukan para pegiat media perempuan di Indonesia
  2. Memetakan media perempuan baik media  alternatif maupun media arus utama tentang tantangan yang mereka hadapi dalam membangun media perempuan
  3. Mendapatkan informasi tentang tantangan, kebutuhan, dan harapan untuk media perempuan
  4. Membentuk jaringan media perempuan dan bisa berkolaborasi dalam pemberitaan tentang isu perempuan
  5. Saling mendukung dan berbagi pengetahuan antara pegiat media perempuan
Baca Juga: Peluncuran Film dan Buku Konde.co: Potret Overwork Pekerja dan Perjuangan Media Perempuan

Secara umum, pemetaan media perempuan di Indonesia yang dilakukan Konde.co menghasilkan beberapa temuan antara lain: 

  1. Data media di Indonesia selama ini hanya menggambarkan secara umum tentang jumlah media, yakni 47 ribu, dengan 43 ribu di antaranya adalah media daring (online), dengan jumlah perusahaan media sebanyak 1.700 (yang tercatat di Dewan Pers). Namun, detail tentang kategorisasi segmen pembaca media dan tema media tidak bisa ditemukan datanya. Maka dari itu, sangat sulit kemudian untuk mengetahui berapa banyak jumlah media yang peduli dengan isu perempuan.
  2. Pemetaan memunculkan data tentang tumbuhnya portal dan media perempuan daring baru di Indonesia. Media-media ini dengan progresif dan cara yang beragam mempromosikan kepentingan, hak, dan kondisi perempuan secara terus menerus, sekaligus memberikan pendidikan untuk khalayaknya. Keberadaan media perempuan online tidak hanya ditemukan berkantor di Jakarta, tetapi juga di daerah. 
  3. Banyak media arus utama yang juga mulai membuka kanal khusus isu perempuan di situs web mereka. Alhasil, kanal khusus isu perempuan di media arus utama ini menghadapi tantangan yang sama dengan media daring yang baru muncul tersebut. Masalah yang paling klasik adalah untuk mendapatkan banyak pembaca, bertahan secara finansial, dan mempertahankan sikap kritis.
  4. Persoalan mempertahankan bisnis media tetap menjadi isu utama. Namun, dari aspek bisnis media, beberapa di antara mereka justru sudah menunjukkan bukti kemampuan mereka bertahan di tengah berbagai persoalan. 
  5. Kebanyakan media alternatif perempuan bekerja keras dengan sumber daya terbatas. Struktur di dalam media ini biasanya tidak kaku karena bisa saja editor menjadi jurnalis dan sebaliknya. Media kecil ini harus berusaha mengoptimalkan sumber daya sebaik-baiknya. Media-media tersebut juga tidak bisa memaksa jurnalisnya bekerja dengan target tertentu karena belum tentu mampu memberikan hak-hak sebagai pekerja. Dalam era digital yang cepat berubah, media alternatif perempuan harus selalu memperbarui teknologi dan platform mereka agar tetap relevan dan dapat diakses oleh audiens mereka.
  6. Media arus utama mengakui sulit untuk mengubah budaya redaksi yang sudah terlanjur berjalan. Mereka sedang menghadapi masalah finansial terutama dengan produk klasik, yaitu media cetak. Media tersebut menghadapi penurunan pendapatan iklan sekaligus perubahan model bisnis. Selama masa kejayaannya, media arus utama mendapatkan penghasilan dari iklan selain penjualan produk majalah, koran, atau tabloid. Kini mengiklankan di media sosial dan YouTube dianggap lebih menguntungkan dan murah ketimbang menggunakan media arus utama.
Baca Juga: Bagaimana Media Alternatif Mengkounter Hegemoni dan Nilai Patriarki

Hasil pemetaan media perempuan ini selanjutnya diharapkan bisa digunakan sebagai bahan perjuangan untuk kebijakan bagi media arus utama agar memiliki kebijakan redaksi yang adil dan lebih sensitif gender. Sedangkan bagi media alternatif, pentingnya membangun newsroom yang tetap memperjuangkan perempuan dan keberlanjutan media. Bagi kelompok masyarakat sipil, pemetaan ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan dukungan bagi media yang memperjuangkan isu perempuan di Indonesia.

Hasil riset selengkapnya dapat diakses dan dibaca di sini.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!