Ilustrasi penyebaran konten intim non-konsensual

Diancam Pacar Sebar Konten Intim Non-Konsensual? Jangan Panik, Lakukan Hal Ini

Ancaman penyebaran konten intim non-konsensual memang tidak mudah dampaknya bagi korban. Baik dampak psikologis hingga sosial yang penuh tekanan. Namun tetaplah tenang untuk membantumu menghadapi situasi. Pun jika ini korbannya adalah orang terdekatmu, beri dia pendampingan dengan melakukan hal-hal berikut ini.

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan Perempuan Mahardhika. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya: 

Saya Yana. Teman saya diancam sama pacarnya mau disebarin foto bugilnya, saya harus lapor ke mana? Bagaimana saya dapat memberi dukungan dan membantu menyelesaikan permasalahan teman saya?

Jawab:

Halo Yana. Sebelumnya terima kasih telah berupaya membantu korban dengan berkonsultasi pada Klinik Hukum Perempuan. Namun, sebelum sampai pada tahap melapor ke mana, ada beberapa hal yang penting perlu kamu ketahui tentang kasus ini untuk membantu korban. Saya akan menjelaskan ‘Panduan Sigap Hadapi Penyebaran Konten Intim Non Konsensual’ dari @awasKBGO, bekerjasama dengan Advokat Gender dan SAFEnet. 

Pertama, Bantu Identifikasi Kebutuhan Korban

Perlu diketahui, ancaman penyebaran foto bugil adalah salah satu bentuk penyebaran konten intim tanpa persetujuan, atau konten intim non-konsensual, yang dampaknya sangat berat bagi korban. 

Korban pasti bertanya-tanya apakah ada yang dapat membantu menyelesaikan permasalahannya atau tidak. Tentu sebagai teman, kamu dapat membantunya dengan memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan mengidentifikasi kebutuhannya sebagai berikut:

a.   Psikologis: Menghadapi situasi ini tentu dapat sangat berdampak pada kondisi psikologis korban. Layanan psikologis dapat membantu proses pemulihan psikologis korban dari trauma yang dihadapi.

b.   Hukum: Layanan bantuan hukum dapat membantu korban dalam mencari keadilan dan penyelesaian melalui proses hukum.

c.   Teknologi: Membantu terkait keamanan digital, proses pelaporan kepada platform digital terkait, biasanya platform digital memiliki panduan keamanan digital.

Sebagai teman, kamu dapat membantu mencarikan dan mengarahkannya untuk mengakses layanan di atas sesuai dengan kebutuhan, serta mendukung pemulihan sampai dia nantinya siap mencari keadilan.

Kedua, Bantu Korban Pahami Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual adalah Tindak Pidana

Jika korban secara psikologis stabil dan sudah siap mencari opsi penyelesaian kasus, kamu bisa membantunya memahami jika ancaman penyebaran konten intim non-konsensual ini adalah tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik. Hal itu diatur pidananya dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Lebih lanjut, kamu dapat membantu identifikasi tindak pidana apa saja yang terjadi sebagai berikut:

Jika perekaman atau pengambilan gambar konten intim tersebut atas kehendak dan dengan persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar, sehingga yang menjadi permasalahan adalah ancaman penyebarannya:

“Setiap Orang yang tanpa hak mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, Dalam hal perbuatan dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”(Pasal 14 ayat 1 huruf b dan ayat 2 huruf a UU TPKS)

Baca Juga: Waspada KBGO, Ada Grup Obrolan Bikin Deepfake Porn via Formulir Daring

Namun, Jika perekaman atau pengambilan gambar konten intim tersebut di luar kehendak dan tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar termasuk ancaman penyebarannya:

“Setiap Orang yang tanpa hak melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar, dan mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik. Dalam hal perbuatan dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah”(Pasal 14 ayat 1 huruf a, b dan ayat 2 huruf a UU TPKS)

Mengingat situasi dan kondisi yang dihadapi korban berbeda-beda, penanganan penyebaran konten intim non-konsensual tidak memiliki solusi tunggal dan membutuhkan partisipasi korban. Namun, secara umum kamu dapat membantu korban untuk: 

a.     Menyimpan barang bukti

Untuk menghindari trauma, korban dapat menyimpan barang bukti di tempat yang tidak terlihat, namun aman. Direkomendasikan untuk menyimpan barang bukti dalam bentuk catatan kejadian kronologis. Ini untuk memudahkan korban saat mencari bantuan atau melapor polisi,  karena dapat mengurangi kebutuhan untuk berulang kali menceritakan kekerasan yang dialami.

b.    Memutuskan komunikasi dengan Pelaku

Korban dapat menutup semua jalur komunikasi dengan pelaku. Ini berguna untuk menghindari ancaman yang dilakukan secara terus menerus dan mengurangi tingkat kecemasan. 

Memutus komunikasi dengan pelaku dapat dengan memblokir pelaku, deaktivasi akun media sosial sementara waktu, mengganti atau menghapus akun secara permanen. Namun, jika korban belum dapat memutuskan komunikasi dengan pelaku, sebaiknya korban tidak menuruti keinginan / permintaan pelaku dengan mengulur waktu sampai korban mendapatkan bantuan. 

Menuruti kehendak pelaku, sering kali tidak akan menghentikan ancaman / intimidasi karena pelaku akan terus mengulanginya. Jadi, berhati-hatilah!

c.     Melakukan pemetaan risiko

Pemetaan risiko pada kasus ancaman penyebaran konten intim non-konsensual bertujuan untuk mencari tahu kebutuhan utama dan hal-hal yang dapat diantisipasi selanjutnya.

Kamu bisa membantunya untuk mengidentifikasi dan melakukan pemetaan terhadap beberapa hal penting. Di antaranya, kekhawatiran utama dalam menghadapi ancaman penyebaran konten ini. Lalu, informasi tentang diri korban yang dimiliki pelaku. Ada lagi, konten intim yang dimiliki pelaku yang menunjukkan wajah atau hal lain yang dapat mengidentifikasi diri korban secara jelas.  

d.    Melaporkan ke platform digital

Laporkan akun media sosial atau posting-an yang dibuat pelaku pada platform digital tempat kekerasan seksual terjadi. Ini penting untuk mencegah konten intim tersebar lebih lanjut dan menghindari teror dari pelaku.

Ketiga, Bantu Korban Mempertimbangkan dan Memilih Opsi Penyelesaian 
Litigasi

Setelah disahkannya UU TPKS, Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak (Pasal 23 UU TPKS). Kekerasan seksual berbasis elektronik merupakan delik aduan kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas (Pasal 14 ayat 3 UU TPKS). 

Dalam pertanyaanmu, belum diinformasikan lebih lanjut, korban anak atau penyandang disabilitas. Kamu perlu memperhatikan, jika korban adalah orang dewasa maka yang dapat melaporkan kepada pihak kepolisian adalah korban langsung yang dirugikan atas kekerasan seksual yang terjadi. 

Kamu sebagai temannya, tidak dapat secara langsung melaporkan hal tersebut pada pihak kepolisian. Tetapi, kamu tetap dapat berpartisipasi memberikan informasi adanya kejadian Tindak Pidana Kekerasan Seksual kepada aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, dan lembaga non pemerintah (Pasal 85 ayat 3 huruf a UU TPKS).

Baca Juga: Kasus Sebaran Video Artis RK, Framing Media Punya Kekuatan Besar

Jika kamu ingin membantu korban melakukan penyelesaian jalur hukum. Kamu dapat menyampaikan hal-hal yang perlu disiapkan untuk pelaporan ke polisi:

1.     Persiapan Psikis

Pastikan korban memiliki sistem pendukung, seperti keluarga, sahabat, termasuk pendampingan psikologis bila diperlukan. Dikarenakan prosesnya bisa memakan waktu panjang.

2.     Mencari Pendamping Hukum

Semakin banyak Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan layanan gratis. Ini bisa berguna membantu Korban melakukan pemetaan risiko, seperti mendiskusikan skenario-skenario yang mungkin terjadi saat melakukan proses hukum. Proses ini dapat dilakukan dengan pendamping hukum, termasuk mengantisipasi risiko balas dendam dari pelaku.

3.     Persiapan Dokumen 

Ini proses mempersiapkan identitas pelaku yang diketahui, tempat dan waktu kejadian, kronologi kejadian, kerugian yang dialami, unsur pidana yang dilakukan pelaku, dan daftar bukti dan saksi. 

Dalam proses litigasi ini, kamu juga bisa membantu korban untuk memperhatikan beberapa hal ini. Seperti, apakah korban hanya ingin membuat pelaku berhenti melakukan ancaman dengan adanya bukti pelaporan ke polisi atau penetapan tersangka? Terlepas dari perkaranya dilanjutkan ke tahap penyidikan atau tidak? 

Selanjutnya, apakah korban ingin kasus dilanjutkan hingga proses persidangan dan pelaku dihukum penjara? Atau, hanya ingin mengajukan permohonan ganti rugi kepada pelaku?

Sambil menjalani proses itu, korban perlu mempersiapkan diri saat menghadapi tahapan-tahapan yang harus dilalui. Mulai dari pelaporan, penyelidikan sampai dengan penyidikan. 

Non Litigasi 

Dalam kasus kekerasan seksual, bukan hal yang tidak mungkin jika korban / keluarga korban memilih penyelesaian kasus melalui musyawarah atau mediasi. Jika ini dipilih, maka kamu bisa membantu korban pada beberapa hal. Yaitu, mengedukasikan soal hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang dijamin dalam UU TPKS

Ini berlaku sebelum, selama, dan setelah proses peradilan. Termasuk soal hak perlindungan korban / keluarga / pendamping untuk tidak dapat dituntut secara hukum. Baik pidana maupun perdata.

Kamu juga bisa bantu korban / keluarga korban untuk memetakan dan memitigasi risiko. Lakukan hal itu pada setiap kesepakatan penyelesaian kasus kekerasan seksual serta dampaknya bagi korban.

Guna menghindari manipulasi pelaku, kamu bisa mendampingi korban atau pihak keluarga korban. Sebagai jaga-jaga, jika ada upaya mengaburkan tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi. Juga potensi adanya ancaman atau ‘kesepakatan’ yang tidak memberikan keadilan dan merugikan bagi korban.

Tutut Tarida

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!