Ilustrasi revenge porn yang marak terjadi akhir-akhir ini.

No Viral, No Justice? Kasus di Depan Mata Revenge Porn di Pandeglang

Apakah harus viral dulu, baru dapat keadilan? Kasus revenge porn terjadi pada seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten. Tak hanya jadi korban penyebaran revenge porn yang melanggar UU ITE, ia juga alami kekerasan seksual.

Sekitar sepekan lalu, viral soal kasus revenge porn di Pandeglang, Banten. Ini berawal dari thread Twitter yang dicuitkan oleh akun @zanatul_91. Akun itu adalah milik Iman Zanatul Haeri, kakak korban yang menerima ancaman revenge porn dari pelaku, Alwi Husen Maolana (AHM).  

Iman menuliskan kronologi kasus revenge porn yang menimpa adiknya itu dalam 3 bagian utas. Adapun kalimat pembukanya adalah: 

“Adik saya diperkosa. Pelaku memaksa menjadi pacar dengan ancaman video/revenge porn. Selama 3 tahun ia bertahan penuh siksaan. Persidangan dipersulit, kuasa hukum dan keluarga saya (korban) diusir pengadilan. Melapor ke posko PPA, Kejaksaan, malah diintimidasi,” cuit Iman pada 26 Juni 2023.

Kepada Konde.co, Iman mengungkapkan kondisi adiknya, yang jadi korban, saat ini sudah berada di rumah aman (safe house) yang disediakan mandiri oleh keluarga. Sebab hingga kini, belum ada penyediaan secara terlembaga dan formal seperti dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Beberapa waktu lalu, dia sudah membuat laporan dengan mengisi formulir ke LPSK. Namun, masih ada proses yang harus dilalui agar korban bisa memperoleh pendampingan termasuk bantuan psikologis. 

“Mereka (LPSK) bisanya kalau udah laporan baru lagi, pendampingannya,” ujar Iman ketika dihubungi, Kamis (6/7). 

Baca Juga: Diancam Pacar Sebar Konten Intim Non-Konsensual? Jangan Panik, Lakukan Hal Ini

Dia kemudian menceritakan soal kilas balik kasusnya itu. Sebagai pihak keluarga, Iman mengaku sebetulnya tak mengenal pelaku. Dia pun tak mengetahui pasti hubungan antara adiknya dan pelaku. Sebab, selama ini adiknya juga tak pernah mengenalkan pelaku sebagai pacar atau teman. 

“Dari sisi keluarga, tidak ada yang mengenalnya atau pernah dikenalkan, itu gak ada. Saya pribadi, sama sekali nggak mengenal,”

Namun baru setelah kasus itu bergulir, Iman mengetahui jika pelaku dan korban pernah bersekolah di SMP dan SMA yang sama. Adiknya juga pernah bilang, dia pernah pacaran dengannya beberapa hari saat SMA kelas 3. 

“Pacaran 3 hari diputus (oleh korban), dia (pelaku) ngamuk-ngamuk,” kata Iman. 

Sebagaimana thread di twitternya, Iman menceritakan bahwa Ia begitu kaget. Saat 14 Desember 2022, adik laki-laki Iman tiba-tiba menerima pesan pribadi dari akun Instagram tidak dikenal. Ketika di-klik, isinya video asusila korban (adik perempuannya) yang sedang divideokan tidak sadar. 

“Pengirim video memakai fitur one click yang hilang setelah dilihat. Karena RK (adik laki-laki Iman) memakai laptop saat itu, dia langsung menyimpannya untuk memastikan apa benar perempuan dalam video tersebut adiknya (korban),” katanya. 

Sehari kemudian, Iman pun ditelepon dan diberi tahu soal video itu. Dia bersama keluarga pun masih belum menerima kalau perempuan dalam video itu adalah korban. 

Videonya layarnya terbagi 4, satu adalah foto korban sedang menerima sebuah penghargaan, dua dan tiga adalah foto korban sedang mengikuti sebuah kompetisi. Sedangkan pada layar 4 adalah korban diperkosa dengan kamera dipegang pelaku. Video berdurasi 5 detik itu diambil secara terburu-buru dan pelaku. 

“Ia (pelaku) benar-benar ingin menghancurkan hidup adik kami,” ujarnya. 

Baca Juga: Kasus Sebaran Video Artis RK, Framing Media Punya Kekuatan Besar

Iman sempat mencari berbagai informasi dari teman-teman dekat adiknya (korban). Mereka semua telah mengetahui video tersebut. Hal ini terjadi karena pelaku selalu mengirim video porn revenge pada semua teman-teman yang dianggap terlalu dekat dengan korban.

Ternyata saat itu, adiknya bercerita bahwa selama hampir 3 tahun ini dia menderita untuk menutupi semuanya. Inilah yang menguatkan dugaan Iman bahwa adiknya selama ini, “Jika pun mereka berpacaran adalah dalam tekanan.”

“Pacaran dalam kondisi ‘tersandera’. Mau diajak ke mana aja, pasti nurut, mengingat pelaku ini sudah menyimpan video. Video yang pertama itu, menurut pengakuan adik kami sih perkosaan,” katanya. 

Proses Memperjuangkan Keadilan

Titik di mana Iman sampai bercerita di media sosial ini adalah ‘jalan akhir’. Iman sudah mencoba melaporkan kasusnya ke berbagai pihak. Namun, tidak juga lekas menemui titik terang; bahkan dirasanya ada kejanggalan. Hal itu ia ungkap pula dalam thread di twitter. 

Dia menceritakan, saat sidang pertama kasus berlangsung, pihak korban sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun. Termasuk soal jadwal sidang kasus itu. 

Mereka baru mendapat informasi justru ketika sidang kedua berlangsung pada 6 Juni 2023. Sebelum sidang, adik dan kakaknya (saksi) dipanggil oleh Jaksa Penuntut kasus itu. Namun menurut Iman, adiknya yang menjadi korban justru dipanggil ke ruangan pribadi. 

Jaksa itu, kata Iman, berkali-kali justru menggiring opini psikologis korban untuk ‘berdamai’ dengan pelaku. “Untuk ‘memaafkan’, ‘kami harus bijaksana’, ‘kamu harus mengikhlaskan’,” kata Iman.

Iman juga mengatakan, jika pihak keluarga dan kuasa hukum yang hadir di persidangan bahkan sempat diusir dari ruang sidang. 

Baca Juga: Framing Pemberitaan Kekerasan Seksual, di Mana Kemanusiaan Media?

Situasi itu juga terjadi saat persidangan ketiga, pada 13 Juni 2023. Iman dan kuasa hukum yang hadir untuk mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan di Zoom kembali diusir dengan alasan ‘tidak relevan’. 

“Selesai sidang, kami mencoba melaporkan ke posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejaksaan Negeri Pandeglang. Di sana, permainan baru saja dimulai,” jelas Iman. 

https://twitter.com/zanatul_91/status/1673188021519405056

Selama proses hukum itu, Iman juga sempat memprotes unggahan Kejari Pandeglang yang tidak menjaga privasi korban. Kejari Pandeglang menampilkan foto korban di media sosial mereka. 

Usai diprotes pihak keluarga, Kejari Pandeglang pun akhirnya menghapus posting-an itu. Meski sebelumnya mereka berdalih, posting-an itu sudah melalui ‘seleksi’ dan tidak menampilkan wajah korban secara langsung karena memakai masker. 

Menyoal ‘percakapan damai’ yang dicuitkan Iman, pihak Kejari Pandeglang berkilah bahwa ‘percakapan’ itu bukanlah di ruangan pribadi jaksa. Melainkan, berlangsung di ruang persidangan. 

“Ada pernyataan bahwa kami memaksa supaya korban memaafkan. Padahal itu di persidangan, hakim dan majelis, karena korban tidak ikut ke dalam, karena katanya korban tidak kuat melihat pelaku. Jadi, hakim menanyakan apakah korban memaafkan pelaku? Dan kakaknya bilang kami memaafkan,” ujar Kepala Kejari Pandeglang, Helena Octavianne, Selasa (27/6) dikutip Liputan6.com

Suara Korban: Pelaku Harus Dihukum Maksimal 

Proses hukum kasus revenge porn di Pandeglang, Banten, hingga kini masih berlangsung. Hal itu usai beberapa waktu lalu kasusnya sempat viral di media sosial dan pemberitaan. 

Kuasa Hukum korban, Rizki Arifianto mengatakan, pihaknya kini tengah mempersiapkan sidang putusan yang akan diselenggarakan pada 11 Juli 2023 mendatang. 

“Dalam sidang putusan, pihak korban tentunya ingin terdakwa dihukum maksimal,” ujar Rizki kepada Konde.co, Selasa (4/7). 

Pengacara Publik LBH Rakyat Banten itu menyebut, tuntutan jaksa terhadap kasus ini yaitu 6 tahun kurungan penjara. Perkaranya berkenaan dengan Undang-undang ITE Pasal 45 ayat 91) juncto Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE. 

Namun dari hasil kajian bersama pihak keluarga korban, Rizki bilang, delik UU ITE itu belum memenuhi keadilan bagi korban. Sebab ada delik-delik lainnya seperti penganiayaan, pemerkosaan, pemerasan, hingga ancaman pembunuhan yang berdampak bagi korban. 

“Keluarga merasa 6 tahun gak memenuhi rasa keadilan, apa lagi jika nanti putusan Hakim turun dari 6 tahun,” lanjutnya. 

Harapan dari korban dan pihak keluarganya, proses hukum bisa berfokus pada putusan Hakim yang adil bagi korban. Maka dari itu, pihak korban akan melakukan pelaporan kembali delik-delik lain yang belum masuk ke dalam persidangan itu. 

“Kita belum menjumlahkan hukumannya ya, yang pasti bisa mencapai 20 tahun kalau tidak salah,” kata Rizki. 

Pelaku Dikeluarkan dari Kampus

Per 3 Juli 2023, kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) secara resmi mengeluarkan (drop out atau DO) Alwi Husein Maolana (AHM) dari kampus. Surat Keputusan Rektor Untirta Nomor: 619/UN43/KPT.KM.00.05/2023 itu akhirnya memberikan sanksi akademik baginya sebagai mahasiswa Program Studi Teknik Sipil.

Keputusan DO bagi AHM itu berdasarkan hasil investigasi, fakta dan data, serta laporan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Hal itu didukung pula laporan hasil rekomendasi rapat pimpinan Fakultas Teknik Untirta. Alwi dinilai melakukan pelanggaran moral etika dan hukum yang tidak sesuai dengan nilai-nilai JAWARA yang dijunjung oleh Untirta.

“Kita mengacu pada pedoman akademik Untirta berdasarkan rekomendasi Satgas. Kita drop out pelakunya,” ujar terang Rektor Untirta, Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, ST, MT dalam keterangan resminya

Pencabutan status kemahasiswaan Alwi dinilai menjadi langkah yang tepat. Sikap itu dapat dilihat sebagai bukti keseriusan Untirta menolak tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hal ini diharapkan juga bisa menjadi pelajaran dan peringatan bagi sivitas akademika dan masyarakat pada umumnya.

“Agar kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan datang,” ujarnya. 

Menanggapi soal pelaku yang di-DO dari kampus, Iman sebagai keluarga korban, mengapresiasi langkah yang diambil pihak kampus. Hanya saja, pihaknya cukup kecewa dengan prosesnya. Sebab sebetulnya, laporan kepada pihak Satgas UU TPKS kampus itu sudah sejak Januari 2023 dilayangkan. 

Korban sempat diminta untuk bertemu hingga memberikan kronologi kejadian. Namun dari Februari, Maret, April, Mei, hingga Juni, sempat tidak ada kabar dan informasi lanjutan yang diterima. 

Iman mengamini jalannya proses kasus ini, seperti istilah ‘No Viral, No Justice‘. 

“WA saya juga gak dibalas, baru menghubungi saya pas viral, tanggal 26 Juni 2023,” pungkasnya. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!