Di Jakarta, mereka berolahraga sambil berorasi stop KDRT di sepanjang jalan dari Dukuh Atas sampai Patung Kuda.
Aksi dilakukan untuk memperingati 19 tahun implementasi UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Sudah 19 tahun implementasi UU, tapi korban KDRT masih paling banyak jumlahnya di Indonesia.
Mutiara Ika, dari Perempuan Mahardhika sebagai inisiator aksi menyatakan, olahraga ini dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari KDRT.
“Selain mengajak publik, aksi ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah bahwa kita harus zero KDRT, tapi kenyataannya, jumlah KDRT masih tinggi.”
Di tahun 2023 saja, ada 11.324 kasus KDRT. Maka, aparat jangan abai dengan kondisi ini.
Salah seorang peserta aksi, Novi yang saat ini bekerja sebagai buruh garmen menyampaikan bahwa keikusertaannya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk bersolidaritas pada para kobran KDRT.
Baca Juga: 19 Tahun UU Penghapusan KDRT, Perempuan Masih Marak Jadi Korban
“Di tempat kerja saya sering ada kawan yang curhat dan kemudian justru jadi omongan kalau dia mengalami KDRT. Situasi seperti itu banyak terjadi, dan jarang dibicarakan,” ungkapnya.
Salah seorang pekerja rumah tangga, Suwartini yang juga aktif di Organisasi SPRT Sapulidi, mengatakan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap PRT yang terjadi di rumah tempat mereka bekerja. Tapi kasus-kasus tersebut jarang diselesaikan dengan menggunakan UU Penghapusan KDRT.
Aksi juga dilakukan di sejumlah kota lain seperti Bandung, Sukabumi, Samarinda dan Makassar.
Selain menyuarakan stop KDRT, aksi juga mengajak publik untuk mendukung pengesahan RUU PPRT.
Kampanye Stop KDRT di Sejumlah Kota
Para aktivis perempuan muda yang tergabung dalam organisasi Perempuan Mahardhika juga melakukan aksi kampanye pada 24 September 2023 dengan membawa beragam poster yang menyuarakan tentang kedaruratan situasi KDRT di sejumlah kota lain seperti Bandung, Sukabumi, dan Makassar.
Mereka mendesak tanggung jawab pemerintah. Nur Suci Amalia, selaku koordinator Perempuan Mahardhika menyatakan bahwa aksi kampanye ini dilakukan sebagai inisiatif perempuan muda untuk mengajak publik semakin menyadari bahwa KDRT adalah persoalan serius yang mengancam hidup perempuan.
Di Sulawesi Selatan, tercatat kurang lebih 200 kasus KDRT pada tahun 2021 dengan jumlah tertinggi di Makassar. Dan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat di tahun selanjtunya.
Salah seorang perempuan muda, Nelmi yang masih menempuh pendidikan di kampus UNM menyampaikan bahwa KDRT sering dipahami sebagai kekerasan dalam relasi perkawinan saja. Padahal ruang lingkupnya lebih luas dari itu, KDRT juga bisa terjadi pada anak dan juga pada orang yang bekerja di ruang lingkup rumah tangga tersebut.
Aksi yang dilakukan selama kurang lebih dua jam dari pukul 3 hingga 5 sore di depan Menara Phinisi UNM ini berjalan dengan lancar.
Riska Damayanti selaku salah satu inisiator aksi menyatakan bahwa kampanye tentang UU PKDRT ini akan terus berlanjut agar dukungan politik terhadap korban terus ada.
“Salah satu alasan korban mencabut laporan adalah karena minimnya dukungan dari keluarga dan lingkungan terdekat. Kami ingin memperlihatkan bahwa korban tidak sendiri,” ungkapnya.