HRD Syaratkan Cek Sosmed Calon Karyawan? Hati-hati Diskriminasi dan Pelanggaran Privasi 

Tampaknya memeriksa media sosial calon karyawan kini dianggap hal wajar oleh HRD. Pertanyaannya, mengapa hal tersebut sebetulnya bisa berpotensi diskriminatif dan melanggar hak privasi?

Kamu pernah nggak disuruh mengisi alamat akun sosial media (sosmed) saat interview kerja calon karyawan?

Hal ini disebut banyak diterapkan oleh pencari kerja untuk melakukan memeriksa latar belakang (background checking) para pelamar kerja.

Beberapa waktu lalu, salah seorang influencer Human Resources (HRD), Vina Muliana, mengatakan bahwa 80% HRD melakukan background checking kepada pelamar. Hal tersebut diungkapkannya saat talkshow bersama Najwa Shihab. Pembicaraan tersebut berada dalam konteks bahwa ‘apa yang kita lakukan akan berdampak juga pada diri kita’. Potongan dari ucapan Vina tersebut sempat ramai dan mengundang pro kontra dari netizen.

Beberapa pihak berpendapat, apa yang dilakukan di media sosial tidak perlu dijadikan parameter karakter seorang pelamar, karena tidak berhubungan dengan kinerja. Beberapa pihak lain beranggapan bahwa background checking perlu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun, tidak semua praktisi HRD sependapat dengan penggunaan media sosial sebagai alat pemeriksaan. Influencer Human Resources lain di X yaitu akun @hrdbacot misalnya. 

Baca Juga: Gemini Suka Menggoda? Virgo Protes Mulu? Stop Stigma Perempuan Berdasar Zodiak!

Dia mengatakan bahwa mereka sebagai orang HRD tidak pernah melakukan hal tersebut. Hal penting yang perlu dilakukan saat merekrut pekerja adalah memperhatikan CV mereka, hasil psikotes dan checking dari mantan atasan. 

Sementara itu, untuk fresh graduate yang belum pernah bekerja bisa dinilai dari probation atau masa percobaan mereka selama beberapa bulan.

Munculnya ide melakukan background checking bagi calon pekerja adalah karena adanya beberapa kasus pekerja yang pernah terindikasi melakukan pemalsuan ijazah. Ada juga yang ada keterlibatan dalam tindak terorisme ataupun tindak kejahatan lainnya. Hal ini, jika tidak difilter dari awal akan membuat perusahaan mengeluarkan biaya lebih sebagai tindakan penanganan masalah yang berpotensi muncul kemudian.

Pemeriksaan Media Sosial Rentan Diskriminasi

Koordinator Divisi Advokasi SINDIKASI, Bimo Aria Fundrika mengatakan, penggunaan media sosial dalam proses perekrutan rentan terhadap risiko diskriminasi. Terutama untuk calon pekerja dengan berbagai identitas, seperti gender, ras, agama, dan kelompok minoritas. Dia mengingatkan bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia menjamin hak-hak dasar pekerja dan melarang diskriminasi berdasarkan atas dasar apapun.

Tidak hanya itu, Bimo juga merujuk pada upaya untuk meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja

“Beberapa teman-teman juga terus mendorong pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja termasuk perlindungan dari diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatannya” ujarnya.

Baca Juga: 3 Tahun Konvensi ILO 190 Stop Kekerasan di Dunia Kerja, Pemerintah Tak Serius Meratifikasi

Bimo berpendapat dibandingkan dengan manfaatnya, pemeriksaan media sosial lebih banyak disertai dengan penyalahgunaan wewenang. Akhirnya dapat berujung pada diskriminasi.

“Jika khawatir bahwa calon pekerja pernah melakukan tindak kriminal, atau pelaku kekerasan seksual, buat aturan perekrutan dan interview yang lebih terstruktur dan lebih rigid. Alih-alih background checking di medsos, membangun aturan untuk menindak dan menangani pelaku kriminal dan kekerasan seksual jauh lebih penting.”

Kemudian Bimo menambahkan, bisa saja akun identitas yang ada di media sosial tidak ada kaitannya dengan calon pekerja itu. Tidak ada jaminan bahwa akun media sosial yang ditemukan adalah akun kandidat tersebut. 

Sekalipun yakin, bahwa akun tersebut milik kandidat tertentu bukan tidak mungkin banyak informasi yang tercerabut dan dimaknai di luar konteks. Sehingga lagi-lagi, ini akan mengarah pada bias-bias tertentu.

Pelanggaran Privasi

Ketua SINDIKASI Nur Aini menyoroti aspek privasi dalam pemeriksaan media sosial calon karyawan. Meskipun media sosial seperti Instagram dan X memungkinkan pengaturan privasi, perekrut dapat memaksa pelamar untuk membuka profil mereka, yang bisa dianggap sebagai pelanggaran privasi calon pekerja.

“Kondisi ini membuat pekerja dalam relasi kuasa timpang yang membuatnya mau tidak mau membuka media sosial mereka ketika sebelumnya privat. Pemaksaan tersamar itu yang berpotensi menjadi pelanggaran privasi calon pekerja,” tegas Nura.

Ketika ditanya apakah diperlukan pedoman atau regulasi, Nura berpendapat bahwa aturan yang terlalu teknis dalam hal ini mungkin tidak perlu. Dia mengingatkan bahwa calon pekerja memiliki kontrol atas pengaturan privasi di media sosial mereka. 

Baca Juga: Privasi adalah Isu Feminis: Ramai-Ramai Blokir Kominfo

Selain itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang mengatur penggunaan dan pemrosesan data pribadi, yang dapat mencakup isu-isu privasi dalam proses rekrutmen.

“Indonesia telah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur penggunaan, pemrosesan, dan perlindungan data pribadi, yang masih menunggu aturan turunan untuk implementasi. Kita perlu melihat apakah nanti implementasinya bisa juga menyentuh permasalahan privasi dalam kasus rekrutmen ini.”

Pemeriksaan Dapat Dilakukan Saat Wawancara dan Pemeriksaan Referensi

Nur Aini mengusulkan latar belakang calon pekerja dapat diperiksa melalui wawancara dengan orang yang mengenal mereka atau melalui pemeriksaan referensi. Hal tersebut, menurutnya merupakan praktik umum dalam rekrutmen, daripada menggunakan media sosial.

Lalu bagaimana jika ada calon pelamar yang kedapatan mengeluh atau terkesan menjelekkan tempat kerja lamanya di media sosial? Bagaimana seharusnya HRD bersikap?

“Tempat kerjanya yang seharusnya introspeksi mengapa karyawan mengeluh di medsos. Bisa jadi tidak ada saluran keluhan yang transparan dan mudah diakses oleh pekerja untuk menyampaikan keluh-kesahnya di perusahaan tersebut. Keluhan tersebut tidak mengindikasikan bahwa calon pekerja tidak kompeten dalam melakukan pekerjaan, bahkan tidak relevan untuk jadi penilaian kompetensi calon pekerja. Apa salahnya mengeluh di medsos, kesan menjelekkan ini penilaian dari siapa?” imbuh Nura.

Periksa Juga Perusahaan Yang Akan Kamu Lamar

Selain perusahaan yang bisa stalking tentang kamu, kamu pun juga bisa dan sudah seharusnya untuk mencari tahu dulu sebelum memutuskan bekerja di satu tempat. Beberapa hal yang bisa kamu pertimbangkan untuk menilai suatu tempat kerja antara lain:

1. Jam kerja

Penting untuk memiliki batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu pribadi. Jika atasan atau rekan kerja sering menghubungi di luar jam kerja tanpa alasan darurat yang jelas, ini bisa mengganggu keseimbangan waktu dan kehidupan pribadimu.

2. Kontrak kerja yang jelas

Kontrak kerja yang jelas akan membantu menghindari konflik di masa depan dan memberikan keamanan dalam hal penghasilan dan kesejahteraan.

Pastikan untuk membaca dengan cermat setiap klausul dalam kontrak, termasuk ketentuan mengenai masa kerja, jangka waktu kontrak, dan peraturan perusahaan.

3. Turn over karyawan tinggi

Turn over atau tingkat pergantian karyawan yang tinggi dalam suatu perusahaan dapat menjadi indikasi masalah dalam budaya kerja, manajemen, atau kondisi pekerjaan yang kurang baik.

4. Kesempatan untuk mengembangkan diri

Jika tidak bisa mendapatkan informasi tentang apakah karyawan di perusahaan itu diberi kesempatan berkembang atau tidak, kamu bisa mendiskusikannya saat interview. Diskusikan dengan perusahaan tentang rencana pengembangan karier dan peluang untuk belajar dan berkembang di tempat kerja.

Dalam menemukan pekerjaan, sangat wajar jika kedua belah pihak saling mencari tahu satu sama lain agar merasa nyaman. Baik pemberi kerja maupun pencari kerja, keduanya memiliki hak yang sama.

Ika Ariyani

Staf redaksi Konde.co

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular