Perempuan Bisa Menang Dalam Kontestasi Pemilu: Belajar dari Khofifah dan Dewanti Rumpoko

Sejumlah strategi dilakukan oleh para pemimpin perempuan untuk memenangkan kontestasi Pemilu Daerah (Pilkada). Inilah yang dilakukan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Batu, Dewanti Rumpoko.

Pemilu makin dekat, pada 14 Februari 2024 nanti, dilakukan pencoblosan untuk memilih presiden dan parlemen.

Untuk menjadi menjadi pemimpin perempuan yang menang dalam kontestasi politik, perlu untuk melakukan beberapa strategi ekstra yang berbeda dari biasanya. Mengingat usaha perempuan untuk menjadi pemimpin pemerintahan tidak hanya harus mengalahkan calon-calon laki-laki lainnya dalam mendulang suara masyarakat. Tapi perlu untuk mengalahkan konstruksi sosial yang sudah ada selama ini. 

Dengan ini, penulis merangkum beberapa strategi yang dilakukan oleh para pemimpin perempuan di Indonesia. Khususnya pada pemilihan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Batu, Dewanti Rumpoko untuk memenangkan kontestasi politik.

1.     Membangun Jejaring dengan Organisasi Perempuan

Pasca reformasi dengan semangat kebebasan berserikat dan berorganisasi, ini kemudian memunculkan banyak organisasi perempuan. Contohnya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) yang mewadahi 78 organisasi perempuan lintas agama dan etnis (Khofifah, 2002: 49). Begitu juga dengan asosiasi bentukan pemerintah seperti Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang tersebar di seluruh daerah Indonesia. Adanya organisasi-organisasi perempuan ini sebenarnya dapat menjadi modal sosial bagi calon pemimpin perempuan untuk memenangi kontestasi politik. 

Hal ini seperti yang dilakukan Walikota Batu terpilih, Dewanti Rumpoko. Ia memanfaatkan posisinya sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kota Batu dan Penggerak PAUD di Kota Batu. Dengan ini, Dewanti dengan mudah mendulang suara masyarakat, khususnya dari PKK dan PAUD di Kota Batu (Novitasari & Harsanti, 2019: 31). 

Begitu juga dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang memanfaatkan Muslimat NU – organisasi yang pernah ia pimpin – untuk pemenangannya di Jawa Timur (Wulandari dkk, 2022: 42).

Baca Juga: ‘Open Mic’ Perempuan Pemilu: Politisi Sibuk Pasangkan Capres, Tak Ada Tawaran Konkret untuk Perempuan
2.     Mengkampanyekan Program Kesejahteraan Perempuan

Program-program yang berperspektif gender seperti kesejahteraan perempuan dalam rumah tangga merupakan hal yang cukup “menjual” untuk para pemilih, khususnya perempuan.

Hal ini tepat dilakukan oleh calon pemimpin perempuan, karena ada rasa senasib-sepenanggungan dengan perempuan lainnya jika berbicara tentang kesejahteraan keluarga. Lantas simpati pemilih mudah terpantik dan memutuskan memilih calon perempuan. Hal yang berbeda akan dialami calon laki-laki jika berbicara tentang kesejahteraan perempuan dalam rumah tangga, karena dianggap kurang pengetahuan dan sekedar pencitraan semata karena tak tahu-menahu soal ranah domestik.

Ihwal ini dipraktekan langsung oleh Dewanti Rumpoko, Walikota Batu dalam misinya yaitu Nawa Bhakti. Salah dua poinnya membahas kesetaraan gender dalam kepemimpinan dan peningkatan pengetahuan serta peran perempuan desa (Novitasari & Harsanti, 2019: 34). 

Tak berbeda, Khofifah, Gubernur Jawa Timur lewat Nawa Bhakti Satya, menawarkan Program Keluarga Harapan Plus untuk perempuan kepala keluarga rentan, disabilitas, dan lansia terlantar. 

3.     Membangun Karir di Partai Politik 

Partai politik merupakan lembaga yang menjadi kendaraan bagi para warga negara agar dapat mengelola sumber daya negara dengan menjadi pemimpin daerah maupun menjadi pengawas seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh karena itu, partai politik sangat krusial dalam mendorong perempuan agar dapat menempati posisi-posisi strategis dalam partai seperti jabatan ketua dan sekretaris agar dapat memutuskan banyak hal dalam partai.

Posisi partai juga menguntungkan jika seorang perempuan terjun ke dunia kontestasi politik. Karena secara otomatis memberikan pengakuan terhadap kapasitas perempuan tersebut sehingga pantas menjadi pemimpin politik seperti kepala daerah. 

Hal ini seperti yang dialami oleh Khofifah, Gubernur Jawa Timur. Ia telah menjadi Pimpinan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI pada tahun 1992-1997 dan Sekretaris Fraksi PKB tahun 1999. Jabatan partai ini, menjadi modalnya dalam membangun karir politik sampai menjadi Gubernur Jawa Timur saat ini.

Baca Juga: ‘Infobesity’ Rentan Terjadi Pada Pemilih Pemula Menjelang Pemilu 2024
Beberapa Catatan 

Terjunnya perempuan dalam ranah politik dengan menjadi pemimpin pemerintahan merupakan hal yang penting untuk menciptakan kebijakan yang ramah gender dan tidak diskriminatif terhadap perempuan. 

Namun, konstruksi sosial masyarakat membuat perempuan harus berusaha ekstra dalam mencapai kemenangan dalam kontestasi politik. Hal ini bisa dilalui tiga strategi. Yaitu membangun jejaring dengan organisasi perempuan, mengkampanyekan program kesejahteraan perempuan, dan membangun karir di partai politik

Meski demikian, kemenangan seorang pemimpin perempuan tak ayal dapat membentuk kebijakan yang berpihak terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan banyak pemimpin perempuan yang naik ke puncak karir politiknya atas dorongan suami dan ayahnya, sehingga masih bias terhadap nama dan kepentingan laki-laki dibalik dirinya tersebut. 

Contohnya seperti Wali Kota Batu, Dewanti yang merupakan istri dari Eddy Rumpoko, Walikota Batu sebelumnya. Maka hal yang perlu dilakukan adalah mendorong pemimpin perempuan yang memang mempunyai keberpihakan terhadap perempuan itu sendiri.

Pemilu Makin Dekat, Perempuan Mari Bergegas

Meriahnya kontestasi politik di tahun 2024 menyisihkan problematika mengenai partisipasi perempuan dalam belantika perpolitikan tanah air. Hal ini dikarenakan Indonesia masih terjebak dalam konstruksi masyarakat yang menempatkan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. 

Apalagi pada masa kolonial, di mana perempuan nusantara dibatasi hak-haknya untuk memperoleh pendidikan. Kita bisa lihat bagaimana kisah Kartini dalam memperjuangkan hak tersebut guna menciptakan generasi perempuan Indonesia yang berpendidikan agar lepas dari cengkraman penjajah. Konstruksi sosial yang tercipta terhadap perempuan ini membuatnya terbelenggu untuk melakukan aktivitas-aktivitas politik demi memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan perempuan (Gusmansyah, 2019: 156).

Politik sendiri pada hakekatnya adalah upaya untuk merebut peran kekuasaan serta akses dan kontrol dalam pengambilan keputusan serta kebijakan publik. Ketika masih didominasi oleh laki-laki, maka sangat sulit untuk mengharapkan terciptanya peraturan dan kebijakan yang ramah akan perempuan dan memperhatikan kesejahteraan perempuan.

Baca Juga: 5 Hal tentang Pemilu Indonesia 2024, Disebut Pesta Demokrasi Terbesar di Dunia

Meskipun UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 55 mengamanatkan keterwakilan perempuan harus mencapai angka 30% dalam daftar calon legislatif. Namun tingkat keterpilihannya masih belum menyentuh angka tersebut (Wahyudi, 2018: 65). Maka dari itu, perempuan harus turut serta dalam bidang politik, bahkan menjadi pemimpin politik. Guna menciptakan kesetaraan gender dalam proses pengambilan keputusan dan upaya kontrol terhadap kekuasaan.

Seorang perempuan seharusnya mudah memperoleh kursi kepemimpinan pemerintahan seperti laki-laki. Namun karena masih terjerat dalam belenggu stereotip dan konstruksi sosial yang menggaris-batasi peran perempuan semata pada ranah domestik, maka ini kemudian membuat lembaga kepartaian di Indonesia saat ini yang cenderung masih patriarkis dan pragmatis. Sehingga banyak orang yang lebih memilih menjagokan pemimpin laki-laki yang lebih mudah mendulang suara. Daripada mengusahakan kesetaraan gender yang mungkin tidak terlalu menguntungkan secara elektoral.

(Sumber foto: NU online)

Gratio Ignatius Sani Beribe

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Sekarang sedang berproses di LPM Perspektif. Minat dengan isu gender karena merasa menjadi korban dari patriarki juga.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!