single mom

‘Rasanya Lelah Akut’: Beban Single Mom yang Miliki Anak Autis

Menjadi single mom bukan perkara mudah, bukan hanya tak memiliki partner untuk berbagi beban dan tanggung jawab tapi juga tak memiliki tempat untuk melepas beban, terlebih jika memiliki anak dengan autisme.

Sinta, bukan nama sebenarnya,  sudah menjadi single mom sejak 2012 lalu akibat cerai. Sinta bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan periklanan di Jakarta. 

Saat itu dua anak Sinta yang sulung berusia 7 Tahun dan yang bungsu 2,5 tahun. Sinta baru menyadari putra keduanya menderita Autisme Spectrum Disorder (ASD).

ASD adalah kecenderungan perkembangan saraf serta sensor motorik mengalami masalah dan berdampak pada beberapa aspek, terutama aspek psikis dan perilaku. ASD umumnya dialami sejak dini sehingga tidak sedikit anak-anak yang mengalami autisme. Gejala ASD bisa semakin berkembang hingga usia dewasa bahkan bisa seumur hidup.

Penyandang autisme jenis ini juga mungkin akan memiliki kendala saat belajar. Keterampilan mereka mungkin berkembang tidak merata. Misalnya ketika penyandang autisme memiliki kesulitan berkomunikasi, bisa saja sangat pandai dalam seni, musik, memori, hingga matematika.  

Sudah bukan rahasia lagi, single mom pekerja yang memiliki anak autisme harus menanggung derita ketika tak ada orang yang tak peduli atau tak memiliki support sistem yang membantunya agar tetap waras menjadi ibu dan juga sebagai pekerja.

Baca juga: Perjuangan Anak Perempuan Autis

Awalnya Sinta sedih dan terpukul mendengar putra bungsunya didiagnosa menderita ASD, akan tetapi dirinya merasa hal itu salah satu ketetapan Tuhan yang harus ia terima dan ia harus mengambil hikmah dari kenyataan yang harus ditelannya. 

“Rasanya hati tidak karuan tapi semua terjadi yang dijalani dan dinikmati saja, lebih menjalani apa yang sudah menjadi jalan hidup yang harus diterima, ketika pasrah dan ikhlas justru malah bisa melangkah lebih ringan,” katanya kepada Konde.co (24/2).

Sinta mengatakan, putra bungsunya tidak dapat berbicara hingga usia 5 tahun, itupun baru mengucap kata “Mama”, hal ini membuat Sinta tak tinggal diam. 

Ia mencarikan pengobatan dan terapi yang tepat bagi anaknya, meski dirinya sebenarnya tak sanggup dengan biaya yang harus ia tanggung.

”Ini bukan hal yang mudah apalagi harus menanggung sendiri semua biaya, terasa berat terutama bagi anak bungsu saya yang membutuhkan perawatan khusus,” jelasnya.

Baca juga: Kisahku Membesarkan Anak Bertubuh Mini: She Is Special and Limited Edition

Tak mudah menjadi seperti Sinta, perceraian bagi Sinta bukannya ada harta gono gini tapi justru harus menanggung hutang menumpuk, sebab mantan suami Sinta justru pergi meninggalkan utang yang luar biasa banyak, terpaksa Sinta mencari jalan keluar dengan bekerja di luar negeri dan meninggalkan kedua putranya bersama orangtua. 

“Usai perceraian, hidup mulai dari awal, tidak ada uang, yang ada hutang, gaji besar pasak daripada tiang, tapi tanpa di duga ada tawaran kerja ke Thailand dari salah satu temen , akhirnya bekerjalah disana selama 9 bulan, dapet gaji lumayan besar, setidaknya bisa bisa bayar utang,” beber dia.

Orangtua, kata Sinta menyuruhnya pulang usai dirinya berhasil membayar utang mantan suami.

Akhirnya dirinya kembali ke Indonesia sebab putra bungsunya butuh perhatian ekstra sebab berkebutuhan khusus.

”Alhamdulillahnya saya dikelilingi keluarga dan teman-teman yang baik , yang selalu support baik moril maupun materi, sehingga anak saya bisa menjalani terapi,” ucap dia.

Baca juga: Kebun Roti Siane

Sinta mengungkap waktu dan tenaganya kerap terkuras untuk terapi, belum lagi waktu yang harus ia bagi untuk bekerja dan mendidik anak.

”Saya bersyukur Allah memberikan nikmat Kesehatan yang luar biasa pada saya, jika tidak bisa menjaga Kesehatan bisa ambruk, sebab putra saya sayang impulsive, hiperaktif, jika tantrum di depan umum, rasanya urat malu saya mau putus, tapi seiring dengan waktu dan bertambahnya umur anak saya semakin bisa diarahkan di sekolah meskipun harus di treatment emosinya,” jelas Sinta.

Di balik kelelahan akutnya, Sinta tetap mengucap syukur sebab pengertian dari berbagai pihak, dari keluarga, sekolah putranya hingga kantor tempat Sinta bekerja. 

“Semua memahami kondisi saya, akan tetapi saya di tempat kerja tetap memberikan kerja yang maksimal,” cetusnya.

Sinta merasa bahagia dengan banyak perubahan dalam perkembangan putra bungsunya.

”Alhamdulillah putra saya semakin membaik, saya berdoa semoga bisa melewat semua masa sulit,”ungkapnya.

Pentingnya Support System untuk Single Mom

Founder Organisasi Save Janda, Mutiara Proehoeman mengungkap fakta menyakitkan soal janda dengan anak penyandang autisme, ia mengungkap  single mom yang memiliki anak dengan autisme jauh lebih mudah stress dan frustasi. 

“Anak dengan autisme membutuhkan perawatan yang lebih dengan biaya yang tidak murah, ditambah jika yang dimiliki ibu tunggal, beban ibu tunggal menjadi sangat berat dan sangat mudah mengalami stress atau frustasi ditambah tidak ada dukungan dari pasangan karena cerai hidup atau cerai mati,” jelasnya kepada Konde.co.

Mutiara menyarankan agar single mom yang memiliki anak dengan autisme memiliki tempat berkeluh kesah dan bertukar cerita, misalnya mengikuti komunitas yang saling mendukung juga keluarga yang bisa menjadi support system.

”Bercerita dan berkeluh kesah juga bisa meringankan beban di dalam hati, single mom dengan anak penyandang autism kerap menghadapi depresi dan kelelahan akut, orang yang suportif seperti keluarga dan komunitas bisa membantu menghilangkan rasa Lelah dan menghadirkan rasa senang,” katanya.

“Jika merasa suntuk, curhat dengan orang terdekat, lakukan journaling, untuk menjaga kewarasan bagi single mom karena tidak ada suami bisa berdaya, berpikir untuk tetap waras menjaga anak-anak, supaya kejiwaan juga tetap terjaga,” lanjutnya.

Baca juga: Usiaku 40 Tahun dan Single Mother, Aku Ditolak Kerja karena Terlalu Tua

Untuk single mom yang bekerja, kata Mutiara, memerlukan keluarga yang bisa membantu untuk menjaga sang anak.

”Memiliki karir yang baik juga menghasilkan kondisi ekonomi yang lebih baik, maka keluarga harus bisa membantu dengan cara mau juga terlibat dalam pengasuhan anak dari single mom agar fokus bekerja dan menghasilkan uang untuk hidup dirinya dan anaknya,” jelas dia.

Jika tidak memiliki ekonomi yang cukup, misalnya tidak memiliki pekerjaan yang stabil, single mom dengan anak autisme bisa mengajukan jaminan sosial yang diadakan pemerintah seperti BPJS untuk terapi anaknya di tempat yang disediakan pemerintah.

Sayangnya, lanjut Mutiara, banyak single mom yang bermasalah terkait administrasi, untuk mengurus BPJS sulit.

”Saya menyarankan agar single mom mengurus administrasinya dengan baik, hal ini bisa jadi penghambat pengajuan jaring pengaman sosial juga,” jelasnya.

Bagi single mom tidak memiliki keluarga yang bisa mensupport, maka alternatif lain, kata Mutiara bisa menggunakan jasa penitipan anak yang disediakan di kantornya atau mungkin membayar daycare.

Mutiara menegaskan, pemerintah sudah seharusnya punya andil dalam penyediaan fasilitas Kesehatan bagi single mom yang tidak mampu. Agar harapan hidup rakyat Indonesia meningkat.

”Pemerintah harus peduli, ini tugas pemerintah untuk memberikan fasilitas, memberi keringanan pada single mom dengan anak autis, misalnya menyediakan day care gratis atau day care murah yang bisa dijangkau warga dengan ekonomi yang lemah,” pungkasnya.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!