FFI Apresiasi Film Indonesia yang Semakin Baik, Kenapa Ini Penting

Berbagai festival film yang ada di nasional maupun internasional termasuk FFI 2023 penting untuk mendorong peningkatan kualitas perfilman. Selain juga, jadi sarana promosi hingga edukasi bagi masyarakat.

Malam anugerah Festival Film Indonesia (FFI) baru saja digelar 14 November 2023 kemarin. Sebelum FFI, Madani Film Festival digelar pada 7-12 Oktober 2023. Festival yang bertajuk Celebrating Muslim Diversity ini, dibuka dengan pemutaran Restoring Solidarity.

Itu merupakan koleksi 20 film dokumenter 16mm dari berbagai negara yang ditemukan di Jepang yang merekam perjuangan rakyat Palestina sejak dulu hingga sekarang. Sehingga, menunjukkan solidaritas dunia terhadap Palestina yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat geografis dan agama.

Dua minggu setelah Madani Film Festival, Jakarta Film Week diselenggarakan untuk ketiga kalinya pada tanggal 25 sampai 29 Oktober 2023. Dalam ajang ini, film Budi Pekerti yang masuk dalam daftar nominasi film terbaik di FFI 2023 diputar pertama kali untuk umum.

Beberapa festival film yang baru muncul juga mendapatkan perhatian dari para penikmat film di kota-kota besar. Salah satunya adalah Jakarta World Cinema Week yang hadir menayangkan sejumlah film yang telah meraih penghargaan bergensi dari beberapa negara pada 11-19 November 2023.

Para wartawan hiburan juga ikut menunjukan apresiasi terhadap film-film karya sineas Indonesia. Mereka menggelar Festival Film Wartawan Indonesia 2023 pada akhir bulan Oktober lalu.

Baca Juga: Perfilman Indonesia Makin Disukai, Sudahkah Sineas Kecil Diakui?

Tak hanya di kota besar, festival film juga diselenggarakan di kota-kota kecil. Salah satunya adalah Festival Film Purbalingga yang diselenggarakan pada bulan Juli lalu. Festival itu diikuti oleh pelajar Sekolah Menengah Atas dan sederajat di wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara dan Kebumen (Banyumas Raya), Jawa Tengah.

Festival ini memiliki ciri khas yaitu memutar film ke desa-desa di Banyumas Raya secara bergiliran dengan model “layar tanjleb” atau layar tancap.

Sementara itu, salah satu festival ‘veteran’ yaitu Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) akan kembali digelar nanti. Yaitu pada akhir November hingga awal Desember 2023 nanti. Menyusul kemudian Festival Film Dokumenter pada tanggal 3-8 Desember. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bahkan menyelenggarakan Festival Film Bulanan. Setiap bulannya akan menyeleksi dan memilih dua film pendek terbaik berdasar zonasi, baik film fiksi maupun dokumenter, yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia.

Namun, apakah maraknya festival film termasuk FFI ini berbanding lurus dengan semakin berkualitasnya film-film Indonesia?

Forum apresiasi

Penyelenggaraan festival, betapapun maraknya, memang tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas perfilman secara menyeluruh. Ini dikarenakan festival film lebih berfungsi sebagai media promosi dan distribusi film. Serta juga melayani kepentingan berbagai pemangku kepentingan daripada ajang peningkatan kualitas film.

Meski demikian, seperti buku Direktori Festival Film Dunia dan Indonesia yang disusun oleh oleh Komite Film Dewan Kesenian Jakarta & Coordination for Film Festival in Indonesia (COFFIE). Mereka menyebutkan bahwa kegiatan utama festival-festival di Indonesia adalah apresiasi terhadap karya-karya yang telah dibuat. Sehingga semakin semarak suatu festival, semakin berkembang pula apresiasi terhadap film.

Artinya, jika festival memberikan penghargaan yang kompetitif. Seperti pada FFI, Minikino Film Week, Festival Film Bandung dan beberapa festival lainnya, maka apresiasi secara mutu juga meningkat.

Terlebih jika film-film yang diikutkan pada festival tersebut dikurasi secara baik. Hal ini akan mendorong para pembuat film untuk berlomba-lomba membuat film yang tidak hanya mengedepankan aspek popularitas tetapi juga aspek kualitas, baik secara tema maupun estetika (keindahan).

Manfaat festival film seperti FFI bagi publik juga semakin terlihat ketika penyelenggara festival memfasilitasi pertemuan-pertemuan antarpenonton film, antarpembuat film, dan antarpegiat film maupun antara penonton, praktisi, dan akademisi film.

Pertemuan-pertemuan yang terselenggara dalam banyak bentuk mulai dari sekedar ngobrol santai, diskusi serius, maupun sesi tanya jawab pascapemutaran film ini pada gilirannya akan mampu menumbuhkan ekosistem perfilman yang sehat yang mendukung tumbuhnya film-film berkualitas.

Hal ini terlihat dari, misalnya, dalam perbincangan informal beberapa sineas lintas negara di Madani Film Festival 2023, muncul kemungkinan untuk melakukan produksi bersama. Selain itu, saat saya mengikuti acara tanya jawab setelah pemutaran salah satu film di JAFF 2022, muncul gagasan dari pembuat film untuk membuat film dengan tema yang dimunculkan oleh salah penanya.

Ruang literasi

Ajang festival film juga kerap memiliki kegiatan-kegiatan pendukung. Tujuannya, dapat meningkatkan literasi dan edukasi atas film seperti diskusi, lokakarya, seminar, dan pameran, serta master class oleh pakar dan praktisi perfilman.

Misalnya saja, Jakarta Film Week 2023, menyelenggarakan master class. Yaitu, berupa kelas akting yang diasuh oleh aktris senior Christine Hakim.

Sementara itu, Madani Film Festival mengadakan sejumlah diskusi tentang perfilman dan umat Muslim. Pada tahun 2022, JAFF juga menyelenggarakan beberapa diskusi, termasuk membahas buku Memaksa Ibu Menjadi Hantu.

Kegiatan-kegiatan tersebut jelas akan berdampak pada tersebarnya pengetahuan tentang film. Baik di kalangan awam maupun praktisi perfilman itu sendiri. Salah satu kegiatan master class yang diselenggarakan pada Madani Film Festival tahun 2022, misalnya, mampu membuka pengetahuan kepada para peserta tentang bagaimana proses kreatif pembuatan Ms. Marvel, film serial Marvel pertama yang menampilkan pahlawan super dari umat Muslim.

Tak ketinggalan, Festival Film Purbalingga 2023 melangsungkan diskusi tentang sosok dan karya dari almarhum Insan Indah Pribadi. Dia adalah seorang pegiat dan pembuat film dari Cilacap, Jawa Barat. Acara ini secara tidak langsung mengedukasi penonton tentang pentingnya membuat film berbasis lokalitas.

Jakarta Film Week 2023 juga mengadakan kegiatan-kegiatan diskusi. Salah satunya adalah Festival Talks. Pada acara ini, para pembicara, yang merupakan para direktur festival film dari berbagai negara, berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan festival film di negara mereka masing-masing.

Medium refleksi dan inspirasi

Pegiat film maupun pelaksana festival di Indonesia bisa menggunakan festival film sebagai medium inspirasi dan refleksi. Terutama dengan melihat antusiasme penonton dan keberhasilan film Indonesia di festival-festival internasional.

Ekky Imanjaya mencatat, pada tahun 2022, film Indonesia bukan hanya pulih dari situasi pandemi. Namun, mencetak rekor terutama dari segi jumlah penonton.

Beberapa film Indonesia juga semakin mendapatkan perhatian dari dunia internasional. Bahkan, mendapatkan penghargaan-penghargaan bergengsi. Misalnya film garapan sutradara Edwin Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang mendapatkan penghargaan Golden Leopard pada Locarno International Film Festival tahun 2021.

Pada tahun yang sama, film Yuni karya Kamila Andini memenangkan Platform Prize di Toronto International Film Festival. Sutradara yang sama juga membuat film Before, Now, and Then yang menjadi film terbaik pada ajang Asia Pacific Screen Award di tahun 2022.

Bukan hanya film cerita panjang, film cerita pendek pun mendapatkan pengakuan internasional. Hal ini terbukti dari kemenangan film Laut Memanggilku yang memenangkan Sonje Awards pada Busan International Film Festival pada tahun 2021.

Harapannya, dengan semakin maraknya festival film di Indonesia yang memberikan forum apresiasi. Juga sebagai ruang literasi serta medium refleksi dan inspirasi, semakin meningkat pula kualitas perfilman Indonesia. Mungkin tidak secara langsung tapi setidaknya mengarah ke sana.

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

(Sumber Gambar: IG Festival Film Indonesia)

Hariyadi

Associate professor, Universitas Jenderal Soedirman
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!