‘Korban Tapi Dipenjara’ Perempuan yang Dituduh Lecehkan Anak di Jambi Ajukan Banding

Para aktivis dan lembaga bantuan hukum kini terus memperjuangkan keadilan bagi YSA, perempuan yang dituduh melecehkan anak-anak di Jambi. Mereka mengajukan banding usai vonis 11 tahun dan denda Rp 1 miliar yang justru dijatuhkan pada YSA yang dugaannya justru jadi korban perkosaan.

Majelis Hakim PN Jambi baru saja menjatuhkan vonis 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar terhadap YSA (21). Dia adalah perempuan pemilik rental playstation (PS) asal Jambi yang mengaku diperkosa sekaligus dituduh melecehkan anak-anak, beberapa waktu lalu. 

Ibu dengan bayi di bawah usia 3 tahun itu, dinyatakan bersalah karena dianggap melakukan tindak pidana. “Dengan sengaja membujuk anak melakukan perbuatan cabul yang dilakukan beberapa kali secara terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan,” ujar Ketua Majelis Hakim Alex Tahi Mangatur di PN Jambi dalam pernyataan resmi tim Kuasa Hukum YSA yang diterima Konde.co

Ranti, Kuasa Hukum YSA, mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan proses banding atas putusan itu. Ia mengajukan dalil-dalil pembelaan untuk membatalkan putusan PN Jambi No 276/Pid.Sus/2023/PN Jmb. 

Pihaknya berharap, YSA agar dibebaskan dari semua dakwaan dan atau tuntutan JPU, hingga pemulihan kembali YSA dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, melakukan rehabilitasi psikologis dan rehabilitasi sosial.

“Sekarang kita sudah banding. Poin-poin kita hanya bisa melakukan bantahan pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim, yang kita anggap aneh,” ujar Ranti dalam diskusi publik ‘Unfair Trial terhadap YSA Korban Kekerasan Seksual’ yang dihadiri Konde.co, Selasa (31/10). 

Beberapa hal yang jadi sorotannya untuk proses banding seperti s0al tidak cukupnya pembuktian dalam putusan. Sebab hanya ada 1 keterangan saksi anak yang disumpah, namun tidak dikuatkan dengan pemeriksaan psikologis anak. 

Di sisi lain, pihaknya juga akan memperkuat pada alat bukti dan saksi kunci. Selain itu, juga bantahan terhadap keterangan yang tidak konsisten dari anak-anak yang menuduh YSA pelaku pelecehan. 

“Ada pula fakta di persidangan yg tidak bisa dibantahkan, bahwa benar adanya pertemuan, ada proses negosiasi agar kasus ini jangan sampai kepolisian yaitu ditawarkan orang tua dari anak-anak, tapi YSA tidak mau. seharusnya kita melihat siapa pelaku dan siapa korban,” katanya. 

Kekecewaan Keluarga dan Situasi YSA Kini

Meri Sagita, kakak YSA, bersuara usai vonis yang dijatuhkan terhadap adiknya. Dia menyampaikan kekecewaan pihak keluarga terhadap Majelis Hakim yang justru memenjara YSA yang justru adalah korban. 

“Majelis hakim sama sekali tidak memberi keadilan untuk YSA. Kami sudah banyak melakukan perjuangan untuk membebaskan YSA,” ujar Meri. 

Dari awal kasus itu terjadi, Meri menjelaskan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya menuntut keadilan. Mulai dari pra-peradilan, meminta bantuan Komnas Perempuan, hingga mendatangkan ahli-ahli sebagai pertimbangan Hakim. 

Sejak saat itu hingga kini, Meri mengungkap, kedua orang tuanya sering sakit-sakitan. Sebab memikirkan kondisi YSA yang harus dipenjara karena tuduhan pelecehan seksual yang dilakukannya. Padahal, menurut pengakuan YSA, dialah yang justru jadi korban perkosaan. 

“Anaknya (YSA) juga harus putus ASI. Tiap malam selalu nangis, kadang kebangun tiap malam cuma manggil-manggil nama ibunya. Dan itu juga menjadi tekanan bagi ibunya (YSA) di rumah. Dan YSA juga di penjara tiap malam selalu nangis, nangis mikirin anak, dan nangis karena gak terima, dia korban tapi kenapa dia yang harus di penjara,” cerita Meri.  

Usai vonis itu, kondisi YSA kini dikatakan juga makin terpuruk. Dia harus menjalani hukuman penjara saat anaknya masih di usia balita. Saat kasus itu terjadi, anak YSA kala itu masih berusia 7 bulan. 

Tim pendamping kini masih proses mencari psikolog untuk melakukan penguatan. Pun untuk keluarga YSA yang juga tengah dicarikan pendampingan psikologis karena juga mengalami tekanan.

Kronologi Kasus dan Sederet Kejanggalan

Pada sekitar Februari 2023 lalu, kasus YSA ini sempat membikin geger jagat dunia maya. Banyak disebutkan dalam pemberitaan, ada perempuan penjaga playstation (PS), yang diduga melecehkan 17 anak di Jambi. Pada saat itu, narasi pemberitaan banyak yang menyorot soal YSA yang jadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak. 

Dia juga dikatakan memaksa anak laki-laki menyentuh payudara hingga bagian intim lain dan memaksa anak perempuan untuk menonton film dewasa sambil melihat YSA dan suaminya berhubungan seksual. Hingga usaha rental miliknya juga diduga sebagai modus “mencari mangsa” dari hasratnya yang tak wajar. 

Framing YSA sebagai pelaku ini bermula dari adanya laporan 17 orang anak beserta orang tuanya ke Polda Jambi yang membawa serta wartawan untuk menaikkan kasus ini.

“Pas kejadian, setelah anak-anak tersebut dan orang tuanya berkumpul di rumah pak RT, YSA melapor dahulu ke Polresta Jambi. Kemudian setelah YSA, anak-anak dan orangtua mereka melapor juga ke Polda Jambi dengan membawa wartawan. Berita langsung viral pada hari itu,” terang Direktur Beranda Perempuan, Ida Zubaidah. 

Pemberitaan media juga ditambah oleh pernyataan suami YSA yang menyatakan bahwa YSA memiliki hasrat seksual yang berlebihan. Padahal hal ini belum dibuktikan kebenarannya dan berada di luar konteks. Hal ini makin menambah stigma kepada YSA.

Baca Juga: ‘Korban Tapi Dituduh Pelaku’ Ini Kisah Perempuan Yang Dituduh Lecehkan Anak-anak di Jambi

Pada Rabu, 26 Juli 2023, Konde.co datang dalam konferensi pers dari sejumlah lembaga bantuan hukum dan aktivis pendamping YSA secara daring. Mereka yang hadir di antaranya Beranda Perempuan, LBH Padang, LBH Riau, Kuasa Hukum, kakak, dan tim independen dari Komnas Perempuan yang juga turut mendampingi kasus itu. 

Para aktivis dan pembela hukum ini memunculkan narasi baru yang menyatakan bahwa YSA adalah korban. Ia adalah perempuan korban kekerasan secara berlapis. Termasuk kekerasan seksual yang terjadi di rumah tangganya hingga adanya kejadian ini. 

Sederet kejanggalan pun terungkap ke permukaan. Beberapa hal itu seperti keluarnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) atas laporan YSA sebagai korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh 8 anak. 

Sebelum pelaporan anak-anak ke pihak kepolisian, sebetulnya YSA sudah terlebih dahulu melaporkan sebagai korban kekerasan seksual. Pada jumat, 3 Februari 2023,  YSA sempat melayangkan laporan ke Polres Kota Jambi karena telah diperkosa dan dilecehkan oleh delapan anak berumur 8-15 tahun di rumahnya. Kemudian, laporan tersebut dihentikan penyidikannya dengan alasan tidak adanya bukti untuk melanjutkan. 

Kejanggalan selanjutnya adalah pernyataan dari Kapolresta Jambi, Kombes Eko Wahyudi, Jumat (10/3/2023) yang mengatakan bahwa YSA memiliki libido yang tinggi (hiperseks). Pernyataan ini berasal dari keterangan suami YSA sendiri. Padahal setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan di RSJD Jambi, hasilnya YSA dinyatakan baik-baik saja. 

Kemudian, perlakuan yang diterima YSA seperti mendapat stigma dari pemberitaan yang beredar. Pemberitaan itu terlanjur ramai dengan memframing YSA sebagai pelaku. Saat proses hukum, YSA pun tidak mendapatkan pendampingan sesuai amanat UU TPKS.

“Situasi yang dihadapinya banyak yang mengekspos YSA sebagai pelaku sehingga mempengaruhi kita dalam proses pendampingan,” jelas Ida. 

Ida menjelaskan kepada awak media bahwasannya sejak awal proses hukum juga sangat diskriminatif.

“Saat meminta bantuan pemerintah untuk bantuan psikologis, mereka mengatakan tidak mungkin anak-anak berbohong. Pendampingan hanya diberikan untuk anak tapi YSA tidak didampingi,” katanya.

Korban dari Kekerasan Berlapis

Ida dari Beranda Perempuan, kembali menjelaskan bagaimana sebenarnya situasi kehidupan YSA dan anak-anak tersebut. YSA maupun anak-anak tersebut sebetulnya berasal dari kelompok rentan. NT sendiri berasal dari keluarga miskin. Sementara, lingkungan YSA dan anak-anak termasuk kawasan rentan kekerasan seksual.

Wilayah YSA berada adalah tak jauh dari TKP kematian bocah 3 tahun yang jadi korban kekerasan seksual yang ramai pada tahun 2022 lalu. Dia hilang selama beberapa hari dan ditemukan meninggal dunia di septic tank. “Hingga saat ini tidak ada kejelasan kasus ini,” kata Ida.  

YSA sendiri tidak mendapat dukungan dan perlindungan dari suami saat menghadapi proses hukum. Bahkan, dia justru adalah korban kekerasan seksual suaminya. Suami YSA pernah melakukan kekerasan seksual paska YSA melahirkan. 

Dia sempat mengadu ke ibunya perihal hal itu dan meminta cerai. Namun, Ia diminta berdamai. 

Sebagai gambaran juga, YSA adalah warga pendatang yang tinggal di rumah suaminya. Sementara, anak-anak yang terlibat kasus ini adalah pengamen dan anak jalanan, usia mereka 10-16 tahun. YSA sehari-harinya menjual jajanan dan menyewakan PlayStation. Kondisi inilah yang membuat anak-anak tersebut sering berinteraksi dengan YSA.

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!