Film La Luna

Film ‘La Luna’ Saat Toko Lingerie Jadi Ruang Aman Perempuan Korban Kekerasan 

Film bergenre komedi asal Malaysia La Luna (2023) ini ciamik menyoroti isu agama yang sensitif, perjuangan keadilan gender dan ruang aman bagi perempuan korban kekerasan.

Begitu mulai tayang di bioskop, saya penasaran untuk menonton film La Luna (2023). Saya pun mendatangi salah satu bioskop di kawasan Jakarta. Tak sama dengan La Luna yang rilis tahun 1979 asal Amerika Serikat, La Luna (2023) yang saya tonton ini dari negeri tetangga, Malaysia. 

Walau tak mengerti bahasa Malaysia, beruntungnya terdapat terjemahan Bahasa Indonesia di film ini. Jadi, para penonton seperti Saya ini bisa dengan mudah memahami dialog antar tokoh. 

Bukan cuma dari negara yang berbeda, rupanya La Luna (2023) dengan La Luna (1979) juga punya genre dan isu berbeda. Film La Luna (1979) menceritakan mengenai drama keluarga yang complicated. Sedangkan La Luna (2023) bergenre komedi. 

Bergenre komedi, film garapan sutradara Raihan Halim ini sebetulnya punya kesan dalam. Ia menyuarakan isu keadilan gender di bawah kepemimpinan yang diktator. Perjuangannya dimulai dari sebuah toko lingerie

Saat Kebebasan Ekspresi Perempuan Dibatasi 

Kisah La Luna sendiri berlatar belakang di sebuah desa Kampung Bras Basah, sebuah desa yang memiliki aturan agama Islam yang konservatif dan sangat ketat. Masyarakat di desa tersebut pun terkesan memiliki kehidupan tak bernyawa dan sangat kaku. 

Datuk Hassan, selaku kepala agama desa membenci perubahan. Bagi warganya, ia dikenal kolot dan membatasi gerak-gerik warga yang dianggapnya perbuatan berdosa. Tertinggalnya desa itu terlihat dari penyensoran ketat terhadap budaya luar, seperti majalah atau foto-foto bergambar perempuan tak berjilbab. 

Saya dan para penonton tertawa ketika melihat foto-foto yang beredar tanpa sensor sehingga rambut perempuan dalam foto-foto tersebut ditutupi goresan spidol. “Film ini menarik,” pikirku. 

Tidak tanggung-tanggung, Datuk Hassan juga memaksa Ustad Fauzi, selaku tokoh agama di desa tersebut untuk memberikan ceramah yang sesuai dengan pemikiran Datuk Hassan. 

Namun, semuanya berubah ketika perempuan bernama Hanie Abdullah datang berencana merenovasi rumah mendiang kakeknya menjadi toko pakaian dalam perempuan yang diberi nama La Luna. Kedatangan Hanie disambut dengan canggung oleh warga setempat.

Baca Juga: ‘Jatuh Cinta Seperti di Film-Film’ Mungkin Cinta Tidak Harus Memiliki

Meski mendapat penolakan dari warga desa setempat, Hanie Abdullah mendapat dukungan dari Salihin, seorang polisi desa setempat yang berstatus duda dan anaknya Azura. Bahkan Azura ikut membantu Hannie Abdullah dengan bekerja di toko milik Hannie tersebut. 

La Luna kemudian resmi dibuka usai renovasi rampung dikerjakan. Toko yang bertuliskan “Kaum Adam Dilarang Masuk” pelan-pelan memikat perhatian warga setempat.

Hingga kemudian, sebuah peristiwa terjadi ketika seorang ibu membeli pakaian dalam untuk menarik perhatian suaminya. Kemudian, Hanie memberikan lingerie gratis untuk ibu tersebut. 

Sejak saat itu, para perempuan Kampung Bras Basah beramai-ramai membeli pakaian dalam di sana. Mereka menganggap produk pakaian dalam dari La Luna dapat menjaga keharmonisan rumah tangga. 

Desa itu lantas menjadi hidup dan penuh kehebohan berkat La Luna. Tempat itu telah menjadi ruang bagi para perempuan di Desa itu untuk berekspresi. 

Melihat perubahan itu, Datuk Hassan tidak senang. Ia bahkan meminta Ustad Fauzi membuat ceramah yang menyindir Hannie. Ia juga membuat petisi untuk para suami yang ada di Desa Kampung Bras Basah untuk menutup toko La Luna.

‘La Luna’ Jadi Ruang Aman Perempuan Korban KDRT

Konflik bertambah, saat Mariam atau yang biasa dipanggil Yam mengalami KDRT dari suaminya yang bernama Pa’at. Pada malam hari, Hannie dikejutkan dengan Yam yang menerobos masuk ke La Luna untuk meminta perlindungan karena ia mengalami kekerasan fisik lagi dari suaminya.

Pa’at pun ditangkap oleh Pak Salihin dan dibawa ke kantor polisi. Namun akhirnya, Pa’at bebas dan memaksa Yam untuk pulang. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Yam.

Dalam film ini, kita juga dibuat tersenyum dengan tingkah Salihin yang menyukai Hannie Abdullah. Ia berusaha mengusir ular demi menolong Hannie. Ia kemudian menemani Hannie duduk diatas lemari sambil berbincang. 

Salihin juga menawarkan Hannie untuk berkencan dengan menonton film yang biasa ditayangkan keliling kampung. Selain itu, tokoh Salihin juga menggambarkan ayah yang sangat menyayangi Azura. Ia tidak siap menerima perubahan pada Azura yang telah menjadi remaja dan jatuh cinta pada teman laki-lakinya.

Kemudian pada saat semua warga sedang menonton film, Pa’at menuangkan bensin dan La Luna terbakar. Warga yang sedang menonton tentunya sangat terkejut melihat La Luna terbakar dari jauh. 

Baca Juga: ‘Salon Rumah Puan’ Bercerita Tentang Hitam Putih Kehidupan Para Transpuan

Sayangnya Azura sedang berada di dalam toko tersebut karena ia sedang menghitung barang. Azura pun terjebak dalam kebakaran tersebut, namun ia beruntung karena selamat. Sayangnya, La Luna terbakar habis tanpa tersisa. 

Para perempuan di Desa Kampung Bras Basah sangat sedih dengan kejadian terbakarnya La Luna. Bagi mereka, sejak adanya La Luna mereka dapat berkumpul, bercerita satu sama lain, dan bebas berekspresi sebagai perempuan. Bagi Yam, La Luna adalah tempat untuknya berlindung dari suaminya, Pa’at. La Luna begitu banyak meninggalkan kenangan. 

Bagi Salihin sendiri, La Luna pun sangat berarti karena di dalam toko tersebutlah ia berbincang dengan Hannie Abdullah.

Hannie Abdullah sebagai pemilik toko La Luna tentunya sangat shock dan bersedih. Ia bahkan berencana untuk pindah ke Kuala Lumpur dan melupakan kejadian tersebut. Namun, scene berganti saat Salihin dan tim kepolisian menyelidiki kasus terbakarnya La Luna di TKP.

Salihin menemukan sesuatu barang yang menjadi penyebab terbakarnya La Luna. Ternyata barang tersebut adalah korek api milik Datuk Hassan. Dengan marah, ia mendatangi Datuk Hassan, dan memberitahu Datuk Hassan bahwa ia sudah tau siapa pelaku sebenarnya. Pa’at hanyalah kambing hitam saja. 

Baca Juga: Serial ‘Anne With An E’, Perjuangkan Kesetaraan Gender dan Lawan Rasisme

Pelan-pelan Salihin menyalakan mic yang tersambung ke seluruh desa agar percakapannya dengan Datuk Hassan terdengar. Akhirnya seluruh Desa pun tau dan Datuk Hassan dibawa ke kantor polisi.

Di akhir film ini, Hannie Abdullah pamit kepada Salihin untuk pergi ke Kuala Lumpur. Namun, Salihin mengajaknya ke suatu tempat. Ternyata, ia mengajak Hannie ke tempat La Luna yang sedang di bangun ulang oleh warga. 

Hannie terharu dan akhirnya ikut membantu warga membangun toko La Luna kembali. 

Tidak dijelaskan bagaimana akhir hubungan Salihin dan Hannie Abdullah. Namun, saya menyimpulkan bahwa dengan dibangunnya toko kembali, Hannie Abdullah memutuskan menetap di Desa tersebut.

Semenjak itu, terdapat banyak perubahan positif di Desa Bras Basah. Para perempuan menjadi bebas berekspresi tanpa melanggar syariat agama. Majalah-majalah juga dijual bebas tanpa ada penyensoran. Serta tindakan Pa’at juga dijadikan contoh para suami untuk menghindari tindakan KDRT terhadap para istri.

(Sumber Gambar: Jakarta Film Week)

Dizafia Zafira Mayyasya

Mahasiswa S2 Kajian Gender Universitas Indonesia (UI)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!