Apa yang Harus Kamu Lakukan Jika Kamu Jadi Saksi Kasus Kekerasan Seksual?

Seorang perempuan pekerja pabrik, Yanti, terancam kena Surat Peringatan (SP) sampai kehilangan pekerjaan dari perusahaan karena izin saat menjadi saksi temannya atas kasus kekerasan seksual. Bagaimana hukum ketenagakerjaan memandang persoalan ini? Apa yang bisa Yanti lakukan?

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik baru ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan bekerjasama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.

Tanya:

Halo Klinik Hukum Perempuan. Perkenalkan, nama saya Yanti. Saat ini saya sedang merasa bingung, saya diminta menjadi saksi kekerasan seksual yang terjadi pada teman saya. Kekerasan seksual itu terjadi ketika kami menjadi panitia pemilihan Ketua RW. Teman saya, melaporkan kejadian tersebut ke polres setempat, karena saya termasuk yang mengetahui kejadian itu, saya mendapat surat undangan atau panggilan untuk memberikan keterangan sebagai saksi di Polres. 

Sebenarnya, saya pernah satu kali datang ke polres menjadi saksi pada kasus ini, tetapi Penyidik menyampaikan bahwa setelah memeriksa pelaku, dirasa memerlukan keterangan tambahan dari saya sebagai saksi. Namun, permasalahannya adalah saya kesulitan hadir menjadi saksi. Waktu itu, saya baru pertama kali menjadi saksi, saya izin kepada HRD setengah hari tidak bekerja untuk urusan pribadi, karena saya pikir permintaan keterangan hanya akan memakan waktu 2-3 jam, tetapi ternyata permintaan keterangan dimulai pukul 09.00 sampai 14.00 siang. Ketika Kembali ke pabrik, saya dipanggil Staf HRD dan ditegur serta diinfokan jika tidak bekerja sebaiknya cuti saja. 

Lalu, saya mencoba jujur kepada HRD kalau saya izin karena menjadi saksi pada kasus teman saya. Staf HRD menyampaikan bahwa menjadi saksi itu punya kemungkinan dipanggil berkali-kali apalagi jika sampai persidangan, jadi agar aman untuk kedepannya mengambil cuti sehingga tidak mempengaruhi absensi dan gaji, karena kalau izin terus-terusan bisa kena SP dan parahnya bisa dipecat. Saya bingung, tidak mau mengambil banyak cuti karena disimpan untuk keperluan hari raya, tapi saya tidak enak kalau tidak membantu teman saya, tapi saya juga terancam kehilangan pekerjaan. Apa yang seharusnya saya lakukan untuk tetap membantu teman saya dan tidak kehilangan pekerjaan? Terima kasih banyak sudah membantu.

Jawab:

Halo Yanti. Terima kasih telah konsultasi dengan Klinik Hukum Perempuan. Kami turut prihatin atas kekerasan yang terjadi kepada teman Anda, sekaligus berterima kasih karena Anda sudah peduli dan berpihak pada korban kekerasan seksual. Tindakan Anda menjadi saksi dalam kasus kekerasan seksual sangat berdampak besar bagi Korban. Kekerasan seksual termasuk tindak pidana yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam pembuktiannya. 

Kualifikasi Saksi Dalam Pembuktian Tindak Pidana

Berdasarkan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) jo. Putusan MK 65/PUU-VIII/2010, Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. 

Selanjutnya, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu demikian yang diatur dalam (Pasal 1 angka 27 KUHAP jo. Putusan MK 65/PUU-VIII/2010).

Dalam Putusan MK terdapat perluasan definisi saksi tidak hanya orang yang ia lihat, dengar, alami sendiri, tetapi setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidikan. Tentu Anda sudah mengetahui bahwa Anda masuk kualifikasi sebagai saksi dimana Anda juga telah memenuhi undangan/ panggilan dari Penyidik.

Lalu, Bagaimana jika Anda kesulitan menghadiri panggilan sebagai saksi untuk memberikan keterangan tambahan?

Dalam proses hukum, penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya (Pasal 112 ayat 2 KUHAP). 

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya (Pasal 113 KUHAP). 

Terhadap Surat Panggilan (SP) yang telah Anda terima, Anda dapat konfirmasi kepada penyidik tentang dapat atau tidaknya hadir memberikan keterangan disertai alasan yang jelas. Namun, jika Anda menolak hadir, maka Anda akan menghadapi konsekuensi hukum yaitu:

Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam:

  1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan;
  2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.

Dengan dasar hukum pemanggilan yang dijelaskan di atas dan konsekuensi hukum yang akan Anda hadapi menunjukkan bahwa kehadiran Anda memenuhi panggilan penyidik sebagai kewajiban terhadap negara dalam proses hukum. Keterangan Anda sebagai saksi menjadi dasar bagi penyidik yang akan mendalami sebuah perkara pidana.

Panggilan sebagai Saksi Tindak Pidana Adalah Kewajiban terhadap Negara

Dalam pertanyaan Anda disampaikan bahwa Staf HRD menyarankan Anda untuk menggunakan Hak Cuti Tahunan dalam pemenuhan panggilan sebagai saksi, agar tidak mempengaruhi persentase kehadiran Anda yang akan berdampak pada penghasilan/ upah bekerja yang Anda terima. Saran dari Staf HRD ini merujuk pada Pasal 84 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”), dimana Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat berupa cuti tahunan berhak mendapat upah penuh dan tentu Anda terbebas dari ancaman terbitnya Surat Peringatan (SP) apalagi sampai pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Tenang, kami memahami situasi Anda yang terasa serba sulit. Di satu sisi wajib hadir memenuhi panggilan sebagai saksi, tapi harus tetap hadir bekerja. Skema penggunaan cuti tahunan ini tentu merugikan Anda, karena panggilan sebagai saksi tindak pidana adalah kewajiban terhadap negara. Sehingga, seharusnya tidak merugikan atau justru menghilangkan Hak karena harus menggunakan cuti tahunan. Lalu, apa yang harus Anda lakukan agar kedua kewajiban itu terpenuhi?

Anda tidak perlu menggunakan hak cuti tahunan. Berikut Langkah yang kami sarankan untuk memenuhi 2 (dua) kewajiban tersebut:

Pertama, Anda dapat menyampaikan surat izin kepada HRD atau Atasan Langsung dalam jangka waktu yang patut yang menginformasikan bahwa Anda berhalangan menjalankan pekerjaan karena akan memenuhi panggilan dari penyidik. Dikarenakan selain bekerja, Anda juga memiliki kewajiban terhadap Negara. Yaitu untuk membantu proses hukum dengan menjadi saksi dalam tindak pidana kekerasan seksual.

Kedua, sampaikan bahwa pengusaha wajib membantu proses hukum dengan memberikan waktu kepada pekerja/ buruh untuk hadir menjadi saksi. Sehingga Ia berhalangan menjalankan pekerjaannya dan menjamin tidak terjadi pemutusan hubungan kerja karena telah diatur sebagai berikut:

“Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 153 ayat 1 huruf b UU Cipta Kerja)

Ketiga, Anda berhak mendapatkan upah kerja dan pengusaha wajib membayarkan upah kerja. Meskipun, Anda berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara karena menjadi saksi dalam tindak pidana, yang diatur sebagai berikut:

“Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; (Pasal 88 ayat 3 huruf d UU Cipta Kerja).

Kami memahami bahwa dalam hubungan kerja relasi kuasa antara pengusaha (pemberi kerja) kepada pekerja atau buruh terasa kuat. Oleh karena itu, kami menyarankan menggunakan media surat dengan tujuan menghindari konfrontasi yang tidak perlu saat Anda menyampaikan dasar Anda berhalangan bekerja. 

Apabila pasca Anda mengajukan surat di atas atau terjadi pengurangan hak pasca Anda menghadiri panggilan penyidik, hal tersebut termasuk perselisihan antara pengusaha dan pekerja/buruh berkaitan dengan hak-hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh. Maka, perselisihan tersebut digolongkan sebagai perselisihan hak yang menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”). 

Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak. Baik akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja Bersama. Untuk menyelesaikan perselisihan hak, pengusaha dan pekerja/buruh harus mengupayakan penyelesaian secara bipartit melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

Penting Anda ingat, menjadi Saksi dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual berarti Anda telah turut membantu penanganan kasus dan pemulihan Korban yang merupakan kewajiban kita Bersama.

Tutut Tarida

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!