Korean Wave dan standar kecantikan baru untuk perempuan

Korean Wave Menggebrak Kecantikan Korea atau Ini Bentuk Kapitalisme Baru?

Korean Wave itu sejatinya merupakan gelombang positif di Indonesia, atau justru merupakan bentuk kapitalisme baru yang memperbesar keyakinan bahwa perempuan harus selalu tampil cantik seperti standar kecantikan Korea?

Masuknya Korean Wave yang terjadi di Indonesia beberapa tahun belakang ini, seperti mengambil peran besar dalam mempengaruhi standar kecantikan di Indonesia.

Kulit putih yang bersinar dan berseri terus-menerus digaungkan menjadi standar kecantikan yang sejati. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya iklan produk kecantikan yang menggunakan para aktris berkulit putih. Padahal, kondisi gen dan iklim di Indonesia menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia tidak dapat memenuhi standar kecantikan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan pengkajian ulang atas penetapan standar kecantikan yang berlaku paska Korean wave.

Mar’a Kamila Ardani Sarajwati dalam artikelnya di https://egsa.geo.ugm.ac.id/ menulis bahwa Korean Wave atau hallyu sendiri diawali dan sangat identik dengan dunia hiburan. Seperti musik, drama, dan variety shows yang dikemas secara apik menyajikan budaya-budaya Korea. Seiring berjalannya waktu, budaya Korea banyak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari para pecinta budaya Korea. Mulai dari fashion, make up, korean skincare, makanan, gaya bicara, hingga bahasa

Kecantikan sebenarnya adalah konsep yang kompleks dan rumit. Pemaknaannya kerap kali berubah seiring dengan perkembangan zaman. Ada perspektif yang menyatakan, jika manusia merupakan makhluk visual yang selalu menginginkan keindahan. Karena itu, bukan sesuatu yang asing jika manusia berlomba-lomba memenuhi standar kecantikan yang ada agar terlihat sempurna. Meskipun standar tersebut sebenarnya semu dan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. 

Baca Juga: Banyak Perempuan Korea Menolak Berkencan, Menikah dan Punya Anak

Kata “cantik” selalu melekat dalam kehidupan seorang perempuan, seolah “cantik” menentukan kualitas diri perempuan tersebut. Bahkan, sebagian besar perempuan merasa akan lebih dihargai oleh orang-orang di sekitarnya hanya jika dia cantik. Karena konstruksi masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan akan dihargai jika ia cantik. 

Kata cantik sendiri memiliki berbagai definisi. Conyers (dalam Sukmawan & Kholifah, 2023) mengungkapkan bahwa cantik diidentifikasi sebagai individu dengan kulit yang cerah, tubuh yang langsing dan menarik, serta rambut panjang yang hitam dan indah. Hal ini menunjukkan bahwa standar kecantikan perempuan sejatinya telah diatur sejak lama. Perempuan seperti dituntut untuk memenuhi standar tersebut sejak dahulu kala.

Seiring perubahan zaman, standar kecantikan Indonesia yang dahulu mengikuti standar kecantikan Eropa kini telah bergeser mengikuti standar kecantikan Korea. Kini, trend kecantikan Korea bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan kita. Kulit putih bersih, hidung mancung, rambut lurus, dan mata sipit sudah menjadi standar kecantikan yang harus ditaati. Hal ini tak terlepas dari besarnya dampak Korean Wave yang menyebabkan masyarakat Indonesia ingin terlihat cantik seperti idol Korea. 

Seolah mendukung hal tersebut, produk-produk kecantikan di Indonesia juga melibatkan para aktris Korea untuk menjadi brand ambassador-nya. Hal tersebut meningkatkan keinginan para perempuan Indonesia untuk memiliki kulit putih yang dianggap lebih cantik dan menarik. Hasil survei Zap Beauty Index (2020) mengungkapkan bahwa sebanyak 73.1% perempuan Indonesia beranggapan bahwa cantik merupakan kondisi di mana seseorang memiliki kulit bersih, cerah, dan glowing

Baca Juga: Film ‘Parasite’ sampai ‘Anna’: Di Korea, Stres Akademik Sebabkan Bunuh Diri

Bahkan, sebanyak 24.6% anak berumur di bawah 18 tahun menganggap bahwa mempunyai kulit putih jauh lebih penting dibandingkan dengan perasaan bahagia.

Hasil survei ini menunjukkan bahwa kita tiba di masa di mana kebahagiaan merupakan hal yang tidak lebih penting dari kulit putih mengikuti standar kecantikan yang berlaku.

Demi memenuhi standar kecantikan tersebut agar dianggap menarik, tak sedikit yang kemudian menjalani serangkaian treatment untuk membuat dirinya sesuai dengan standar yang ada, seperti perawatan laser, suntik putih, hingga menggunakan krim yang tidak diketahui pasti bahan-bahannya. Semuanya dilakukan hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri, dihargai, dan memperoleh validasi atas kecantikan itu sendiri. Ini tak lain karena tuntutan agar perempuan tampil cantik sangat besar. 

Pergeseran Standar Kecantikan

Pergeseran standar kecantikan menjadi ala Korea Selatan sebenarnya memiliki dua sisi, positif dan negatif.

Dari sisi positif, gelombang Korea berhasil mendobrak konstruksi sosial bahwa kosmetik hanya bisa digunakan oleh perempuan. Ini terlihat dari penggunaan duta merek yang juga menjangkau laki-laki dan dengan model para laki-laki.

Selain itu, gelombang Korea ini juga disebut-sebut telah menggeser dominasi negara barat yang bertahun-tahun menguasai industri kecantikan. 

Dari sini kita bisa melihat, ada kutub positif dan negatif dengan masuknya model-model Korea ke Indonesia. Positifnya, orang jadi beralih pandangan bahwa kecantikan tak melulu milik perempuan, tapi juga laki-laki. Hanya saja penggunaan model Korea pada produk Indonesia justru menunjukkan bahwa masih ada narasi: putih, cantik, glow up. Ini merupakan pengulangan standar kecantikan yang selama ini sudah dibangun oleh industri kecantikan dari Barat.

Sebelumnya, identifikasi standar kecantikan itu selalu ada di setiap zaman. Dulu, perempuan cantik itu identik dengan perempuan yang berdada besar dan berpinggul besar seperti lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci. Lalu identifikasi cantik berubah ketika munculnya revolusi industri.

Di Amerika, kecantikan pernah diidentifikasi seperti boneka Barbie: tinggi, kurus, rambut panjang. Trend ini membanjiri ke seluruh dunia sehingga banyak orang mengidentifikasi jika perempuan tak seperti Barbie, maka ia tak dianggap cantik. Banyak perusahaan di dunia yang kemudian memproduksi alat kecantikan ala Barbie.

Baca Juga: Trend Kecantikan Bergeser dari Barat ke Korea: Lalu Dimana Posisi Perempuan?

Ada sejumlah individu maupun grup Korea yang menjadi duta merek dari produk kecantikan asal Indonesia, dan banyak model laki-laki yang bermunculan dan mempromosikan produk kecantikannya, mulai dari pemain drama hingga bintang K-Pop, sebut saja Kim Soo Hyun, Han So Hee, girl group Twice, Cha Eun Woo, Song Joong Ki, Lee Min Ho, dan lainnya. 

Kemunculan artis dari Korea pada produk Indonesia ini tak lepas dari adanya pengaruh gelombang Korea atau hallyu. Apalagi Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar dari pengaruh Korean wave tersebut. Namun, tak sedikit publik yang mengkritik penggunaan duta merek Korea untuk produk kecantikan asal Indonesia karena akan memunculkan standar kecantikan baru: kulit putih, kinclong, glow up, berbadan langsing.

Kini, walaupun trend bergeser ke Korea, tapi penggunaan duta merek idola Korea Selatan pada produk Indonesia masih menunjukkan adanya narasi “keputihan” dalam standarisasi kecantikan yang perlahan mulai dipatahkan

Dengan kondisi ini, benarkah kita bisa mengatakan bahwa ini merupakan gelombang positif di Korea, atau ini justru merupakan bentuk kapitalisme baru? 

Widi Lestari Putri, lulusan S2 Kajian Gender Universitas Indonesia yang pernah diwawancara Konde.co pada 11 Maret 2022 mengatakan, ia setuju ada hal positif dari kehadiran gelombang Korea dalam industri kecantikan yakni keberhasilan mendobrak konstruksi sosial bahwa kosmetik hanya bisa digunakan oleh perempuan.

Narasi keputihan yang masih terjadi di masyarakat saat ini tentu tak lepas dari posisi inferior karena penjajahan sehingga tak sedikit orang Indonesia yang menganggap bahwa putih itu cantik. Namun sayangnya, industri di Indonesia justru memanfaatkan hal tersebut untuk membentuk kembali standar kecantikan yang perlahan mulai dipatahkan.

Widi menyebut, penggunaan artis Korea sebagai duta merek produk perawatan kulit asal Indonesia justru berpotensi lebih berbahaya karena para konsumen akan menganggap lebih relevan dengan mereka karena sama-sama berasal dari Asia.

Hal yang terlupakan dari penggunaan selebritas Korea sebagai brand ambassador industri kecantikan asal Indonesia selain perbedaan karakteristik kulit adalah beauty image pada industri hiburan di Korea Selatan. Tak sedikit artis Korea Selatan yang telah mengungkap betapa beratnya standar kecantikan pada selebritas di sana, khususnya pada selebritas perempuan. Tak jarang pula selebritas ini mengalami depresi hingga keinginan bunuh diri karena tekanan standar kecantikan seorang idol.

Padahal, untuk menjadi cantik tak harus memenuhi standar kecantikan yang ditentukan masyarakat. Indonesia sendiri memiliki beragam suku dan etnis yang menyebabkan beragamnya jenis warna kulit yang ada. Siapapun tak seharusnya memaksakan dirinya menjadi putih hanya untuk memenuhi standar kecantikan tersebut. 

Rasa rendah diri ini ternyata tak hanya terjadi para perempuan Korea, tapi sekarang juga terjadi pada laki-laki Korea. Laki-laki Korea selalu terintimidasi untuk tampil glowing, jika tidak glowing, maka mereka merasa terintimidasi. Ini bisa berarti bahwa Korea bisa mendobrak jika standar kecantikan bukan hanya milik perempuan, namun ini pula yang membuat laki-laki Korea kemudian terintimidasi karena standar ini.

Baca Juga: Unheard Voice: Efek Budaya Patriarki yang Tidak Banyak Dibahas di Drama Kingdom

Dengan kondisi ini, benarkah kita bisa mengatakan bahwa ini merupakan gelombang positif di Korea, atau ini justru merupakan bentuk kapitalisme baru?

Kita juga perlu memahami bahwa kondisi lingkungan dan etnis Indonesia jauh berbeda dengan Korea. Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki warna kulit sawo matang hingga kehitaman yang disebabkan oleh gen yang mengalir dalam setiap etnis masyarakatnya. Selain itu, kondisi iklim Indonesia yang memiliki kondisi tropis dan memperoleh sinar matahari sepanjang tahun tidak memungkinkan masyarakat Indonesia memiliki kulit putih seperti masyarakat Korea. 

Masyarakat Indonesia perlu memahami keunikan wajah dan badan dengan cara kita sendiri. Warna kulit, bentuk rambut, proporsi tubuh, dan struktur wajah tidak seharusnya menentukan keabsahan seseorang dalam menganggap dirinya sendiri cantik. Langkah awal untuk menciptakan kecantikan yang beragam di Indonesia, yang tidak mengikuti standar kecantikan Dengan hal tersebut, maka kita dapat menghargai dan mengapresiasi beragam bentuk tubuh, warna kulit, serta fitur wajah yang dimiliki orang Indonesia. 

Sudah saatnya bagi kita masyarakat Indonesia memberantas stigma kecantikan yang ada. Setiap perempuan berhak menghargai tubuhnya tanpa perlu bersusah payah berusaha untuk memenuhi standar kecantikan yang ditetapkan. Masyarakat, media massa, dan industri kecantikan harus bekerja sama dalam menciptakan kehidupan yang nyaman bagi setiap masyarakat, khususnya bagi perempuan. Sehingga, setiap perempuan dapat menerima dirinya sendiri tanpa takut dicemooh dengan pilihan hidupnya.

Harapannya, keberagaman dapat dirayakan secara bersama, sehingga setiap orang tidak perlu bersusah payah mengikuti standar kecantikan yang ada.

Nisrina Fachria Muflihah

Mahasiswa S-1 Ilmu Lingkungan, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!