‘Karena Aku Ingin Kamu, Itu Saja’ Film Rangga dan Cinta Bikin Aku Susah Move On

Dari Film Rangga dan Cinta, kadang aku mikir, kenapa hubungan bisa terasa begitu rumit padahal yang kita mau cuma dimengerti?

Kemarin aku nonton film “Rangga & Cinta”. Ceritanya masih berakar pada romansa remaja, tapi dengan kemasan berbeda.

Di film ini aku menjadi tahu, bahwa kadang kita ingin kepastian yang tanpa proses, ingin kedekatan tanpa kerentanan. Film Rangga dan Cinta menyuguhkan sesuatu yang berbeda.

Film ini diawali dengan adegan awal musikal yang menjadi ciri khas utama di rebirth dari Film Ada Apa dengan Cinta (2002) menjadi Rangga dan Cinta (2025). Adegan musikal selanjutnya ditampilkan lebih ekspresif, soft, dan colorful

Lagu-lagu yang dipilih juga cukup mengiringi perjalanan emosi para tokohnya dan jadi bagian dari cara mereka berkomunikasi. Mungkin, kalau aku nontonnya di rumah, aku sudah ikut dance, ikut nyanyi, ikut salting, dan ngerasa juga bisa lebih sedih gitu karena hening. Apalagi ketika adegan mereka jalan jalan malam, cukup membuatku ingin merasakan momen itu lagi. Tapi sayangnya aku nonton sendirian ketika semua orang di bioskop bawa pasangan. 

Alur yang ditampilkan menurutku juga cukup berkembang perlahan, tidak terburu-buru untuk menunjukkan konflik besar, yang seolah – olah memang dibikin untuk menuntun penonton mengenali perasaan yang tumbuh di antara dua karakter dengan lebih realistis. 

Pesan tersirat yang ingin disampaikan Rangga & Cinta juga cukup mudah dimengerti. Aku menangkapnya seolah mereka ingin mengatakan bahwa cinta di masa muda bukanlah tentang siapa yang paling cepat mengutarakan atau mengungkap perasaannya, tetapi siapa yang paling berani memahami.

Menurutku juga kekuatan film ini terletak pada caranya menampilkan adegan romantis tanpa harus berlebihan atau lebay. Untuk ukuran anak SMA pada masa itu, penggambarannya cukup realistis. Seperti muka yang tidak dipoles make up berlebih, adegan lucu ketika mereka berteriak karena salting, ngobrol tentang hal-hal kecil, tatapan mata yang lama seperti orang lagi kasmaran, percakapan yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan, atau keheningan yang canggungnya berasa banget sampai keluar layar. 

Baca juga: ‘Adolescence’ Menguak Betapa Sedikit yang Kita Tahu tentang Dunia Anak Laki-Laki

Adegan Rangga dan Cinta juga sebenarnya tidak diungkapkan secara eksplisit, tapi penonton bisa merasakan bahwa di antara Rangga dan Cinta akan ada sesuatu di mereka nantinya. Menurutku justru disitulah letak keindahannya.

Sebagai anak muda yang sudah mau menginjak usia 22 tahun ini, aku merasa film Rangga & Cinta berhasil menggambarkan bagaimana hubungan cinta remaja seringkali tidak sesederhana itu. Ada tarik-ulur antara keinginan untuk terbuka dan ketakutan akan disalahpahami. Di satu sisi, kita ingin dimengerti, di sisi lain, kita takut memperlihatkan diri kita yang sebenarnya. Jadi ingat masa – masa SMA, memang rasanya begitu, dibilang punya rasa beneran juga nggak terlalu, dibilang cinta monyet juga sepertinya terlalu abu – abu.  

Karakter Cinta sendiri juga cukup familiar bagi para anak muda, khususnya anak SMA. Karakter periang, bersosial, dan ditampilkan lebih centil sangat kontras dengan karakternya Rangga yang pendiam, dan terasa banget insecure nya. Dulu sewaktu aku masih SMA, aku malah lebih tertarik sama cowok yang karakternya mirip Rangga, kenapa? Karena menurutku challenging banget setiap kali dekat dengan karakter seperti itu. Mirip dengan yang dialami Cinta.

Hubungan mereka ini sebenarnya mencerminkan pola komunikasi yang memang selalu ada di kehidupan anak muda zaman sekarang. Kita hidup di masa ketika kata terbuka sering disalah artikan sebagai menceritakan segalanya, biasanya sering kena teguran gini 

“Ehh jangan oversharing dong” 

Padahal kan sebenarnya keterbukaan itu nggak hanya tentang berbagi cerita aja, tapi juga tentang keberanian menunjukkan sisi rapuh dan jujur dari diri kita sendiri. 

Di sinilah film Rangga & Cinta terasa relate, mereka tidak menggambarkan hubungan cinta yang sempurna, melainkan hubungan yang tumbuh pelan – pelan karena memang keduanya berani mengenali dan menerima perbedaan.

Baca juga: ‘Raminten Universe: Life is a Cabaret’ Rayakan Keberagaman Lewat Seni Crossdressing

Altman dan Taylor menyebut proses ini  sebagai Social Penetration Theory, mungkin untuk anak Ilmu Komunikasi nggak asing sama teori ini. Dalam penjelasannya, Altman dan Taylor mengibaratkan hubungan manusia seperti lapisan bawang. Di bagian luar, seseorang menunjukkan hal-hal yang bersifat umum dan aman dibagikan, seperti hobi, minat, atau pandangan umum. Namun, semakin dalam seseorang masuk ke lapisan berikutnya, semakin pribadi informasi yang dibagikan, mulai dari nilai-nilai, keyakinan, hingga kerentanan emosional. Proses mengupas lapisan ini tidak bisa dipaksakan, ia tumbuh secara alami seiring dengan meningkatnya rasa percaya dan kenyamanan di antara dua orang yang berinteraksi.

Aku yakin banyak dari kalian juga tanpa sadar pernah ada di fase ini. Kalau kita lihat Rangga dan Cinta lewat teori ini, hubungan mereka jelas berkembang dari komunikasi yang awalnya dingin dan kaku ke arah yang lebih hangat dan dalam. Awalnya banyak jarak, tapi perlahan-lahan mereka mulai saling membuka lewat hal – hal kecil, yang aku yakin pasti ada dari kalian yang pernah ngelakuin itu. Lama – kelamaan melalui interaksi kecil dan percakapan yang sederhana itu, mereka mulai mencoba membuka diri. Dalam diam, mereka belajar mengerti satu sama lain.

Sebagai Gen-Z, aku merasa ini menggambarkan realitas hubungan zaman sekarang dengan sangat tepat. Banyak dari kita mungkin terbiasa menampilkan diri di media sosial, seperti menulis caption panjang lebar, membagikan momen pribadi sampai punya second account, bahkan menampilkan feeling kita lewat emoji. Tapi sayangnya, di tengah keterbukaan itu, seringkali kita justru sulit benar-benar terbuka di real life. Kita bisa berbagi segalanya ke sosial media kita, tapi kita ngerasa sering takut ngobrolin hal paling pribadi dengan orang yang kita sayangi.

Baca juga: Film ‘A Normal Woman’: Lagi-lagi, Antagonis Jahat dan Protagonis Baik Disematkan Pada Perempuan

Aku melihat hubungan Rangga dan Cinta sebagai contoh komunikasi yang pelan tapi cukup jujur. Mereka nggak berusaha menjadi pasangan yang egois satu sama lain, tapi mereka justru nyoba tumbuh lewat kesalahan dan ketidaktahuan. Contohnya, ketika adegan romantis mereka di bandara itu, adegan itu sebenarnya mengisyaratkan kalau memang mereka sudah belajar dari kesalahan. Adegan itu juga menurutku adegan yang cukup umum untuk semua orang, termasuk aku yang pernah ngalamin fase denial.

Kadang aku mikir, kenapa hubungan bisa terasa begitu rumit padahal yang kita mau cuma dimengerti? Mungkin karena buat benar-benar mengenal seseorang, kita harus berani lebih terbuka secara emosional nggak cuma nunjukin bagian yang manis, tapi juga sisi gelap yang kadang bahkan kita sendiri nggak siap lihat. Tapi jujur aja, itu nggak gampang. Aku sendiri sering ngerasa takut buat terbuka, takut kalau sisi burukku bikin orang menjauh.

Jujur hal seperti ini memang butuh proses panjang buat sampai ke kedalaman emosional itu. Bahkan banyak pasangan yang sudah menikah pun belum tentu sampai di titik itu. Nggak semua orang siap langsung berbagi sisi terdalamnya. Butuh waktu, kesabaran, dan rasa aman biar dua orang bisa benar-benar terbuka tanpa takut dihakimi. 

Cinta di zaman sekarang sering banget terjebak dalam keinginan untuk instan, kita ingin kepastian tanpa proses, ingin kedekatan tanpa kerentanan dari apapun.

Foto: YouTube Miles Film

(Editor: Luviana Ariyanti)

Rara Wiritanaya

Mahasiswi Universitas Atmajaya Yogyakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!