STOP Pernikahan Anak

Apa kata anak-anak muda tentang makna kekerasan terhadap perempuan?
Bagaimana mereka memandang kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di
Indonesia?. Para mahasiswa Universitas Ciputra, Surabaya, Jawa Timur mencoba
mengetengahkan pemikiran, ide, gagasan mereka tentang penolakan kekerasan
terhadap perempuan melalui poster. Mereka tak hanya diam, namun berkontribusi
dalam menyumbangkan gagasan mereka untuk stop kekerasan pada perempuan. Kami
www.konde.co akan menampilkan poster hasil karya mereka selama sebuian ini,
yaitu dari tanggal 5 Desember 2016 hingga 5 Januari 2017. Selamat membaca

Poedjiati Tan, www.konde.co

Upaya menumbuhkan kesadaran dan kepedulian sosial pada generasi muda
merupakan satu hal yang perlu dilakukan. Peran anak muda yang dalam era
teknologi digital ini menjadi penting, karena mereka memang generasi teknologi
digital itu sendiri. Bagaimana ketika upaya menumbuhkan kesadaran dan
kepedulian sosial itu masuk dalam ruang-ruang pendidikan? 

Bagaimana pendapat H.Meirina ketika membuat poster ini : Pada saat mengerjakan tugas ini, saya sebenarnya agak senang karena topik
ini merupakan salah satu topik yang menarik perhatian saya, yaitu mengenai
kesetaraan gender dan female empowerment. Hal-hal tersebut merupakan hal yang
jarang dibahas di Indonesia. Bahkan di negara-negara maju, seksisme masih
sering terjadi.

Dalam poster ini, figur lelaki dapat dipersepsikan sebagai dua arti, yaitu mempelai laki-laki
yang menikahi anak itu adalah pria dewasa yang terpaut jauh umurnya (yang
sering terjadi di kasus pemaksaan pernikahan), atau ayah/orang tua yang tega
‘menjual’ anaknya untuk dinikahkan hanya demi menuruti tradisi/ tuntutan
ekonomi.

Menurut saya tidak hanya kekerasan atau kekerasan seksual saja yang
dihadapi perempuan setiap harinya. Tetapi juga pemaksaan menikahkan anak-anak perempuan, menjual anak perempuan, cemoohan, judgement, standar
kecantikan yang tidak realistis, objektifikasi, anggapan atau tradisi kuno yang
berbasis gender (contoh : perempuan harus atau hanya bisa tinggal di rumah dan
mengurus anak), serta lelucon-lelucon yang merendahkan. Perempuan kerap kali
dihakimi keperawanannya sedangkan laki-laki tidak terlalu dihakimi dari
keperjakaan mereka. Hal ini tentunya harus berubah. 

Melalui
poster dari saya dan teman-teman, saya berharap masyarakat akan dibukakan
matanya. Setiap perempuan diciptakan unik, dengan tujuan yang berbeda-beda.
mereka seharusnya tidak melulu berakhir di dapur (apalagi di ranjang) tetapi
dapat mengisi peran-peran penting untuk membangun dunia untuk masa depan yang
lebih baik. 



Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!