Baper, Bawa Perasaan. Melulu Urusan Perempuan?

Sica Harum – www.Konde.co

Coba dengarkan anak-anak yang kekinian itu ngobrol, maka pasti lah tertangkap kata “baper”. Kata ini mengacu pada respons yang sangat personal. Misalnya, liat kucing jadi inget mantan. Itu Baper. Bawa Perasaan. 

Nah, berteman sama orang yang baper bisa bikin rumit.  Lha wong apa-apa dibawa perasaan.

Umumnya, orang nuduh perempuan yang baper-an. Apa-apa dibawa perasaan. Tapi sesungguhnya, laki-laki juga bisa baper-an. Bapakku, yang sepuh itu, sekarang mulai baper-an. Makanya si anak mesti rajin-rajin nelpon atau bertukar kabar via sms.

Dalam dunia pekerjaan, baper-an juga dituduh bikin enggak produktif karena cenderung menebar hawa negatif.

Tapi, Minggu pagi begini aku lagi tertarik memandang baper-an ini dari sisi positif. Apa bisa baper-an menjadi sesuatu yang positif?

Sejauh pengalaman hidup yang baru seuprit ini,  mostly we deal with people, not a product nor a services. Kita mempekerjakan baby sitter, mempekerjakan pegawai, kebanyakan karena kita merasa sama-sama enak bekerja dengan mereka. Kita mengerjakan project dari klien, kebanyakan juga bisa berakibat menyenangkan apabila  ‘perasaan’ kita bilang bahwa itu project yang menyenangkan. Tak selalu semata karena imbalan yang menggiurkan meski berharap bisa mendapatkan keduanya sekaligus. 

Orang-orang memberi support, menjadi sponsor, apakah karena semata tertarik dengan kontraprestasi yang ditawarkan? Enggak.  Banyak hal membuktikan, faktor kedekatan antar manusia lah yang memuluskan itu semua. Jelas, ini pake perasaan. Bisa klik enggak, chemistry nya dapet apa enggak, dsb.

Orang-orang mau berinvestasi pada sebuah produk, apakah karena cuma semata percaya ama produknya? Enggak. Mereka percaya kepada orang yang menciptakan produk itu, percaya pada kepala yang mengelola produk itu. Lagi-lagi ini urusannya perasaan. Rasio berhitung, tapi ‘feeling’ pegang peranan.

Jadi, baper-an itu enggak selamanya negatif.  Kalau kebetulan ada sikap kita yang enggak disukai, tidak bisa lah dengan mudah kita bilang: ah dia sih baper-an aja, alih-alih introspeksi diri.

Dan dari sini juga terbukti khan, bahwa Baper itu tidak mengenal jenis kelamin, laki-laki dan perempuan bisa Baper.

Tak semua Baper adalah urusan perempuan, banyak laki-laki juga melakukannya.

Ini juga membuktikan bahwa laki-laki bukan orang yang rasional dan perempuan selalu sensitif dan bawa perasaan. Buktinya, baper-an bisa dilakukan siapa saja.

Selamat hari Minggu.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!