Pemikiran Keliru tentang Feminisme

* Novi Septiana Pasaribu– www.Konde.co

Feminisme..???

•    Wah.. perempuan ya??

•    Emm.. yang gender-gender itu
ya?

•    Aliran sesat pemuja setan
khan?

•    Yang jelek-jelek dan nggak cantik
khan?

Itu adalah stereotype yang kemudian melekat jika
mendengar kata feminisme. Paling tidak ini pengalaman yang sering saya dengar
dari sejumlah teman


Ya, itu pasti sedikit
dari banyaknya respon yang akan terlontar ketika mendengar kata feminisme. Yang
biasanya feminisme langsung menjadi momok yang menakutkan, hal basi yang nggak
perlu dibahas, bisa jadi nggak kekinian banget, atau pilih kasih karena dia
hanya berpihak di satu kaum saja. Padahal Feminisme adalah bahasan yang
menyenangkan, seru, selalu berkembang sesuai kebutuhan zamannya dan anti
diskriminasi.

Sedikit pengalaman saya, terkait pertanyaan
diatas. Pernah, terjadi dialog dengan seorang teman laki-laki yang tentunya
bukan pacar saya, kira-kira begini :

“ Eh ada diskusi feminisme nih, ikutan yok.”

“Ohh.. pergilah kau, kau kan cewek.”

“ (What the…. dalam hati )”

Padahal feminisme bukan hanya bicara perempuan
dalam arti jenis kelamin. Kekeliruan ini sering dijumpai dan tetap tertanam.
Wajar saja karena ketika kita menuliskan kata feminis atau feminisme di
aplikasi kamus di telepon pintar pasti yang muncul : wanita, kewanitaan,
keadaan wanita, pejuang hak wanita, hal-hal yang berhubungan dengan wanita. 

Sedangkan bagi kalangan perempuan feminis
(orang-orang yang berpaham feminisme) tidak lagi memakai kata wanita yang
berasal dari kata wanito, wani ditoto : berani ditata dan lebih memilih
menyatakan diri sebagai perempuan yang berasal dari kata empu : kemandirian. 

Wah..wah sudah terjadi salah kaprah khan?

Jadi untuk teman laki-lakiku dan semua laki-laki
lainnya, feminisme itu bukan hanya membahas perempuan, tapi karena kontruksi
kesetaraan gender dalam segala bidang kehidupan. Karena gender secara umum dan
luas diakui terbagi dalam konstruksi laki-laki dan peranan perempuan. Sudah
pasti dan jelas bahwa laki-laki berhak untuk tahu tentang feminisme. Apalagi
peranan atau perilaku ini adalah hasil kontruksi oleh masyarakat, bukan takdir
Tuhan. Karena Feminisme merupakan paham yang menjunjung kesetaraan, 

Karena kata kesetaraan tadi, jadi buang jauh-jauh
pemikiran pada hal-hal yang selalu dilekatkan oleh laki-laki atau perempuan.


Misalnya saat mencari
pasangan si perempuan harus lebih pendek atau si laki-laki harus lebih tinggi,
laki-laki harus lebih tua dari perempuan pasangannya, make up dan kebersihan
ataupun keindahan adalah milik perempuan sedangkan berantakan, bau dan jorok
adalah milik laki-laki. Urusan dalam urusan perempuan urusan keluar urusan
laki-laki. Perempuan identik dengan penerima,  laki-laki sebagai pemberi,
atau laki-laki tidak selayaknya menangis sebagai bentuk mengekspresikan diri
sesuai dengan emosinya karena mengurangi martabat seorang laki-laki.Coba, ternyata laki-laki itu juga korban dari
sistem patriarkhi ini. Bukan hanya sekedar perasaan ya. Jadi sesungguhnya
feminisme itu adalah kepentingan semua umat,laki-laki dan perempuan. Lalu
bagaimana yang perempuan ?

Banyak pandangan negatif tentang feminisme. Ya
misalnya feminisme itu menentang make up atau alat kecantikan, rambut panjang
ataupun rok. Padahal sama sekali enggak, Feminisme tidak mengajarkan untuk
membenci alat kecantikan atau hal-hal yang menunjangmu untuk menjadi kekinian
sesuai kebutuhan. Sekali lagi bukan. Coba bayangkan saja, untuk apa membenci lipstik
atau sama maskara?. 

Tapi hal yang diperangi adalah mitos kecantikan
yang sangat dijaga dan dikembangbiakkan oleh penyihir jahat KAPITASLIME.
Menyatakan kecantikan harus dengan bibir merah, mata bulat, kulit putih, rambut
lurus, hidung mancung, tinggi dan kurus. Apa kabar dengan kecerdasaan dan
keahlianmu? Itu hanya pemanis dari “kecantikanmu”.

Kenapa harus? Dan seharusnya genting. Karena
mitos kecantikan akan menyerangamkan semua perempuan, betapa membosankan dan
miskinnya manusia. Selain itu mitos kecantikan sudah merambah sampai ke anak
SD.


Feminisme tidak pernah
ada larangan untuk pacaran apalagi menikah. Itukah pilihanmu, ya silahkan
memilih untuk berpacaran atau tidak, untuk menikah atau tidak. Tapi memahamkan
bahwa tubuh kita adalah hak otoritas kita bukan otoritas pasangan kita ataupun
orang lain. Pacaran bukan karena takut dibilang kuper atau menikah karena
tuntutan sosial.Apalagi kalau katanya menjadi menjadi feminis
selalu identik dengan orang-orang murtad dan durhaka, pengikut aliran sesat
yang disukai setan.


Tenanglah yang pasti
tidak begitu adanya. Feminisme bukan larangan untuk beragama dan berbudaya.
Namun tidak bisa dipungkiri, agama dan budaya dalam beberapa hal tidak
mendukung perempuan. Hal yang wajar karena agama dan budaya terbentuk oleh
kondisi dan lingkungan yang kadang bersemayam dalam dunia patriarkhi.Jadi bagaimana, sudah punya pemikiran baru
tentang feminisme?




(Foto/Ilustrasi: Pixabay)

* (Novi Septiana Pasaribu, Tinggal di kota Medan, Sumatera Utara. Seorang
mahasiswa pendidikan sejarah Unimed dan aktif di kelompok studi mahasiswa
BARSDem)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!