Luviana- www.Konde.co
Ari Widiastari tampak senang, namun merasa sedikit tegang dengan pertemuan kami kali ini. Ia duduk di sebelah piano yang baru saja saya mainkan. Kami baru menghabiskan waktu hujan, menunggu jurnalis lain datang.
Ini bukan pertemuan biasa. Ari Widiastari, sang camera person film “Angka Jadi Suara”, yang merupakan film yang menceritakan kondisi buruh perempuan di pabrik di Jakarta, merasakannya. Karena film ini merupakan filmnya yang pertama. Dan di satu hari, di akhir April 2017, filmnya ini akan diputar pertamakali di depan banyak wartawan di sebuah tempat pemutaran film di Jakarta Selatan.
Ini adalah film yang dibuatnya dengan kerja keras bersama Atin Kurniatin, Dian Septi dan teman-teman di Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP). Film ini bercerita tentang pelecehan seksual yang terjadi pada buruh-buruh perempuan di pabrik.
Seorang perempuan yang ditutup matanya menceritakan tentang pelecehan yang sering dialami perempuan. Yaitu dari digoda dengan kata-kata, disenggol pantat, dirayu hingga diajak kencan. Semua itu diceritakan dengan dilengkapi gambar-gambar yang sederhana. Mereka juga merasa minder, takut menceritakan setelah mendapatkan pelecehan seksual, seperti sulit untuk mengungkapkan tentang apa yang telah mereka alami.
Sebanyak 25 buruh perempuan telah dilecehkan secara seksual, para buruh ini bekerja di 15 pabrik yang umumnya pabrik garmen, di Jakarta Utara. Garmen, merupakan pabrik yang umumnya mempekerjakan 90% perempuan. Mereka bekerja di bagian jahit baju, pasang kancing, hingga finishing.
FBLP sebagai salah satu serikat buruh yang mendampingi ratusan buruh perempuan di Jakarta Utara, kemudian membuat film ini menjadi tontonan apik yang bisa diputar keliling. Pemutarannya kini telah dilakukan lebih dari 20 kali di 5 kota di Indonesia. Menyusul kemudian, film akan diputar di banyak kota di Indonesia.
Ari Widiastari mengatakan dalam sebuah pemutaran film “Angka Jadi Suara” di LBH Jakarta, 20 Mei 2017 kemarin, film juga akan diputar di Belanda dan hampir pasti akan ikut dalam sejumlah festival film.
“Ini merupakan film penting. Walau filmnya pendek, yaitu 22 menit, namun film ini merekam bagaimana pelecehan fisik dilakukan terhadap buruh perempuan, kemudian curhat para buruh dan perjalanan advokasi yang dilakukan untuk memperjuangkan keluar dari pelecehan seksual,” kata Ariska, salah seorang karyawan swasta di Jakarta.
Dalam film memang tergambar jelas bagaimana para buruh kemudian mendatangi perusahaan, melakukan pertemuan-pertemuan dengan pemerintah, hingga kemudian membuat plang atau papan anti kekerasan seksual di perusahaan. Plang ini kemudian dipasang di pabrik di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, sebuah kawasan terbesar yang berisi pabrik-pabrik garmen di Jakarta. Disana, para buruh perempuan bersama FBLP dan Perempuan Mahardhika kemudian juga melakukan kampanye men-stop pelecehan yang terjadi pada buruh buruh perempuan.
Tak mudah membuat film ini, Ari menyatakan belajar mengambil gambar dan ikut di pelatihan-pelatihan dimana ia bersama Atin Kurniati dan FBLP diundang. Dari ikut pelatihan itulah, maka mereka mempraktekkannya. Dan film ini adalah buktinya.
Sutradara film Angka Jadi Suara, Dian Septi merasakan bahwa film kemudian menjadi media paling efektif untuk mensosialisasikan atau mengadvokasi kasus. Orang lain menjadi tahu tanpa kita banyak menerangkan. Jadilah film menjadi alat untuk menyebarkan apa yang sudah buruh perempuan alami.
“Film ini merupakan kerja dan hasil jerih payah para buruh. Ari dan Atin, di tengah kesibukannya bekerja sebagai buruh, pulang dari kerja, lalu mengambil gambar dan merekamnya. Di waktu senggang lainnya, mereka mendiskusikannya dan mengedit gambar-gambar itu.”
Pada Senin, 15 Mei 2017, “Angka Jadi Suara”, diluncurkan di Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda. Kurang lebih 100 orang dari berbagai kelompok perempuan dan buruh berdatangan dan bercengkrama sambil menanti film karya buruh perempuan itu diputar.
Pemutaran film ini diikuti dengan dialog (buruh) perempuan yang menghadirkan beberapa pembicara, yaitu, Dian Septi Trisnanti (Sutradara), Ima Puspita Sari (Pembuat Film Perempuan), Ilhamsyah (Ketua Umum KPBI/Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia) dan Yuni Chuzaifah (Komnas Perempuan).
Dian Septi Trisnanti menyampaikan plang tersebut adalah bentuk pengakuan bahwa pelecehan seksual merupakan sebuah masalah. Jadi dengan adanya plang, mereka berharap bahwa korban tidak akan merasa sendiri.
Sementara itu Ima Puspita Sari, seorang pembuat film perempuan, selaku mentor atau pendamping kru film ini menyatakan rasa salutnya kepada kru film yang sebagai buruh mau meluangkan waktu dan berkomitmen untuk belajar. Bagi Ima sendiri, ia belum tentu sanggup memfilmkannya.
Film Angka Jadi Suara kini sudah diputar keliling di banyak kota, dan menyusul kemudian ke Belanda dan akan mengikuti ke sejumlah festival film. Banyak orang yang akan menjadi tahu, kejahatan seksual, pelecehan, kekerasan seksual yang terjadi di sejumlah perusahaan. Dan inilah saatnya, korban tak boleh diam.