Sica Harum – www.Konde.co
Saya suka berada diantara buku-buku, tak terlalu peduli rapi atau berantakan. Yang penting dikelilingi buku.
Kalau kamu juga suka begitu, mungkin bakal suka berlama-lama di perpustakaan, cafe yang kini banyak menyediakan banyak buku atau co working space yang menyediakan buku.
Capek kerja, kita bisa baca buku sebentar sambil ngopi. Ini waktu yang paling menyenangkan karena kita bisa istirahat sejenak dari pikiran dan unek-unek pekerjaan.
Saya juga suka di Reading Room.
Kebetulan Reading Room ini pas dengan apa yang saya pernah bayangkan. Rak-rak buku yang padat mengelilingi meja-meja dan kursi, cukup untuk memulai angan menjadi penulis buku laris manis.
Buku-buku disini bisa dibaca di tempat. Asal, bawa identitas diri. Koleksi pribadi Richard Oh terletak di lantai dua. Spot terbaik juga di lantai itu, dekat jendela besar jika tertarik melihat-lihat kesibukan area Kemang.
Tapi Reading Room menarik bukan cuma karena buku-bukunya yang seru, asyik, ciamik -berkat selera pemiliknya, Richard Oh, yang memang gila buku. Reading Room jadi seru karena makanan yang enak plus kegiatan literasi yang hidup. Banyak klub buku bikin acara disini. Ada juga yang main musik. Atau sekadar puisi. Penggila film juga bakalan suka sama Reading Room. Sebab, ada mini theatre untuk screening film-film festival, atau sekadar nonton bareng teman-teman. Kapasitasnya 20 orang.
Kalau rajin menyambangi tempat ini, pasti deh sekali dua bakal mengenali wajah-wajah penulis ataupun sutradara beken. Sutradara Joko Anwar (Janji Joni) termasuk langganan nongkrong di tempat ini. Pun beberapa kali terlihat banyak penulis.
Karena itu, tempat ini jarang sepi. Apalagi akhir pekan. Kalau mengejar kenyamanan, sebaiknya datang di hari kerja. Bisa seharian sekalian buat kerja. Lumayan, koneksi internet tersedia gratis. Lagipula banyak colokan listrik untuk menjamin laptop bernyawa panjang.
Untuk asupan energi, tersedia minuman, beragam makanan ringan sampai makanan berat. Harga sih standar Kemang lah, tapi anggap saja Anda menyewa ruang kerja sekitar Rp100ribu -Rp150 ribuan, seharian. Bonusnya: luapan inspirasi.
Yang lain, saya suka di co working space di daerah Jakarta selatan. Ada Conclave Co working space yang menawarkan tempat yang enak. Sejumlah acara tentang perempuan pernah diadakan juga disini. Jadi kerja sebentar dan rehat, saya bisa sejenak ikut diskusi soal perempuan dan persoalan sosial.
Saya pun pernah datang di sejumlah acara berbasis internet disini, tentang aplikasi pengaduan buruh migran berbasis internet, juga tentang launching website yang berisi profil perempuan feminis.
Acara-acara berbasis internet seperti ini memang kerap diadakan di perpustakaan, co working space atau rumah baca yang menyajikan diskusi alternatif.
Berada diantara buku yang tersebar dan berantakan, rasanya memberikan kita kenyamanan tersendiri. Ada internet di tangan, laptop di depan, tapi buku tak pernah ditinggalkan. Buatku, buku adalah sebuah jalan bijak. Buku adalah alat yang menolong di kegelapan.
Dan membacanya di siang hari, di tumpukan rutinitas yang belum usai, mengingatkan pada semua kenangan dulu, saat kuliah di Bandung, kota yang sejuk dengan berbagai diskusi dan buku.
Di tempat itu, dengan buku saya berlatih untuk berpikir. Saya seperti mendapatkan akses atau jalan untuk dapat masuk ke dalam alur cerita dan membantu dalam penyelesaian cerita tersebut. Pada saat membaca buku, kita dapat melatih otak untuk lebih fokus dan berkonsentrasi pada apa yang kita baca.
Selain itu saya juga belajar membaca pengalaman orang lain dari buku. Membaca pengalaman kepedihan para perempuan juga dari buku. Dan ketika menjadi jurnalis dan penulis, buku juga menuntun saya pada banyak perjuangan perempuan lain.
Buku adalah kaki dimana kita berpijak.