Setiap tahun pada 25 November- 10 Desember, Indonesia memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Ini sebagai bagian dari kampanye internasional menolak kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. 16 hari ini sebagai penanda masih banyak terjadinya kekerasan yang menimpa perempuan. www.konde.co menjadi bagian dari kampanye jaringan masyarakat sipil dan Komnas Perempuan #GerakBersama dan 16 FilmFestival. Dalam waktu 16 hari ini, kami akan menuliskan berbagai persoalan, ide dan perlawanan perempuan terhadap kekerasan. Selamat membaca.
*Kustiah- www.Konde.co
“Kekerasan terhadap perempuan tak akan terjadi jika semua orang menganggap perempuan sebagai ibu kita”.
Demikian dikatakan aktor Indonesia Lukman Sardi kepada penulis usai acara pembacaan ’16 Sumpah Hentikan Kekerasan Berbasis Gender& Seksual melalui 16 Film Festival’ yang dilakukan di Art Soceity Kemang, Jakarta Jumat (17/11).
Luman Sardi, aktor Indonesia, adalah salah satu volunteer ambasador untuk EnamBelas Film Festival. Sebuah gerakan yang berjejaring dengan Jaringan #GerakBersama, Kalyanahira Film &100% Manusia yang fokus turut serta mengampanyekan Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HKATP) yang berlangsung mulai 25 November hingga 10 Desember.
Aktor yang membintangi film Sang Pencerah ini mengaku prihatin dengan sejumlah peristiwa kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan yang belakangan marak terjadi. Kasus pembunuhan dan kekerasan di muka bumi ini menurutnya tak perlu terjadi. Apalagi terhadap perempuan.
“Kita lahir dari tubuh seorang perempuan. Dan perempuan adalah ibu kita. Jika semua orang menganggap perempuan sebagai ibu kita maka kekerasan itu tak akan terjadi,” ujar Lukman.
Penghargaan terhadap tubuh, menurut Lukman harus ditanamkan sejak dini. Ini menjadi pekerjaan rumah dan tugas semua manusia. Bagaimana mengajarkan kepada anak supaya menghargai dan menghormati tubuh supaya kelak ketika dewasa tak menjadi pelaku kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi, kata Lukman karena kesalahan dan paradigma berpikir masyarakat terhadap perempuan. Paradigma yang salah, yang sering terjadi di masyarakat misal menganggap perempuan sebagai mahkluk subordinat, makhluk nomor dua, mahkluk lemah dan tak berdaya, obyek seks, terjadi karena budaya patriarkhi dan minimnya edukasi.
Tak perlu jauh-jauh melihat masyarakat yang ada di daerah pelosok yang kerap disebut sebagai masyarakat yang tidak memiliki pendidikan memadai. Di Jakarta, ibu kota Indonesia sendiri menurut Lukman masih sering terjadi.
“Untuk itu, edukasi perlu dilakukan secara kontinyu,” ujarnya.
Bagi Lukman, sangat mudah untuk berpikir menghargai seorang perempuan. Lukman punya tips, ia selalu ingat ibunya.
“Lihat saja ibu kita, jika kita mencintai dan menghargai ibu kita, maka kita harus mencintai dan menghargai perempuan lain.”
Melalui festival film yang mengangkat tema perempuan, Lukman berharap masyarakat bisa memperoleh pesan tentang salah satunya bagaimana menghargai perempuan dan ajakan menghentikan kekerasan terhadap perempuan. Karena, film dianggap sebagai medium paling mudah untuk menyampaikan pesan:
“Sebagian besar film-film yang aku perankan adalah film-film yang memiliki pesan atas anti kekerasan dalam berbagai bentuk. Profesi sebagai aktor yang aku jalani sejak usia dini hingga sekarang buat aku juga alat dalam menyuarakan dan menyeru pentingnya kehidupan yang harmoni dan bebas dari kekerasan termasuk kekerasan berbasis gender dan seksual. Untuk itu aku mengajak kita semua dan generasi muda untuk dapat bersuara dan mengkampanyekan penghapusan kekerasan dengan berbagi macam bentuk dengan menggunakan apapun alatnya. Salah satunya kita semua bisa memulai langkah kita dengan mendukung kampanye.”
* Kustiah, Pengelola www.Konde.co dan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Mantan jurnalis www.Detik.com