Kisah Penyintas Kekerasan: Perselingkuhan yang Menghancurkanku



“Sebelumnya, aku banyak mendengar kisah, cerita-cerita tentang perselingkuhan. Ini sudah pernah terjadi pada saudara, teman, tetangga, dan di film-film yang pernah aku tonton. Tapi aku tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi kepadaku.”

*Ika Ariyani- www.Konde.co

Konde.co- Memilih menikah dengan orang yang ‘biasa-biasa’ saja dalam artian tidak “tampan”, tidak kaya, tujuanku adalah agar aman tidak terkena sakit hati diselingkuhi.

Bagiku kehilangan orang yang kucintai itu sedikit menakutkan, maka aku memilih orang yang kemungkinannya kecil untuk berkhianat.

Pikirku dulu, bagi perempuan, menikah adalah hal yang ditunggu-tunggu untuk menjadi tujuan terakhir hidupnya. Karena waktu itu, aku jarang mendapat contoh sosok perempuan yang melajang dan berbahagia. Maka aku berkesimpulan, kalau mau berbahagia, maka aku harus menikah. Pasti akan otomatis dibahagiakan oleh suami. Itu pikirku dulu.

Dan tentu saja setelah itu aku membaktikan hidupku untuk keluarga, menyerahkan hidup dan setia kepada suami. Kebahagiaanku, tujuan hidupku, semua tergantung suami.

Tetapi memegang prinsip seperti itu ternyata sangat fatal sekali. Dan inilah hidupku yang dulu:

Setelah pertengkaran kami, suami tidak pulang ke rumah. Aku bermimpi ia berada di suatu pub sambil memangku perempuan lain. Mimpi itu datang berturut-turut. Aku berpikir itu hanya karena aku gelisah karena ia tidak pulang ke rumah.

Ternyata setelah dia pulang, aku bertanya padanya dan dia diam. Suami adalah orang yang takut berbohong karena ia biasanya akan mengigau jika berbohong dan dia takut itu. Jadi jika ia diam, maka artinya itu benar terjadi. Dan kejadian-kejadian selanjutnya yang kutemukan seperti chat mesra di handphonenya sudah sering aku baca.

Bukannya marah dan menjadikan hal itu masalah, aku malah diam dan merasa takut kehilangan suami. Aku menangisi diriku sendiri yang bernasib sial dan tidak punya nyali untuk marah karena tak mau kehilangan laki-laki yang tidak setia seperti dia.

Tinggal di perantauan, tidak punya teman banyak, ditambah kondisi fisik yang tidak “menarik” setelah melahirkan, membuatku makin terpuruk. Aku hanya punya suami dan dia ternyata hanya menganggap istrinya ini hanya mainan.

Aku betul-betul tidak punya hal untuk mengalihkan pikiran agar tidak sedih. Jika suami bebas pulang malam atau tidak pulang dan bersenang-senang di pub, aku hanya bisa menonton acara televisi sendirian di rumah. Untuk ke kota, perjalanan lumayan jauh serta memakan tenaga serta uang. Aku cuma bisa menangis dan berdoa kala itu.

Suamiku tampaknya tidak menganggap itu sebagai hal yang besar. Ia ingin tetap punya istri, tapi tidak ingin dilarang jika menggoda perempuan lain, karena baginya itu cuma bagian dari keisengannya sebagai lelaki. Selingkuh baginya adalah, jika ia menjalin hubungan serius dengan perempuan lain dan menikahinya.

Kenapa jadi seakan hanya aku yang harus berpikir serius seperti ini, padahal ini bukanlah tentang perbuatanku, ini adalah perbuatan suamiku? Bagaimana jika dibalik? Aku yang menggoda laki-laki lain untuk iseng? Tentu dia akan membunuh aku dan anakku mengingat temperamennya yang sangat keras.

Akhirnya waktu itu, aku memberanikan diri untuk berbuat sesuatu. Aku memutuskan hubungan itu dan kutinggalkan semuanya.

Ini merupaakan bagian dari refleksiku dulu. Dan sekarang, dimana aku sudah berpikir jernih setelah memutuskan untuk berpisah, aku mulai berpikir bahwa mungkin dulu aku hancur karena aku sendiri yang menggantungkan dan terlalu menyerahkan hidupku pada suami. Menganggapnya sebagai sumber pemberi hidup dan kebahagiaan.

Setelah menikah, aku jadi begitu rapuh dan menembok pikiranku sendiri bahwa hidupku hanya untuk suami. Aku lupa bahwa ia tetap saja hanya manusia, individu yang tidak bisa kuatur hati dan pikirannya. Walaupun menurutku, ia adalah manusia yang tak punya komitmen. Inilah bedanya dia dengan aku. Aku adalah manusia dengan komitmen tinggi, dan begitulah seharusnya yang ia lakukan. Namun bukan itu yang terjadi.

Dan sekarang aku baru bisa tertawa ketika mengingat, kenapa aku bisa hancur oleh laki-laki yang menganggap perempuan hanyalah salah satu bagian dari banyak pilihan kesenangannya? Inilah refleksi atas kejadian yang menimpaku dulu.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Ika Ariyani, aktivis perempuan dan pengelola IG @masalahkitasemua 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!