Jatuh Bangun Perjuangkan Perdamaian di Asia: Dari Konferensi dan Assembly AMAN

Perempuan hingga kini masih jadi korban pengaturan atas nama pakaian dan tubuhnya. Kondisi ini masih terjadi di sejumlah tempat di Asia.

Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi telah meninggal akibat ditangkap oleh polisi moral ketika dia tidak berjilbab sesuai aturan negaranya. Kejadian ini kira-kira setahun yang lalu. Mahsa Amini kemudian meninggal dalam kondisi luka parah. Diduga akibat dianiaya selama masa tahanan.

Di Indonesia, pengaturan wajib jilbab juga terjadi dalam bentuk aturan negara. Di luar itu, ada diskriminasi dan persekusi yang terjadi pada kelompok minoritas yang masih terjadi. Mereka dituduh “sesat”, atau melanggar “ketentuan agama”. Hal ini terjadi di sejumlah negara seperti Pakistan, Afghanistan, China, India, Irak, termasuk Indonesia. Ada juga persoalan perdamaian yang terjadi di Palestina yang sedang menjadi sorotan dunia.

Hal inilah yang mendasari The Asian Muslim Action Network (AMAN) mengadakan Konferensi Internasional dan AMAN Assembly di kampus UIN Ar-Raniry Banda Aceh, tanggal 14-17 Oktober 2023 dengan tema “Religious Inclusion and Peacebuilding in the World: the Perspectives of Muslims.”

Konferensi ini membahas dan menganalisis situasi kebebasan beragama internasional dan inklusi di Asia. Ada berbagai perjuangan di Asia. Seperti soal pemaksaan pakaian di Indonesia, persoalan di Myanmar, Thailand selatan, juga Iran. 

Konferensi juga menganalisis gap dan tantangan masa kini, terkait dengan keterbukaan dalam beragama di sejumlah negara. 

Sejumlah kejadian pelanggaran HAM yang terjadi seperti meninggalnya Mahsa Amini di Iran, karena dianggap melanggar aturan berpakaian, yang menimbulkan gelombang protes di berbagai kota di Iran dan dunia. Eksodus besar-besaran hampir separuh dari penduduk Myanmar ke negara-negara ASEAN dan perbatasan Bangladesh, khususnya Rohingya, dan krisis politik di Myanmar membuat siklus kekerasan baru yang tak berujung penyelesaian.

Baca Juga: Peringatan Setahun Kematian Mahsa Amini di Iran, Aktivis Ditangkap dan Keluarga Ditekan

Kondisi ini diperparah dengan penyalahgunaan media sosial yang mempolarisasi pesan dan berdampak pada konflik yang parah. Lemahnya institusi demokratis di banyak negara mayoritas Muslim menjadi rentan terhadap otoritarianisme. 

Institusi-institusi lemah ini seringkali hasil dari keterbatasan kebebasan politik, korupsi, dan kurangnya pertanggungjawaban politik. 

Beberapa pemimpin otoriter di dunia Muslim juga menggunakan agama sebagai alat untuk membenarkan penguasaan mereka dan menindas oposisi.

Namun ada juga praktik baik yang juga terjadi di Asia. Seperti harmoni keagamaan, dialog antar agama, kepemimpinan perempuan dalam mengambil reformasi, gerakan perdamaian pemuda, juga gerakan perdamaian di media sosial yang dimotori anak-anak muda.

Dalam sambutannya saat pembukaan Konferensi Internasional dan AMAN Assembly, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Mujiburrahman menyebut harapan terbesar bagi penduduk bumi adalah perdamaian secara lahir dan batin. Tak boleh siapapun boleh menghalangi prinsip individu itu, karena hal itu merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Forum yang mulia ini tentu akan memberikan daya dorong bagi siapapun secara global. Bahwa ada yang begitu mahal ingin menikmati kedamaian, salah satunya warga Palestina,” tandasnya.

Baca Juga: Solidaritas Untuk Mahsa Amini Mengalir Dari Negara-Negara di Dunia

Dari forum ini, diharapkan Prof Mujib bakal lahir rekomendasi dan aksi konkrit untuk mengakhiri penderitaan saudara kita di Palestina. Agar mereka bisa hidup aman dan damai di negerinya sendiri

Konferensi Internasional ini dirancang untuk memberikan ruang pertukaran bagi umat Islam maupun agama dan kepercayaan lainnya, pemimpin agama, akademisi, aktivis, praktisi, media dan anak-anak muda dari organisasi dan komunitas untuk berbagi capaian, tantangan, termasuk praktik baik sejumlah isu terkait situasi keberagamaan di Asia dan dunia.

Senada dengan Prof Mujib,  Presiden The Asian Muslim Action Network (AMAN)  Prof Amelia Fauzi MA mengajak para peserta untuk berdoa atas kejadian yang berada di Gaza, Palestina. 

”Saat ini menghadapi kesulitan dan eskalasi konflik yang meningkat. Kami berharap akan ada solusi untuk kejadian di Gaza. Kami berdoa agar semua orang dan pemangku kepentingan memiliki kekuatan untuk memperkuat diri mereka sendiri, duduk bersama, mengubah dan menghentikan konflik, mengubahnya menjadi perdamaian,” harap nya.

AMAN, dijelaskan Prof Amelia merupakan organisasi Muslim progresif yang didirikan untuk menjadi kekuatan penyatuan perdamaian dan tindakan sosial di Asia dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Asia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1990. Sudah hampir 33 tahun berlalu. Dan organisasi ini telah menjadi jaringan tidak hanya di Asia, tetapi juga di luar Asia.

Baca Juga: Stop Pemaksaan Busana di Iran dan Indonesia, Aktivis Protes Aturan Pemaksaan Jilbab

“AMAN berdiri dan mendorong Muslim progresif untuk fokus pada dialog intra dan antar konflik, resolusi konflik, pembangunan perdamaian, dan pemberdayaan perempuan. Hal itulah yang menjadi alasan AMAN, bekerja sama dengan sejumlah universitas untuk mengadakan konferensi seperti ini.  Saat ini, Aceh memiliki sejarah yang sangat khas terkait dengan konflik sebelumnya dan tsunami. Jadi kami ingin konferensi ini membuat suara Aceh lebih besar, membuat suara umat Muslim berada pada posisi tinggi bahwa Aceh sekarang adalah Tanah Perdamaian,” tukas Prof Amelia Fauzi.

Selama ini banyak cerita tentang Aceh, ada pembatasan jam malam untuk perempuan, ada kasus sulitnya pendirian gereja, juga ada pengaturan pakaian untuk perempuan. 

Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah menyatakan, konferensi ini memiliki misi membawa cerita berbeda pasca tsunami dan konflik berdarah di Aceh. 

”Peserta diharapkan membawa cerita yang punya sudut pandang berbeda dan konfrehensif,” jelasnya.

Dekan Fakultas Hukum dan Syariah UIN Ar-Raniry Aceh, Prof Kamaruzaman mengajak para peserta untuk mengenali budaya Aceh. Ada kearifan lokal, namun ada juga persoalan-persoalan yang harus diselesaikan.

Agenda konferensi Internasional dan AMAN Assembly sudah dimulai dengan kunjungan ke sejumlah tempat sejarah di Aceh. Seperti, PLTD Apung, Museum Tsunami, Rumah Cut Nyak Dien dan makam massal korban tsunami. 

Konferensi Internasional dan AMAN Assembly dirancang untuk memberikan ruang pertukaran bagi umat Islam maupun agama dan kepercayaan lainnya, pemimpin agama, akademisi, aktivis, praktisi, media dan anak-anak muda dari organisasi dan komunitas untuk berbagi capaian, tantangan, termasuk praktik baik sejumlah isu terkait situasi keberagamaan di Asia dan dunia.

Baca Juga: Mahsa Amini, Nyawa Perempuan Lebih Penting dari Selembar Kain

Mulai dari pencapaian umat Islam dalam mempromosikan kebebasan beragama, toleransi, dan perdamaian. Termasuk mendukung kepemimpinan perempuan dan anak muda dalam pembangunan perdamaian. Serta mendiskusikan berbagai persoalan humanitarian, krisis, pengungsian dan Aceh menjadi salah tujuan pengungsian Rohingya dalam beberapa tahun terakhir. 

Terakhir, dibahas juga perlawanan masyarakat dengan pendekatan negosiasi, serta kekerasan ekstremisme dari konteks anak muda dan perempuan.

Hasil yang diharapkan dari forum ini adalah rekomendasi untuk membangun kesamaan dalam mempromosikan inklusi keagamaan. Di mana hak-hak perempuan dan minoritas diakui dengan adil, serta bagaimana hubungan antar komunitas.

Konferensi dihadiri oleh 115 orang dari 14 Negara perwakilan seperti Bangladesh, India, Indonesia, Kenya, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Philippines, Singapura, Sri Lanka, Swedia, Thailand dan USA. 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!