Aktivis Mengecam Intimidasi dan Penggeledahan Paksa di Kantor LBH APIK Jakarta

“Para aktivis hak asasi manusia mengecam tindakan gerombolan orang dan polisi yang mengintimidasi aktivis dan pengacara LBH APIK Jakarta. Sebagai pengacara perempuan korban kekerasan, seharusnya staff dan pengacara LBH APIK dilindungi secara hukum.”

*Poedjiati Tan- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Setelah diintimidasi oleh segerombolan orang di kantornya, LBH APIK Jakarta juga didatangi secara paksa oleh polisi dari Polsek Matraman Jakarta.

Kedatangan polisi ini merupakan yang ketigakalinya, setelah sebelumnya polisi datang secara paksa pada tanggal 3, 12 Februari 2020 dan yang terakhir Jumat, 21 Februari 2020.

Pada tanggal 21 Februari 2020, polisi menyatakan datang untuk bersilaturahmi. Namun Pengacara LBH APIK, RR. Agustine SH., MH menyatakan akan tetap memproses intimidasi yang dilakukan segerombolan orang dan pembiaran, penggeledahan paksa yang dilakukan polisi.

Sebelumnya LBH APIK telah melaporkan 2 tindakan ini ke Polres Jakarta Timur dan Divisi Profesi dan Keamanan atau Propam Jakarta Timur.

“Sudah ada permintaan maaf dari pihak terlapor kepada LBH Apik Jakarta, tetapi proses hukum tetap berjalan. Kehadiran pihak kepolisian yang sudah datang secara tiba-tiba sebanyak 3 (tiga) kali, pernah melakukan penggeledahan tanpa surat-surat penggeledahan, dan membiarkan preman masuk ke perkarangan LBH Apik Jakarta telah menimbulkan dampak kerugian secara psikis bagi seluruh Pengabdi Bantuan Hukum LBH Apik. Ini juga dapat digugat secara perdata.”

Para aktivis hak asasi manusia memberikan dukungan pada langkah-langkah yang dilakukan LBH APIK karena mengintimidasi dan melakukan penggeledahan paksa ini adalah tindakan yang unprosedural dan tanpa landasan hukum.

Kuasa hukum LBH APIK, RR. Sri Agustini SH.,MH mengatakan tindakan gerombolan dan polisi ini merupakan kemunduran terhadap human right defender atau pembela hukum yang seharusnya dilindungi.

Bagaimana peristiwa intimidasi ini terjadi?

Peristiwa ini terjadi ketika segerombolan orang berjumlah lebih dari 16 orang yang mengatasnamakan sebagai Komunitas Islam Maluku pada tanggal 3 Februari 2020 tiba-tiba datang dan mengintimidasi staff LBH APIK.

Mereka menuduh LBH APIK Jakarta telah melakukan penculikan dan penyekapan terhadap seorang perempuan korban kekerasan yang berinisial DW (bukan nama sebenarnya) berusia 21 tahun.

Kejadian ini bermula ketika LBH APIK sedang mendampingi korban bernama DW, atas rujukan dari Komnas Perempuan.

Pada hari Kamis, 30 Januari 2020, sesuai dengan permohonan surat rujukan dari Komnas Perempuan tersebut diatas, DW (21 Tahun) datang ke kantor LBH APIK Jakarta untuk berkonsultasi hukum atas kasusnya. Dalam konsultasi tersebut, DW diterima oleh salah satu pengacara dan relawan LBH APIK Jakarta.

Dalam konsultasi tersebut DW menjelaskan bahwa ia sudah 1 (satu) minggu lari atau meninggalkan rumah tinggal orangtuanya karena mendapatkan kekerasan dari orangtuanya yang tidak menyetujui hubungan/relasinya dengan Bd (bukan nama sebenarnya) serta karena perbedaan pilihan keyakinan.

Dalam konseling pertama Pada hari Kamis, tanggal 30 Januari 2020 tersebut, belum ada pembahasan mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan untuk penyelesaian masalah DW. Konseling masih berfokus pada penggalian masalah yang dihadapi oleh DW.

Pada hari Sabtu, 1 Februari 2020, DW menghubungi LBH APIK Jakarta dengan menceritakan bahwa orangtua Bd yang tinggal di daerah Matraman, didatangi oleh anggota Polsek Matraman berinisial TR yang mencari DW.

TR tidak bertemu dengan DW karena pada hari tersebut, DW dan Bd sedang berada di Cikarang. Karena TR tidak bertemu dengan DW, TR menghubungi DW via Telephone dan mengajak bertemu. DW setuju untuk bertemu TR dengan syarat bertemu hanya dengan TR (tanpa orangtua) dan bertempat di kantor LBH APIK Jakarta.

Pada hari Senin, 3 Februari 2020, sesuai dengan kesepakatan bersama antara TR dan DW, DW datang ke kantor LBH APIK pukul 11.00 WIB, sedangkan TR datang 1 jam kemudian yaitu jam 12.00 WIB. Pada saat TR diterima oleh front office LBH APIK Jakarta, sebelum bertemu DW, TR mengaku sebagai anggota Polsek Matraman, tujuan TR datang untuk bertemu dengan DW.

TR bertemu DW untuk melakukan cek langsung mengenai kasus DW. Selanjutnya, LBH APIK mempersilakan TR bertemu dengan DW di ruang konsultasi.

Dalam pertemuan tersebut DW menjelaskan bahwa dia meninggalkan rumah dan tidak ingin bertemu dengan orangtuanya karena DW sering mendapatkan kekerasan dari orangtuanya, menurut DW kekerasan semakin meningkat ketika DW berelasi dengan Bd.

Selanjutnya DW menuliskan surat berisi keinginannya terhadap orangtua yang dititipkan kepada TR.

Setelah TR meninggalkan kantor LBH APIK, salah satu staff LBH APIK meminta DW untuk pulang. DW mengikuti permintaan LBH APIK, DW meninggalkan kantor LBH APIK.

Setelah itu, TR ditemani PR mendatangi kembali kantor LBH APIK Jakarta ditemani oleh rekannya yang berinisial PR. Alasan kedatangan TR kembali ke kantor LBH APIK Jakarta adalah surat yang ditulis oleh DW tertinggal di kantor LBH APIK. Pada saat surat tersebut diberikan kepada TR, TR menolak surat tersebut.

PR dan TR langsung meminta untuk menggeledah kantor LBH APIK Jakarta dengan tuduhan menyembunyikan DW.

LBH APIK Jakarta menolak permintaan pengeledahan yang akan dilakukan oleh TR dan PR karena TR dan PR tidak dapat menunjukkan surat tugas penggeledahan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 KUHAP mengenai Tata Cara Penggeledahan. TR dan PR mengatakan bahwa mereka diminta oleh Komandannya untuk menggeledah kantor LBH APIK Jakarta jadi tidak membawa surat tugas dan surat penggeledahan.

LBH APIK Jakarta menjelaskan kepada TR dan PR bahwa DW sudah meninggalkan kantor LBH APIK Jakarta pada jam 13.30 WIB, akan tetapi TR dan PR berkeyakinan DW masih berada di kantor LBH APIK Jakarta.

Setelah diberikan penjelasan oleh LBH APIK Jakarta bahwa DW tidak ada di kantor LBH APIK dan DW meminta pendampingan LBH APIK Jakarta jika harus bertemu dengan orangtuanya, Setelah diberi penjelasan tersebut TR dan PR meninggalkan kantor LBH APIK Jakarta.

Tidak lama kemudian, orang tua DW dan segerombolan orang yang mengaku berasal dari Komunitas Islam Maluku datang menggedor pintu dan mengatakan ingin bertemu DW.

Salah satu dari mereka mengancam akan merusak kantor LBH APIK Jakarta jika tidak mempertemukan DW.

Ayah DW berkeyakinan bahwa DW disembunyikan oleh LBH APIK, untuk itu ayah DW memaksa untuk menggeledah seluruh ruangan kantor LBH APIK Jakarta untuk mencari DW. Karena terus memaksa, LBH APIK mengijinkan dengan ditemani staff LBH APIK Jakarta dan seorang anggota kepolisan Polsek Kramatjati, ayah DW dipersilahkan untuk memeriksa setiap ruangan di LBH APIK Jakarta.

Karena adanya keributan, pihak LBH APIK Jakarta menghubungi Pak Agus dari Kepolisian Sektor (Polsek) Kramat Jati untuk mengamankan LBH APIK Jakarta.

Setelah DW tidak ditemukan di kantor LBH APIK Jakarta, ayah DW keluar dari kantor LBH APIK Jakarta jam 16.00 WIB dan menemui gerombolan orang yang masih menunggu di depan kantor LBH APIK Jakarta.

Pihak LBH APIK menunggu sekitar satu jam sampai gerombolan orang tersebut pergi, tapi ternyata mereka belum pergi hingga jam 17.00 WIB. Setelah berdiskusi dengan Pak Agus dari Polsek Kramat Jati, Pak Agus menghimbau semua orang/ staff LBH APIK Jakarta sehingga gerombolan tersebut melihat kantor LBH APIK Jakarta tutup.

Ketika seluruh staff LBH APIK pulang, gerombolan yang berkumpul di halaman kantor LBH APIK pada akhirnya bubar.

Penggeledahan Paksa Polisi

Penggeledahan paksa yang dilakukan anggota Polsek Matraman adalah karena laporan dari orangtua DW yang menganggap bahwa LBH APIK Jakarta melakukan penculikan dan penyekapan terhadap anaknya dilakukan tidak sesuai dengan Tata Cara Penggeledahan yang diatur dalam Pasal 33 KUHAP karena anggota polisi yang mengaku dari polsek Matraman tersebut tidak dapat menunjukan surat penggeledahan dan identitas sebagai anggota kepolisian.

Selain itu pengaduan yang menyatakan LBH APIK sebagai lembaga yang melakukan penyekapan sepenuhnya salah, karena LBH APIK bukanlah individu yang membawa pergi seseorang untuk melawan hukum, bahwa mitra datang ke LBH APIK Jakarta dengan kesadaran dan kebutuhan akan perlindungan hukum dirinya pribadi sehingga tidak dapat dikenakan Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dan Penyekapan.

LBH APIK juga mendatangi Divisi Profesi dan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Propam Polres Jakarta Timur) untuk melaporkan 4 anggota kepolisian Polsek Matraman dengan kasus mal administratif dan pembiaran terhadap tindakan penggerebekan, intimidasi dan penggeledahan paksa yang dialami oleh LBH APIK Jakarta.

Tuntutan LBH APIK

Atas peristiwa ini, pengacara LBH APIK dalam pernyataan persnya mendesak pihak Polres Jakarta Timur untuk tetap melanjutkan proses hukum atas pelaporan pada Propam secara profesional dan independen.

Kemudian meminta Polda Metro Jaya untuk melakukan pengawasan terhadap proses hukum yang dilakukan Polres Jakarta Timur.

Dan meminta Komnas HAM untuk melakukan perlindungan hukum kepada Pembela HAM, khususnya Perempuan Pembela HAM.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

*Poedjiati Tan, psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!