Pelecehan Seksual dalam Aksi IWD 2020: Tidak Hanya Buruh, Tapi Juga Aparat

Salah satu perempuan peserta aksi di hari perempuan internasional 8 Maret 2020 di Jakarta yang berada di atas mobil komando mengatakan, bahwa pada saat aksi ia dilecehkan oleh aparat keamanan seperti Brimob yang ada di sekitar aksi. Ini memang ironi yang terjadi di saat kita semua merayakan hari perempuan internasional. Tulisan ini hanya ingin menggambarkan, bahwa tak hanya buruh yang disebut melakukan pelecehan dan ramai diberitakan di sosial media, namun juga satpam dan polisi yang harusnya menjaga keamanan aksi.

*Indiera Hapsari Ratih- www.Konde.co

Konde.co- Setelah aksi hari perempuan internasional yang dilakukan di Jakarta pada 8 Maret 2020 oleh organisasi, serikat buruh dan individu yang tergabung dalam “Gerak Perempuan,” di sosial media ramai ditulis tentang adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh para buruh laki-laki yang terjadi  dalam aksi tersebut.

Namun saya juga mendapatkan data bahwa tak hanya buruh laki-laki yang melakukan pelecehan di aksi ini, namun juga satpam dan aparat keamanan seperti polisi dan brimob.

Salah satu peserta aksi perempuan juga mengatakannya dalam orasi tentang pelecehan yang ia alami dari Brimob di dalam aksi tersebut.

Hal ini tentu juga harus menjadi catatan penting dan pekerjaan rumah sebagai langkah antisipasi agar tak terulang kembali.

Sebagai peserta aksi, sungguh patut disesalkan hingga saat ini terus bertambah aduan korban pelecehan yang menimpa peserta aksi aktivis dan feminis serta kelompok minoritas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender berupa catcalling atau mengeluarkan suara godaan dirasa merendahkan, melecehkan dan membuat suasana tidak nyaman di saat aksi hari perempuan internasional.

Data-data juga menunjukkan bahwa beberapa oknum buruh melakukan pelecehan, namun juga satpam dan penjaga keamanan seperti polisi atau Brimob.

Jika ini dilakukan oleh laki-laki buruh, penyebabnya adalah kebiasaan, kurangnya pendidikan dan konstruksi di pabrik yang kemudian membuat oknum buruh laki-laki melakukan pelecehan. Namun jika ini yang melakukan adalah aparat keamanan seperti Brimob atau polisi, apa kalimat paling baik untuk menjelaskan ini semua? Karena aparat keamanan adalah petugas yang seharusnya memberikan rasa aman pada saat aksi

Perempuan dalam aksi hari perempuan internasional juga ingin tampil jujur, memiliki otoritas pada tubuhnya sendiri, spontan, indah, manis, memaksimalkan bakat alami, bersemangat, berani, cerdas, memiliki kemandirian intelektual, tidak menipu diri-sendiri, memiliki tekad tidak berkompromi dari pemaksaan mayoritas yang justru pada akhirnya memundurkan kesadaran dan perjuangan pembebasan.

Namun menjadi pekerjaan rumah kita semua bahwa semua pihak, massa aksi, polisi, satpam dan semua orang harus punya kesadaran tentang egaliter dan perjuangan bersama pembebasan perempuan. Sebab tidak ada pembebasan masyarakat tertindas tanpa pembebasan perempuan.

Dan juga menjadi masalah ketika mayoritas orang-orang yang masih terjebak patriarki dan mengesampingkan individualitas perempuan. Hal tersebut tentu memotong semangat dan cita-cita perjuangan perempuan.

Demi penghancuran patriarki, bagaimanapun gerakan perempuan menentang dan tak mau tunduk pada seksisme. Gerakan perempuan memperjuangkan orisinalitas diri, aktualisasi individualitas sebagai simbol mereka menolak tunduk pada keseragaman dan kungkungan budaya serta aturan moral patriarkis.

Walaupun dinamika di lapangan pada saat aksi misalnya, belum lepas sepenuhnya dari kutukan patriarki. Seksis dan puritan justru bersandar pada konsep yang belum digerakkan oleh perubahan-perubahan. Hal semacam ini mengakibatkan pelecehan-pelecehan yang dialami peserta aksi hari perempuan dihubungkan dengan cara berpakaiannya yang tidak konvensional.

Bukan tidak mungkin kutukan patriarki juga menimpa buruh perempuan di tempat kerja, oleh rekan kerjanya sendiri. Kemudian sepulang kerja mereka terperangkap pada situasi pembagian kerja domestik yang tidak berimbang.

Buat saya, edukasi dan penelusuran watak pelaku pelecehan penting demi menumbuhkan kesadaran emansipasi dan kesetaraan, untuk mengenyahkan sesat watak patriarki yang memang masih menjadi tabiat mayoritas masyarakat Indonesia

*Indiera Hapsari Ratih, buruh perempuan dan aktivis Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK), Indiera juga merupakan lulusan Sosiologi FISIP UNEJ, beberapa tulisannya pernah mampir di Buruh.co, Paras Indonesia, Koran Surya, Jawa Pos, SINDO, dll. Facebook @Indiera Hapsari Ratih.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!