*Rosalina- www.Konde.co
Apa pentingnya mempelajari soal kesehatan reproduksi bagi remaja? Belum banyak remaja yang mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi, padahal seharusnya pengetahuan soal kesehatan reproduksi sudah diketahui sejak mereka kecil, agar mereka tak menjadi kebingungan di kemudian hari.
Karena berbagai mitos terus berkembang di Indonesia terkait isu seksualitas dan kesehatan reproduksi, ini juga menunjukkan bahwa pemahaman mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi masih sangat minim.
Pengetahuan soal tubuh yang tak boleh disentuh adalah pengetahuan soal seksualitas dan ketubuhan yang harus diketahui sejak kecil. Ketika sudah mulai akhir sekolah dasar, anak-anak juga harus dibekali soal pendidikan kesehatan reproduksi seperti menstruasi, dan sesudah itu harus mendapat pendidikan soal kehamilan, pendidikan soal ketubuhan, dll.
Selain laki-laki tak boleh menyentuh bagian tubuh tertentu dari anak perempuan, banyaknya fakta soal menstruasi juga penting dipelajari, seperti banyak yang merasakan tidak nyaman ketika menstruasi, mau olahraga rasanya nyeri, mau berenang rasanya aneh. Belum lagi stereotype yang dilekatkan pada perempuan ketika menstruasi: darah tak boleh menembus baju, padahal ini adalah hal-hal yang tak terhindarkan yang dialami perempuan.
Maka, tak hanya perempuan, laki-laki juga harus mendaparkan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena ia harus menghormati, respek pada tubuh, seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan
Sehingga ketika mereka mendapatkan informasi yang keliru soal kesehatan reproduksi, mereka tidak menjadi bingung.
Beberapa bulan lalu, ada pernyataan dari Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) soal berenang yang bisa menyebabkan kehamilan. Padahal ini adalah mitos, inilah yang menjadikan pendidikan kesehatan reproduksi merupakan pendidikan penting bagi remaja.
Faktanya, perempuan tidak akan hamil hanya karena berenang bersama dengan laki-laki tanpa adanya penetrasi langsung ketika berenang. Sehingga penting bagi remaja perempuan untuk mengetahui dan memahami terkait sistem reproduksi baik laki-laki maupun perempuan dan cara kerjanya agar tidak mudah terpengaruh dengan mitos yang berkembang di masyarakat awam.
Bagaimana jika ada laki-laki yang melakukan ejakulasi di kolam renang lalu ada perempuan yang sedang berenang di sekitarnya, apakah perempuan tersebut akan hamil? Jawabannya adalah tidak, karena proses pembuahan membutuhkan proses yang cukup rumit.
Sperma yang dikeluarkan ketika laki-laki berenang tidak akan mampu berjalan mencari sel telur dengan menembus pakaian renang dan masuk ke dalam rahim sampai terjadi kehamilan.
Proses terjadinya kehamilan/pembuahan sendiri dapat terjadi ketika sel telur dalam masa subur bertemu dengan sel sperma di dalam saluran reproduksi perempuan yang bernama tuba falopi, setelah pembuahan terjadi sel akan membentuk gumpalan yang dinamakan blastokista yang akan berjalan ke rahim dan menempel pada dinding rahim hingga mengalami perkembangan menjadi embrio dan plasenta.
Menurut Budi Wiweko (Guru Besar Departemen Obgyn FKUI;2020), sperma yang dikeluarkan di luar tubuh dalam hitungan menit akan mati dan tidak memiliki kekuatan untuk bergerak. Sperma tidak akan bisa hidup lebih dari hitungan detik di dalam air dingin yang penuh dengan bahan kimia atau zat lainnya termasuk dengan kaporit dalam air kolam renang.
Kehamilan akan mungkin terjadi jika perempuan dan laki-laki melakukan hubungan seksual di kolam renang karena air di luar tubuh tidak akan mengganggu proses penetrasi sperma di dalam vagina.
Sperma sendiri memiliki usia hidup, ia dapat bertahan di luar tubuh selama 20-60 menit tergantung pada paparan eksternal sperma tersebut seperti zat yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan sperma akan mati ketika telah mengering saat dikeluarkan di atas permukaan yang kering atau kulit tubuh manusia. Sperma akan berenang dan bergerak melalui leher rahim untuk mencapai rahim dengan kekuatan bergerak 4-5 jam saat berada di dalam tubuh perempuan.
Proses kehamilan ini hanyalah satu dari berbagai macam informasi soal kesehatan reproduksi. Ada berbagai pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas, maka remaja tak boleh terlambat untuk belajar dan untuk mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi. Orangtua, guru dan orang-orang di lingkungannya harus berkontribusi, memberikan support untuk pendidikan ini bagi anak dan remaja.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
*Rosalina, aktif di Aliansi Remaja Independen (ARI), Jakarta