Jika Kita Berbeda, Apa yang Salah? Cerita Proses Penerimaan Gender dan Seksualitas

Bagaimana cara kita agar bisa menghormati pilihan gender dan seksualitas orang lain yang berbeda? Menerima orang lain adalah pelajaran paling penting setelah kita belajar menerima diri kita sendiri. Proses saling menerima ini akan membentuk lingkungan yang saling memahami walau kita banyak berbeda

Fikri Abdillah- Konde.co

Seringkali kita tidak menyadari ini. Ketika kita mencium bunga yang wangi, meski sadar bahwa kita telah memberinya kotoran dengan bau busuk, tapi bunga akan tetap wangi. Kita sadar bahwa kita tidak menuangkan aroma wangi di akar bunga ketika kita menanamnya. Meskipun kita memberi kotoran, kita bisa melihat bahwa bunga ini tetap fantastis adanya, karena itulah sifat alaminya. 

Dalam analogi sederhana tersebut, ada sebuah pelajaran penting bagi saya dalam proses penerimaan diri, yaitu ketika kita menerima diri kita, maka perbuatan buruk apapun yang dilimpahkan orang lain kepada kita, justru ini tidak akan melemahkan kita. Justru dengan hal tersebut kita bisa tumbuh dengan fantastis sesuai dengan sifat alami kita. 

Sedari muda inilah sejatinya yang saya pelajari. Kita dibiasakan untuk menyelami dan menerima orang lain. Ketika beranjak dewasa, kita terbiasa menganggap bahwa persepsi orang lain terhadap kita menjadi jauh lebih penting daripada persepsi diri kita sendiri. Akibatnya, kita sering membandingkan diri dengan orang lain. Kita menjadi tidak puas dengan pencapaian dalam hidup kita, selalu merasa kurang dan rendah diri. 

Refleksi diri kita menjadi kabur karena kita terlalu sering berfokus pada komentar oranglain tentang perihal baik dan buruk. Tanpa melihat ke dalam diri, kita mengiyakan saja persepsi orang lain pada kita, yang disematkan orang lain kepada kita. Ini saya alami terutama jika ada persepsi tentang identitas dan keunikan diri. Kita menjadi terlalu takut berekspresi karena kita belum menyadari secara utuh tentang konsep mengenal dan menerima diri.  

Apa itu menerima diri? Buat saya menerima diri berarti kita sanggup menerima apapun yang terjadi dan ada dalam berbagai dimensi hidup kita. Segala baik, buruk, kelebihan dan kekurangan yang dialami diterima dengan kesadaran yang utuh. Menyadari bahwa dalam hidup ini, kita dibentuk atas berbagai puzzle yang berbeda dan unik. Sehingga, hanya dengan menerima segala bagian puzzle dalam hidup kita, akhirnya kita bisa menerima diri kita seutuhnya. 

Jika kita mengidentifikasi diri sebagai seseorang dengan pilihan gender dan seksualitas yang berbeda dengan orang lain misalnya, lalu terjadi penolakan dalam diri, maka akan banyak timbul kecenderungan untuk membenci diri yang berakibat fatal hingga akhirnya melukai diri. Oleh karena itu, sangat penting melatih kesadaran kita dalam menerima diri kita sendiri.

Menerima diri dapat dilatih melalui cara-cara melatih kesadaran diri atau self-awareness. Kita berlatih menyadari apa saja kelemahan dan kelebihan diri tanpa menjustifikasi hal tersebut secara negatif. Selain itu, kita menyadari keunikan diri dengan kesadaran penuh apa yang ada di sini dan sekarang (here and now) melalui pendekatan mindfulness (kesadaran penuh) contoh : menerima sepenuhnya keadaan diri kita saat ini, bagaimanapun identitas gender dan seksualitas maupun latar belakang kita. 

Selain itu, kita tidak terpenjara masa lalu (prasangka) dan tidak terobsesi akan sesuatu hal berlebihan di masa depan, contoh  ketika kita menyadari dan menerima bahwa kita memang bagian dari masa lalu yang mungkin sedang berproses dalam mengidentifikasi pilihan gender dan seksualitas yang berbeda. Dalam prosesnya ada hal yang tidak menyenangkan yang kita alami, misalnya adanya bullying, penolakan dan sebagainya. Namun kita tidak usah berlarut dalam kesedihan. Kita juga tidak tenggelam menyesalinya. Lalu kemudian, kita juga tidak terlalu memforsir diri untuk  masa depan. Akan tetapi, berfokus pada apa yang kita jalani saat ini, disini dan saat ini. 

Dalam proses penerimaan itu, kita juga harus menyadari perlunya melatih pandangan yang non-dualistik, non judgmental, dan mengembangkan pengertian dan penerimaan terhadap diri dan oranglain. Tentunya, agar memiliki pandangan yang jernih dan mendalam sebagai bentuk penerimaan diri yang utuh, contohnya adalah pandangan gender non biner yang bisa membuat diri kita lebih nyaman menempatkan diri karena padangan mengenai definisi gender tidak terkotakkan secara sempit.

Berlatih dengan diri sendiri, merawat luka atau energi negatif dalam diri sendiri, menyadari saat energi negatif dalam diri muncul, tersenyum, memeluk diri sendiri juga bisa menjadi sebuah jalan dalam proses menerima diri sendiri. 

Dari sini juga muncul sumber penerimaan apa adanya pada diri, baik terkait dengan identitas gender dan seksualitas maupun terkait masalah lain. Menyayangi diri sendiri akan membuat kita lebih mampu menyayangi orang lain, peka dan empati terhadap kebutuhan dan luka yang bersemayam dalam gudang kesadaran mereka, lalu akhirnya bisa memutus rantai diskriminasi, bullying dan kekerasan berbasis gender dalam berbagai relasi kita dan membuat  kita lebih mudah menerima diri sendiri dengan berbagai background keberagaman.

Terlepas bagaimana dan apapun bentuk keberagaman latar belakang maupun gender dan seksualitasnya, semua ini menekankan bahwa segala tindakan yang merepresi proses berkreasi dan berekspresi dalam diri justru menimbulkan masalah gangguan kejiwaan. Semua manusia berhak dan bebas berekspresi serta memahami secara menyeluruh konsep dirinya sehingga bisa menerima diri secara utuh. 

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Fikri Abdillah, aktivis keberagaman yang berfokus pada isu gender, seksualitas, psikologi dan spiritualitas

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!