PRT Masuk Kuliah: Setelah Lulus Saya Akan Tetap Menjadi Pekerja Rumah Tangga


Jumiyem adalah seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Jogjakarta. Selama bekerja menjadi PRT, ia memutuskan untuk sekolah SMA,  dan saat ini Jumiyem mulai kuliah. Ia mengambil kuliah di fakultas hukum agar nantinya bisa membantu PRT lainnya menyelesaikan persoalan yang selama ini mereka hadapi

Jumiyem- Konde.co

Saya Jumiyem yang biasa dipanggil Lek Jum. Usia saya 45 tahun. Saya merupakan anak ke 7 dari 9 bersaudara dari pasangan Ahmatmustam (almarhum) dan Juminten, di sebuah desa pinggir hutan Dodogan Jatimulyo, Dlingo, Bantul. Mata pencaharian orangtua sebagai petani dan dulu bekerja di perusahaan mebel.

Saya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Perum. Griya Arga Permai, Sleman, Jogja dan menekuni pekerjaan sebagai PRT sejak usia 15 tahun, setelah lulus SMP. 

Sebenarnya sih dalam hati ingin melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya yaitu SMA, namun apa daya kemampuan orang tua tidak bisa mendukung keinginan saya.

Menjadi PRT menyenangkan, meskipun kadang diperolok oleh beberapa teman sekolah. Bagaimana tidak menyenangkan, sebab saya bisa meluangkan waktu untuk kepentingan pribadi saya. Misalnya bertemu teman PRT lain untuk saling cerita situasi kerja dan masalah lainnya. Saya bisa belajar membaca Al Qur’an  di masjid bersama PRT dan warga sekitar tempat kerja. Bisa rekreasi bersama teman-teman PRT dan lainnya.

Selain menyenangkan, juga ada hal yang tidak menyenangkan, misal, ada beberapa teman  yang mengatakan:

“Bekerja kog di rumah tangga orang, kerja apaan itu? Mending di rumah sendiri.”

“Kalau mau kerja ya di toko, di pabrik atau perusahaan apa gitu lho. Kalau saya sih tidak mau  kalau kerja seperti itu Jum.”

Lebih sedih lagi kalau diriku disebut babu. Kadang itu yang membuatku sedih dan putus asa. Tapi semua itu bisa ku tepis dengan niat awal aku bekerja. Sebab awal  aku memilih menjadi PRT dalam pikiran waktu itu agar bisa melanjutkan  pendidikan. Jadi perlahan mulai kuabaikan.

Untuk bisa mewujudkan impian itu aku sering keluar masuk dari majikan yang satu ke majikan yang lain. Seminggu kerja langsung pamit keluar. Itu kulakukan ketika mendapat majikan yang tidak mau memberi waktu untuk aku agar bisa berkegiatan, seperti  tidak boleh ngobrol dengan teman PRT lainnya. Sholat sebentar saja sudah dipanggil dengan nada tinggi. Waktu makan dengan tergesa-gesa, tidak ada istirahat, kerja dari jam 05.00 subuh sampai malam hari sekitar jam 21.00. Tidak hanya mengerjakan pekerjaan kerumahtanggaan, tapi juga diminta membantu berdagang dengan tanpa ada tambahan upah, dan lainnya.

Saat bekerja di majikan yang lain, setelah  menurutku  baik, kucoba sampaikan niat untuk sekolah lagi. Bersyukur aku panjatkan kepada Tuhan karena ternyata sang majikan  mendukung, baik majikan laki-laki maupun perempuan. 

Tidak menyangka ternyata  majikan laki-laki juga cerita kalau dulu juga pernah mengalami hal yang sama yaitu kerja ikut orang sambil sekolah SMA. Maka hal yang sama diberikan kesempatan  pada diriku.

Setelah mendaftar sebagai peserta didik di salah satu sekolah di Yogyakarta, tidak lupa pula menyampaikan kabar ini ke orang tua. Dan bersyukur mereka pun mendukung. Dengan gaji yang kuperoleh tiap bulan, saya bisa melunasi biaya-biaya sekolah selama 3 tahun dengan lancar.

Setelah selesai sekolah, aku masih bekerja di majikan itu selama 1 tahun. Dan ketika ingin memutuskan hubungan kerja, ada rasa sedikit tidak enak terhadap majikan. Tapi momentum lebaran /Hari Raya idul Fitri aku pergunakan untuk minta ijin keluar kerja dan majikan pun tidak keberatan.

Selanjutnya, aku pulang ke rumah orang tua sebentar untuk menyampaikan kabar kalau sudah selesai sekolahnya dan sudah keluar kerja. Respon orang tua setuju saja dengan apa yang sudah menjadi keputusanku. Apakah setelah keluar dari majikan tadi aku berhenti kerja jadi PRT? Tidak juga. Aku tetap menekuni profesi ini, meski tempat kerjanya sekarang pindah.

Hingga suatu ketika, tepatnya tahun 2003, aku diperkenalkan oleh teman PRT tentang Sekolah PRT dan Serikat PRT Tunas Mulia. Pada awalnya aku ragu dengan Sekolah dan organisasi PRT ini. Dikatakan bahwa sekolah PRT dan Serikat PRT memberikan pendidikan terhadap PRT dan Calon PRT.  Dengan masih ada keraguan di hati, aku pun memberanikan diri untuk mengikuti kegiatan di sekolah PRT dan Serikat PRT itu.

Setelah mengikuti proses, ternyata benar informasi yang disampaikan teman PRT waktu itu. Dan  materi yang aku ikuti tidak hanya tentang pendidikan dan skill untuk PRT seperti memasak, membersihkan yang bersih dan benar, menyetrika, mengasuh anak, merawat Lansia, orang berkebutuhan khusus tapi juga pendidikan kritisnya.

Pendidikan kritis adalah cara mengatasi jika terjadi masalah di tempat kerja dan advokasi juga materi lain misal tentang Hak Asasi Manusia/ HAM, kesehatan reproduksi dan traffiicking. Pendidikan kritis juga melatih kami ikut mengawal kasus bersama jaringan sampai dengan harus bolak balik ke Pengadilan Negeri dengan tanpa hasil atau putusan akhir berpihak pada yang lemah. Jadi tidak hanya teori tapi langsung diterjunkan praktek  lapangan.

Dari ikut proses di Sekolah PRT dan dilanjut di kegiatan Serikat PRT Tunas Mulia, baru menyadari betapa banyak persoalan yang dihadapi PRT.  Yang pada awalnya aku kira bukan sebuah masalah ternyata itu masalah.  Misal tidak mendapat libur mingguan (sebulan sekali pulang hanya 24 jam), saat hari raya hanya mendapat bingkisan berupa kue nastar 1 kaleng dan sirup 1 botol tanpa ada uang sedikit pun.

Setelah selesai mengikuti Sekolah PRT selama kurang lebih 6 bulan, aku melanjutkan untuk bekerja jadi PRT sambil tetap mengikuti kegiatan di Serikat PRT Tunas Mulia.

Di tengah kesibukan jadi PRT dan berorganisasi, muncul keinginan dalam hati untuk kuliah. Tapi keinginan itu masih tersimpan dalam hati, sebab belum tahu mau kuliah di mana dan bagaimana dengan biayanya? Sambil mencari informasi tempat kuliah, perlahan, sedikit demi sedikit upah yang kuterima dari kerja PRT kutabung.

Setelah mantap dan sedikit punya tabungan, kebetulan ada teman bukan PRT yang kuliah di sebuah perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta menginformasikan bahwa ada jam kuliah yang siang sampai sore.

Akhirnya pada akhir 2006 saya resmi mendaftar dan akan belajar ke fakultas hukum. Dengan gaji sebagai PRT, uang sebanyak 250 ribu/bulan bisa aku sisihkan untuk biaya kuliah yang besarnya Rp. 1.000.000/semester.   Bekerja sebagai PRT, ikut berkegiatan di organisasi PRT, tidak terasa pendidikan di kampus selesai juga pada tahun 2010.

Tidak muluk-muluk keinginan belajar di fakultas hukum saat, terbayang bagaimana bisa menjadi diri yang  lebih baik, setidaknya bisa memberikan energi positif kepada diri sendiri dan orang-orang di sekitar untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan orang lain/ melanggar hukun. Pepatah mengatakan; mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Begitu juga dengan perilaku diri.

(Foto: Jumiyem/ Tungkumenyala.blog)

Jumiyem, Pekerja rumah tangga dan aktif di SPRT Tunas Mulia Jogjakarta. Tulisan selengkapnya bisa diakses di: tungkumenyala.blog

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!