Sindiran atau Kemarahan Di Media Sosial: Dibaca Atau Abaikan Saja?

Komentar atau status di media sosial sering membuat saya pusing, kadang ada komentar atau status yang isinya penuh kemarahan, kalimat kasar dan sindiran. Padahal jika membaca kalimat kemarahan dan sindiran ini setiap hari, bisa memperburuk kesehatan mental kita

Rismanda Kusuma- Konde.co

Pernahkah ada yang menyindirmu di media sosial? Jika dulu orang biasa menyindir orang lain ketika mereka sedang bertatap muka, tapi kini orang bisa langsung menyindir orang lain di media sosial. Semacam marah yang tak terlampiaskan. Dan Anehnya, kemarahan atau sindiran ini sering tanpa konfirmasi dengan pihak yang bersangkutan terlebih dulu, langsung marah dan menyindir di media sosial.

Sindiran dan kemarahan ini langsung dibaca oleh ribuan orang di media sosial. Orang lain ikut menimpali dan masalahpun jadi lebih besar. Orang yang tidak tahu seolah jadi paling tahu.

Saya juga pernah membaca status Whats App atau Instagram satu teman yang isinya penuh amarah dan sindiran. Padahal kita atau publik yang membaca tidak semua tahu tentang sindiran itu dan ditujukan pada siapa sebenarnya. Saya suka bertanya-tanya, ini status buat siapa sih sebenernya? apa jangan-jangan status ini buat saya?

Walaupun kebanyakan ketika saya membaca story orang lain hanya sebentar-sebentar saja, tapi pasti dari kita pernah merasakan dan jadi kepikiran sendiri gara-gara story temen kita yang sedang marah atau menyindir seseorang.

Pada sadar gak ya, jika sindirian, umpatan kemarahan seperti ini secara tidak langsung akan berdampak pada kita?. Kita yang tidak tahu apa-apa justru malah merasa bersalah dan kepikiran terus tentang hal itu, dan itu buat kita jadi seperti berburuk sangka dengan teman yang tadi membuat status atau komentar

Apa yang dipikirkan orang lain ketika membuat status di media sosial sambil marah dan menyindir? Apakah benar temen yang suka membuat status dengan menyindir di medsos karena marah pada sesuatu yang tak bisa ditumpahkan pada orang lain? Ataukah ada masalah dengan lingkungan sekitarnya atau pertemanannya sehingga mereka tak bisa mengungkapkannya secara langsung dan hanya bisa melampiaskan kekesalannya di status whatsapp atau instagram?

Nah, problem mengungkapkan kemarahan orang lain di media sosial ini lalu menjadi problem kita juga. Lalu gimana caranya supaya kita tidak terdistraksi dengan hal-hal yang seperti ini?. Jika kita merasa tidak terganggu, maka ini tidak akan jadi masalah. Namun tak semua siap membaca kemarahan dan sindiran di media sosial

Dalam lingkup pertemanan pasti adalah orang yang seperti ini, namun lebih baik buat saya untuk terus berpikir positif saja dan jangan terpancing dan membuat kita menjadi marah setelah membaca status seperti ini. Karena hal kecil ini bisa saja berdampak buat kesehatan mental kita. Terkadang karena kita terlalu memikirkan sindiran dari orang lain malah bisa membuat kita menjadi stres.

Berdasarkan informasi yang saya baca, sehat secara mental itu sangatlah diperlukan agar kita terhindar dari stres, mampu bekerja secara produktif dan bisa menggali potensi diri kita. Karena sehat secara mental pastilah tidak hanya harus terjadi di dunia nyata, namun juga di dunia maya.

Maka, saya selalu menganjurkan teman-teman saya untuk bijak dalam bermedia sosial, konfirmasikan langsung jika ada masalah, jangan gunakan kata-kata kasar yang menyakiti di media sosial karena setiap orang belum tentu siap dengan kalimat kasar atau kata-kata yang menyindir dan membuat orang lain marah atau antipati pada kita. Dan yang harus diingat, bukan satu orang saja yang membaca komentar atau status kita di media sosial, namun ribuan bahkan jutaan orang.

Maka stop untuk tidak melakukan konfirmasi jika ada persoalan dan stop marah-marah yang membuat orang lain malah jadi sakit mental!

Rismanda Kusuma

Mahasiswi di jurusan pendidikan luar biasa di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Kegiatan sehari-hari kuliah online dan menulis artikel.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!