Kurangi Dana Bantuan Bagi Disable, Menteri Sosial Diduga Korupsi Dana Bansos

Tri Astuti dari Organisasi Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia/ HWDI tak habis pikir ketika ada yang menemukan cacing dalam bantuan Sembako yang diberikan pemerintah. Harga makanan tersebut juga lebih mahal Rp. 80 ribu dari harga pasaran. Ternyata, penyebab ini semua karena ada korupsi Bantuan Sosial/ Bansos yang diduga dilakukan Menteri Sosial, Juliari Batubara.

Tri Astuti juga menerima laporan, ada juga pemberian telur yang hampir kadaluarsa, yaitu kurang 3 hari sudah kadaluarsa. Semua ini merupakan bantuan yang diberikan pemerintah selama Covid-19

“Ada makanan yang kurang 3 hari sudah kadaluarsa. Ini merupakan pelanggaran HAM berat bagi koruptor di masa pandemik ini, hukumannya harus berat karena menteri sendiri menggunakan uang bantuan sosial di masa seluruh warga Indonesia mengalami pandemi.”

Penangkapan Menteri Sosial, Juliari Batubara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Desember 2020 menggemparkan tak hanya di dalam negeri. Di luar negeripun korupsi dibicarakan secara meluas.

BBC menuliskan Dalam konferensi pers pada 6 Desember 2020, Ketua KPK, Firli Bahuri, menduga Juliari Peter Batubara (JPB) menerima Rp17 miliar dari korupsi bansos sembako yang ditujukan untuk keluarga miskin yang terdampak akibat wabah virus corona. KPK menduga uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan pada rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.

“Untuik fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10.000 paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos,” jelas Firli seperti dikutip dari BBC

Para penyandang disable adalah publik yang kemudian menerima dana bantuan sosial ini. Organisasi Penyandang Disabilitas mengecam keras tindakan menteri yang telah melakukan upaya korupsi dana bantuan sosial dalam situasi Covid-19 ini.

Dalam konferensi pers melalui daring pada 13 Desember 2020, 37 organisasi penyandang disabilitas melihat bahwa hal ini menunjukkan lemahnya sistem pelaksanaan dan pengawasan, sekaligus akuntabilitas terhadap dana publik program Bantuan Sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

Apalagi menurut Suryatiningsih Nuning, aktivis Organisasi penyandang disabilitas, OHANA Indonesia selama ini, penanganan pada para penyandang disable ditangani oleh Kementerian Sosial, peristiwa ini memang sangat memalukan publik  

“Kami mendesak agar Presiden segera mengambil Langkah tegas, terutama dalam memastikan pengawasan dan akuntabilitas pengelolaan dana oleh Kementerian Sosial terkait dengan bantuan sosial, agar publik dapat Kembali percaya terhadap kinerja Pemerintah dalam pengalokasian anggaran untuk program bantuan sosial tersebut,” ujar Suryatiningsih Nuning

Pemerintah Kurangi Dana Bantuan Disabilitas

Bagaimana tidak merasakan geram atas peristiwa ini, karena selama ini disaat Menteri Sosial melakukan korupsi, pemerintah telah memotong alokasi anggaran bagi penyandang disable dengan alasan kurangnya dana dari pemerintah. Dengan adanya korupsi ini, maka alasan pemotongan bantuan bagi disable dirasa sangat mengada-ada.

Suryatiningsih menjelaskan, hal ini dialami penyandang disabilitas cerebral palsy yang ditolak rumah sakit karena tidak adanya bantuan dari pemerintah untuk terapi mereka.

“Penyandang disabilitas cerebral palsy harus terapi dua kali dalam seminggu, namun tidak bisa. Rumah sakit banyak yang tutup.”

Padahal Survey terhadap penyandang disabilitas cerebral palsy membuktikan, banyak orangtua dari mereka yang mengalami PHK saat pandemi dan sangat terpuruk kondisinya.

Selain itu, Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat juga mengkritik bantuan yang tak berperspektif penyandang disable, baik pengurangan bantuan maupun bantuan Sembako. Yeni Rosa juga mengkritik keberadaan Komnas Disabilitas yang tidak independen karena selama ini posisinya berada di bawah Kementerian Sosial.

“Apakah kita bisa berharap dari Komnas Disabilitas bisa membantu para penyandang disable jika posisinya tidak independen, berada di bawah menteri sosial dan menteri sosialnya sendiri mengkorupsi dana bantuan bagi publik? Apakah kita bisa berhadap Komnas Disabilitas bisa memperjuangkan para disable?,” kata Yeni Rosa Damayanti.  

Padahal berdasarkan mandat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, Komisi Nasional Disabilitas didesain sebagai lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah.

“Seharusnya, Komnas Disabilitas ini menjadi lembaga yang memiliki sifat imparsialitas terhadap upaya pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas yang dilaksanakan oleh semua Kementerian, terutama Kementerian Sosial, termasuk dalam aspek penyalahgunaan anggaran bantuan sosial untuk penyandang disabilitas.”

Korupsi ini juga membuktikan bahwa pada praktiknya, bantuan sosial Covid-19 yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah tidak tersalurkan kepada seluruh penyandang disabilitas, terutama bagi anak-anak dengan disabilitas berat dan ringan, dan mereka dengan multidisabilitas.

Dari pemantauan  yang dilakukan oleh Organisasi Penyandang Disabilitas selama masa pandemi ini (Maret – Oktober  2020), ada 6 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak bisa mengakses program-program bantuan sosial dari pemerintah maupun pemerintah daerah secara penuh.

Terlebih selama masa pandemi tidak ada program-program khusus bagi penyandang disabilitas, sehingga semakin berdampak bagi penyandang disabilitas maupun keluarganya.  Perlu dipahami bahwa dampak pandemi Covid 19 bagi penyandang disabilitas tidak hanya dari sektor ekonomi bagi dirinya maupun anggota keluarga di sekitarnya saja, tetapi juga berdampak langsung terhadap kelangsungan masalah kesehatan mereka. 

Selain peniadaan tender dalam situasi Covid-19, korupsi juga terjadi karena tidak adanya data valid dan update terkait penerima bantuan, termasuk untuk penyandang disabilitas. Pemerntah dan pemerintah daerah belum memiliki data penyandang disabilitas yang lengkap dan spesifik.

Hal ini menghalangi penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya. Pengawasan yang lemah dan tidak adanya mekanisme akuntabilitas yang dapat diakses oleh semua orang menjadikan korupsi makin subur.

Fajri Nursyamsi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan/ PSHK menyatakan bahwa situasi ini kemudian menjadi celah bagi para koruptor untuk mencuri uang rakyat melalui program dan kebijakan yang ada.

“Hal ini menyebabkan program-program bantuan Covid-19 yang dibuat oleh pemerintah, terutama dari pemotongan anggaran yang dilakukan, belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dasar penyandang disabilitas di Indonesia, terutama mereka yang terkena dampak Covid secara ekonomi dan sosial, termasuk saat penyandang disabilitas terkena virus Covid-19.”

Berdasarkan hal-hal ini, maka organisasi penyandang disabilitas mendesak agar Presiden Jokowi untuk memerintahkan para menteri untuk meninjau kembali pemotongan anggaran yang berdampak pada kehidupan penyandang disabilitas, terutama bantuan untuk alat bantu yang menjadi kebutuhan dasar penyandang disabilitas;

Lalu memerintahkan Plt Menteri Sosial agar membuat mekanisme pengaduan daring dan pengawasan berbasis internet yang dapat diakses oleh siapapun, yang bersifat independen, atas pelaksanaan bantuan sosial agar memastikan bantuan itu diterima dan berdampak bagi masyarakat, termasuk bagi penyandang disabilitas dan memerintahkan kepada Plt Menteri Sosial untuk menjadikan penyandang disabilitas dan komunitas rentan lainnya sebagai sasaran bantuan sosial berbasis kepada pendataan, penyaluran, serta evaluasi dampak;

“Memerintahkan kepada Plt Menteri memastikan Bansos COVID 19 untuk penyandang disabilitas memperhatikan kebutuhan sehari-hari tentang bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, terutama perawatan kesehatan reproduksi perempuan disabilitas, serta peralatan perlindungan yang sesuai dengan protocol Covid 19 seperti masker, hand sanitizer, dan peralatan lainnya. Dan memerintahkan kepada Plt Menteri Sosial untuk senantiasa melibatkan organisasi penyandang disabilitas dalam setiap proses pengambilan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program-program sosial yang ditujukan bagi penyandang disabilitas, sesuai amanat dari UU Penyandang Disabilitas,” ujar Suryatiningsih Nuning

Lalu juga merevisi Perpres Nomor 68 Tahun 2020 Tentang KND dengan menemaptkan KND sebagai Lembaga independent dan non-struktural, tidak melekat kepada Kementerian Sosial. Sehingga KND bersifat mandiri, baik secara administratif, kewenangan, keanggotaan, maupun anggaran dan memastikan memastikan proses pengisian jabatan anggota KND dilakukan secara terbuka dan akuntabel, terutama melibatkan organisasi penyandang disabilitas.

Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas ini antaralain OHANA INDONESIA, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia/ HWDI,        Perhimpunan Jiwa Sehat, SEHATI, YAPESDI, PPDI Kota Padang, PPDI Kalimantan Timur, HWDI Kota Padang, HWDI Sulsel, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (PPDIS), Yayasan CIQAL (Center for Improving Qualified Activity in Life of person with disabilities), Perkumpulan Tuli Buta (PELITA) Indonesia, Yayasan PUSPADI Bali, Yayasan SAPDA (sentra advokasi perempuan , difabel dan anak), Perkumpulan Penyandang Disabilitas Fisik Indonesia (PPDFI Pusat), PPUA Disabilitas Kalsel, HWDI kalsel, PPDI Kalsel, Gerkatin Kalsel, Pertuni Kalsel, PPDI Manokwari Papua Barat, HWDI  Papua Barat, NPC Manokwari, PPUAD Papua Barat, KPK Manokwari, Unit LIDI Papua Barat, PPUAD PAPUA, PPDFI PAPUA, RAPAT FOUDATION PAPUA, GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia), Ikatan Disabilitas Purworejo/IDP,  Perkumpulan penyandang disabiliitas klaten ( PPDK), Sehjira, Bipolar Care Indonesia, PPDI jatim, YAPESDI

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!