Sebanyak 5 juta Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia menjadi tulang punggung dalam keluarga majikan, mereka harus memikirkan kesehatannya, dan memastikan ekonomi keluarga agar tak terhenti hidupnya.
Kondisi ini berbalik arah dengan situasi dan kondisi yang dialami PRT sehari-hari. Kurang lebih dalam 10 bulan masa Covid-19, para PRT justru di-PHK dari tempatnya bekerja, beberapa PRT kemudian berjualan makanan untuk menyambung hidupnya, beberapa mengurangi jatah makan keluarga, dan PRT lainnya memutuskan untuk pulang kampung karena tak bisa lagi hidup dengan kondisi tak membayar kontrakan dan menyambung hidup.
Survei Internal JALA PRT yang dilakukan di masa Pandemi Covid-19 dari Bulan April sampai Agustus 2020 terhadap 539 PRT menyebutkan: sebanyak 151 PRT dirumahkan dengan pemotongan upah hingga 50%, 164 PRT yang selama ini bekerja secara full time di PHK tanpa pesangon, dan 120 PRT yang bekerja secara part time kehilangan sebagian pekerjaannya. Ini berarti hampir keseluruhan PRT yang disurvei kehilangan atau berkurang separuh pendapatannya selama masa Covid-19.
Selain tak ada kepastian soal kerja, PRT juga selalu terpinggirkan dari kebijakan dan program perlindungan, termasuk perlindungan sosial. Mereka tidak bisa mengakses Jaminan Sosial Kesehatan sebagai Penerima Bantuan Iuran dan Jaminan Ketenagakerjaan atau terdaftar sebagai peserta Jaminan Ketenagakerjaan di BPJS Ketenagakerjaan, karena mereka tak disebut sebagai pekerja. Sedangkan untuk membayar iuran jaminan sosial juga tidak memungkinkan mengingat upah PRT selama ini hanya sekitar 20-30% dari Upah Minimum Provinsi/ UMP
Jika UMP di Jakarta di tahun 2020 sekitar Rp. 4 juta, maka gaji PRT di Jakarta dan sekitarnya rata-rata hanya sekitar Rp. 800.000 s/d Rp. 1 juta. Kondisi ini jelas tidak mencukupi untuk membayar iuran baik Jaminan Keamanan Nasional (JKN) maupun Jamsostek.
Survei JALA PRT pada Bulan Desember 2019 pada 668 PRT di 7 wilayah di Indonesia yaitu Medan, DKI Jakarta, Tangerang Selatan, Tangerang, Semarang, DIY dan Makassar juga menyebutkan, sebanyak 82% PRT tidak bisa ikut dalam Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran/ PBI
Situasi ini semakin mengkhawatirkan selama Pandemi karena PRT luput dari social safety net policy, tidak mendapat subsidi berkelanjutan.
Dari 539 PRT tersebut, sebanyak 73% bekerja di Jabodetabek, dan ber-KTP daerah. Semua yang ber-KTP daerah tersebut tidak juga mendapatkan subsidi berkelanjutan dalam bentuk apapun termasuk Bantuan Langsung Tunai/ BLT.
Dari yang bekerja dan ber-KTP DKI Jakarta, hanya 22 orang yang mendapat Bantuan Sosial/ Bansos (dengan sistem random per RT hanya 4 orang).
Ini membuktikan bahwa PRT bekerja dalam kondisi terjepit: tak diakui sebagai pekerja oleh pemerintah, untuk bertanya pada majikan saja tak mungkin, karena selama ini mereka bekerja tanpa kontrak dan bisa dipecat kapanpun, dan kondisinya makin memburuk di masa pandemi
Maka Aliansi Peduli Pekerja Rumah Tangga (Aliansi PRT) melihat, tak ada alasan lagi bagi anggota DPR RI untuk tak membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai RUU Inisiatif DPR dalam rapat paripurna tahun 2021
Sudah 17 tahun advokasi RUU PRT dilakukan dan belum juga ada titik terang, ini membuktikan bahwa baik di masa pandemi Covid-19 maupun bukan di masa pandemi, PRT sudah sering mengalami krisis, tak diakui sebagai pekerja, tak bisa mengakses bantuan sosial.
Maka Aliansi Peduli PRT dalam pernyataan sikap meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk:
1. Penetapan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga/ PPRT sebagai Prioritas Prolegnas 2021
2. Penetapan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga/ PPRT sebagai RUU INISIATIF DPR RI
Aliansi Peduli Pekerja Rumah Tangga:
Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Pertimig Malaysia, Maju Perempuan Indonesia (MPI), Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), FSBPI, Konde Institute, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), SBMI, Kaukus Perempuan Sarbumusi, Jaringan Buruh Migran (JBM), Migrant CARE, Keluarga Migran Indonesia (KAMI), Migrant Institute, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), KABAR BUMI (Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia), YAPESDI, BarisanSerbet, Indonesian Family Network (IFN) Singapura, Institut Kapal Perempuan, Klinik Hukum Ultra Petita, Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas, GANAS COMMUNITY Taiwan, LBH Apik Jakarta, Gerakan Merangkul @_merangkul, Kidung Subang (Keadilan untuk Perempuan dan Lingkungan), KSBSI, Mitra Imadei, Kalyanamitra
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)