WHO: Negara Kaya Memborong Vaksin Covid-19, Dimana Vaksin Untuk Negara Miskin?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan negara-negara kaya telah membeli sebagian besar pasokan vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini, hal ini kemudian membuat negara-negara termiskin di dunia tidak dapat mendapatkannya.

Pada jumpa pers rutin badan tersebut pada hari Jumat (8/1/2021) di Genewa, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa koperasi vaksin internasional yang diorganisir WHO, COVAX, sekarang telah mendapatkan kontrak untuk 2 miliar dosis vaksin COVID-19, yang segera akan diluncurkan dengan harga rendah ke negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah segera setelah tersedia.

Tedros mengatakan koperasi vaksin memiliki hak pertama atas tambahan satu miliar dosis. Tetapi, 42 negara – terdiri dari 36 negara kaya dan enam negara “berpenghasilan menengah” – menggunakan program vaksin COVID-19. Itu berarti tidak ada vaksin tambahan yang tersedia untuk negara-negara miskin.

Kepala WHO itu mengatakan penimbunan vaksin oleh negara-negara terkaya – yang dia sebut “nasionalisme vaksin” – merugikan diri sendiri dan melukai seluruh dunia.

Di sisi lain, padahal Tedros mengatakan berbagi vaksin secara adil akan menyelamatkan nyawa, menstabilkan sistem kesehatan dan akan membantu pemulihan ekonomi global lebih cepat.

Tedros menekankan bahwa vaksinasi secara adil akan membantu mengurangi penularan, yang juga mengurangi peluang virus untuk bermutasi. 

Kepala WHO mengatakan pada hari Jumat (8/1) terlihat secara jelas bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah belum menerima pasokan vaksin COVID-19 dan mendesak negara-negara agar tidak lagi melakukan kesepakatan bilateral dengan produsen.

 “Negara-negara kaya memiliki mayoritas pasokan berbagai vaksin. Sekarang, kami juga melihat negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah yang menjadi bagian dari COVAX membuat kesepakatan bilateral tambahan. Ini berpotensi menaikkan harga untuk semua orang dan berarti orang-orang berisiko tinggi di negara-negara termiskin dan paling terpinggirkan tidak mendapatkan vaksin,” ujarnya.

Tedros meminta negara-negara dan produsen agar tidak lagi membuat kesepakatan-kesepakatan bilateral dan meminta mereka yang telah memesan dosis berlebih segera menyerahkannya ke fasilitas yang membagikan vaksin, COVAX.

Walaupun Tedros tidak menyebutkan nama negara, Uni Eropa mengatakan telah mencapai kesepakatan dengan Pfizer dan BioNTech untuk 300 juta dosis tambahan vaksin COVID-19 dalam sebuah langkah yang akan memberi UE hampir setengah dari seluruh produksi global kedua perusahaan itu untuk tahun 2021.

Perebutan untuk mendapat vaksin telah meningkat sementara berbagai negara juga berjuang untuk menjinakkan varian virus corona yang lebih mudah menular, yang diidentifikasi di Inggris dan Afrika Selatan, yang mengancam sistem perawatan kesehatan yang sudah kewalahan.

Kepala tanggap darurat WHO Mike Ryan mengulangi komentar Tedros tersebut, dan menekankan perlunya memberikan dosis kepada kelompok rentan dan petugas kesehatan garis depan terlebih dahulu, di mana pun mereka tinggal.

“Orang-orang yang mungkin meninggal karena infeksi ini tidak semua orang di setiap negara. Mereka adalah kelompok berisiko yang sangat khusus, berdasarkan usia dan kerentanan, yang kemungkinan besar akan sakit parah dan kemungkinan besar akan meninggal. Mereka adalah petugas kesehatan garis depan yang terpapar virus ini setiap hari. Mereka ini yang harus kita lindungi terlebih dahulu,” kata Ryan.

Para pejabat WHO itu juga mendesak produsen vaksin agar memberikan data terkini untuk mempercepat peluncurannya.

Ryan mendesak negara-negara agar tidak mempolitisasi vaksin dan memperingatkan bahwa vaksin yang didistribusikan sejauh ini tidak berdampak pada dinamika penularan.

Hingga saat ini, negara-negara kaya termasuk Inggris, negara-negara anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, Swiss, dan Israel berada di garis depan antrean pengiriman vaksin dari perusahaan-perusahaan seperti Pfizer dan mitranya BioNTech, Moderna, dan AstraZeneca.

Hampir 88 juta orang telah dilaporkan terinfeksi oleh virus corona secara global dan sekitar 1,9 juta telah meninggal sejak virus itu pertama kali muncul di China pada Desember 2019, menurut penghitungan Reuters.

“Virus telah menyebar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan di beberapa negara. Anda mungkin berpikir bahwa itu tidak akan terjadi pada diri anda dan bahwa anda tidak perlu mematuhi langkah-langkah tersebut. Tidak patuh berarti memberikan peluang pada virus untuk menyebar,” tambah Tedros.

Tedros juga mengatakan dia berharap untuk memperbaiki jadwal perjalanan ke China secepat minggu depan untuk misi yang telah lama ditunggu-tunggu untuk menyelidiki asal usul virus corona. [lt/jm/pp]

(Sumber: Voice of America)

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!