Catatan di Hari Perempuan: Pemerintah Masih Abaikan Perempuan Petani, Buruh dan Nelayan

Perjuangan hari Perempuan Internasional tak pernah lepas dari perjuangan para buruh. Solidaritas Perempuan mencatat, hingga sekarang pemerintah belum menjalankan kewajibannya untuk menghormati dan melindungi perempuan nelayan, buruh dan petani

Catatan hari Perempuan Internasional yang ditulis Solidaritas Perempuan menyebutkan bahwa ancaman krisis pangan ketika pandemi tidak membuat pemerintah menyadari pentingnya petani, buruh dan nelayan sebagai penopang ketersediaan pangan.

Pemerintah masih menggunakan perspektif skala besar dan mendorong industrialisasi seperti proyek pengembangan food estate di Kalimantan Tengah. Pembangunan yang mengeksploitasi, menjadikan perempuan terpinggirkan dan kehilangan akses serta kontrol atas tanah.

Pembangunan ini juga mempertajam konflik agraria yang terjadi masyarakat. Perempuan petani di desa Seri Bandung, di Kabupaten Takalar, di Kabupaten Poso dan di Kalimantan Tengah terus kehilangan tanah sebagai sumber kehidupannya dan harus berhadapan dengan militer serta mengalami berbagai intimidasi dan kekerasan.

Perempuan pesisir di wilayah Makassar, Jakarta, Kendari dan Lampung terpinggirkan oleh pembangunan infrastruktur di pesisir. Perempuan nelayan kehilangan areal tangkap ikan, mengalami penggusuran serta terpaksa beralih profesi menjadi pedagang di pinggir pantai.

Perampasan ruang hidup perempuan dalam proyek pembangunan mendorong perempuan bermigrasi dan mencari penghidupan di luar negeri. Sayangnya, perempuan pun harus menghadapi kerentanan dan kekerasan akibat pemerintah belum mampu memberikan perlindungan bagi buruh migran.

Data penanganan kasus Solidaritas Perempuan sepanjang tahun 2020 menunjukkan terjadinya berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami perempuan buruh migran yang berlapis. Selain itu, terjadi peningkatan kasus uprosedural pasca pemberlakuan Kepmenaker No 260 tahun 2015 dan peningkatan kerentanan terhadap terjadinya perdagangan orang.

Hal ini menandakan bahwa kebijakan negara justru semakin menempatkan perempuan dalam situasi rentan dan persoalan yang lebih kompleks.

Sejarah lahirnya Hari Perempuan Sedunia tidak terlepas dari perjuangan perempuan buruh atas situasi penindasan yang mereka alami di ruang kerjanya. Sejak dulu perempuan menantang ketidakadilan yang dialami akibat dominasi kuasa patriarkis dan kapitalisme, yang juga disokong oleh negara beserta aparaturnya.

Hingga saat ini, perjuangan itu tetap terus dilakukan. Perempuan terus melawan melalui penguatan, pengorganisasian, dan bersolidaritas membentuk gerakan kolektif.

Perempuan di Kalimantan Tengah yang terdampak oleh penyeragaman benih membangun kebun kolektif untuk ketahanan dan kemandirian pangan keluarganya. Perempuan di wilayah pesisir yang ruang kelolanya tergusur oleh proyek pembangunan membuat olahan makanan cepat saji yang memiliki daya tahan lebih lama.

Perempuan terdampak krisis iklim berteriak dengan lantang di depan parlemen untuk mendesak dihentikannya proyek nasional yang berakibat bencana. Perempuan buruh migran korban tindak perdagangan orang berani memperjuangkan haknya untuk pulang dengan selamat dan terus bersuara agar perlindungan buruh migran menjadi prioritas negara.

Hari Perempuan Sedunia, bukanlah sekedar perayaan. Momen ini merupakan pengingat bahwa perjuangan perempuan masih panjang, dan harus terus diperkuat.

Di antara perjuangan tersebut, penting untuk terus mendesak dan menuntut negara untuk mengakui inisiatif kolektif perempuan. Berbagai inisiatif perempuan telah terbukti menjadi solusi dari berbagai krisis yang terjadi.

Sudah saatnya negara membongkar paradigma pembangunan yang berorientasi investasi menjadi berorientasi rakyat di mana perempuan menjadi bagian penting di dalamnya

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Osi NF

Designer grafis. Menyukai hal-hal baru dan belajar di media online sebagai tantangan awal. Aktif di salah satu lembaga yang mengusung isu kemanusiaan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!