Kontribusi Perempuan Muda Dalam Aksi HAM: Kampanye dan Penelitian

Banyak aktivis perempuan yang menaruh harap pada generasi muda untuk berkontribusi dalam perjuangan hak asasi manusia. Anak muda diharapkan banyak berkontribusi dalam menulis, melakukan penelitian, kampanye dan melakukan aksi untuk memajukan isu HAM

Aks Kamisan di depan istana yang dilakukan setiap Kamis sore adalah salah satu contoh bagaimana anak muda kemudian memperpanjang semangat dan kampanye hak asasi manusia. Jika dulu aksi ini diprakarsai oleh para aktivis HAM di masa lalu, kini banyak anak muda yang memenuhi aksi kamisan, menggerakkan aksi

Banyak yang menaruh harap pada anak muda dalam pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, apalagi mayoritas penduduk di Indonesia merupakan anak muda yang dianggap mampu mendorong negara untuk lebih aktif dalam upaya pemenuhan HAM.

Penulis dan peneliti lepas, Raisa Kamila menyatakan, anak muda bisa mendorong negara agar lebih aktif memperhatikan kemajuan HAM. Raisa juga menyatakan, pemahaman HAM yang mendasar adalah suatu konsep yang sangat penting yang harus diketahui anak muda untuk ikut menciptakan dunia yang  lebih adil dan aman. Berbagai persoalan HAM di masa lalu yang belum juga tuntas adalah salah satu contoh perjuangan dimana anak muda penting untuk tahu.

Raisa Kamila mengakui persoalan HAM di Indonesia sangat kompleks, banyak catatan buruknya, mulai HAM di masa lalu yang tidak terselesaikan, pengabaian. Korban pelanggaran HAM banyak dari perempuan, anak-anak dan pekerja.

“Berbagai pelanggaran HAM terjadi di masa lalu karena dalih keamanan dan persatuan NKRI, termasuk pada masa orde baru dan masa peralihannya yang penyelesaiannya tidak benar-benar tuntas,” tegas Raisa.

Maka, kelompok muda harus berperan aktif. Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 50 persen penduduk Indonesia merupakan generasi Z dan milenial sebanyak 25 persen. Total sangat fantastis untuk menggerakkan anak-anak muda dalam berpartisipasi.

Salah satu anak  muda di Indonesia saat ini menggerakkan aksi Kamisan di depan istana setiap Kamis. Mereka tak hanya aksi namun juga kampanye mengajak anak muda lainnya untuk tak putus dengan para pejuang sejarah sebelumnya

Direktur Eksekutif flower Aceh, Riswati memahami pentingnya mengajak anak muda dalam menyoroti kondisi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan, misalnya di masa konflik dan damai yang terjadi di Aceh saat ini.

Perempuan korban konflik di Aceh hingga sekarang masih ada yang belum mendapatkan hak-haknya, termasuk pemulihan sehingga masih traumatik dan tidak berdaya secara ekonomi, begitupun kondisi perempuan korban kekerasan di masa ini.

Bahkan pada kasus kekerasan seksual, ada pelaku yang mendapatkan penetapan hukumannya adalah dicambuk, sehingga mengganggu proses pemulihan korban, karena korban dapat bertemu kembali dengan pelaku di komunitasnya.

Hak restitusi juga jarang didapatkan korban kekerasan seksual di Aceh. Bahkan, ada korban yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga atau komunitasnya sehingga harus berpindah tempat tinggal.

“Kasus kekerasan seksual di Aceh masuk kategori darurat, jadi sangat dibutuhkan implementasi kebijakan yang melindungi hak-hak korban, alokasi anggaran yang memadai, serta penaganan yang terintegrasi melibatkan multi pihak di tingkat pemerintahan dan non pemerintahan, termasuk tokoh-tokoh strategis di desa.”

Riswati dan Raisa Kamila memaparkan ini dalam Webinar Human Rights Goes to Campus, 10 Maret 2021 yang diadakan Flower Aceh, Institut Ungu dan sejumlah lembaga lainnya.

Riswati menambahkan, perempuan Aceh di masa ini aktif berjuang memberdayakan diri serta berkontribusi dalam pembangunan perdamaian Aceh, termasuk beberapa penyintas korban kekerasan menjadi paralegal komunitas, kader desa, dan peran-peran strategis lainnya di tingkat desa, serta ranah sosial dan politik, namun pengakuan terhadap kiprah perempuan tersebut masih terabaikan.  Maka ini membutuhkan anak muda untuk terus memperjuangkannya

Sementara itu, Ketua Pusham Unsyah, Khairani Arifin, mengharapkan generasi muda untuk  lebih aktif, peduli dan memperhatikan hak-hak masyarakat, bisa berkontribusi melalui tulisan, penelitian, kampanye, atau menyuarakannya langsung ke pemerintah.

Direktur Institut Ungu, Faiza Mardzoeki mendorong generasi muda aktif mendiskusikan masalah HAM dan berpartisipasi memperjuangkannya.

“Kegiatan HAM goes to Campus Aceh bertujuan untuk memperkenalkan dan mendiskusikan masalah-masalah Hak Asasi Manusia untuk generasi muda melalui webinar, aksi kampanye dan pentas budaya tentang pemenuhan HAM di Aceh. Kami ingin mahasiswa terlibat aktif bersama memahami kondisi pemenuhan HAM di Indonesia”, kata Faiza.

Banyak harapan pada generasi muda untuk menyuarakan isu HAM mulai di kampus hingga terlibat aktif dalam perjuangan HAM di Indonesia

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Kamaruddin

Aktivis Flower Aceh di Banda Aceh
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!