Atta Halilintar Soal Statemen “Suara Suami dari Tuhan” Adalah Ironi Bagi Perempuan

Pernyataan Atta Halilintar soal “suara suami dari Tuhan, dan istri harus menurut apa kata suami” adalah sebuah ironi bagi perempuan. Di saat banyak anak muda berkampanye soal kesetaraan dalam berpasangan, Youtuber dengan 27 juta followers ini justru membuat ironi bagi perjuangan para perempuan muda

Agak terkejut menyimak ujaran seorang Atta Halilintar dalam sebuah tayangan kanal Youtube yang berujar bahwa “suara suami adalah dari Tuhan.”

Kira-kira begini pernyataannya:

“Suara suami adalah dari Tuhan, jadi kalau aku gak ini, ini, ini kamu harus nurut gak kayak sebelumnya.”

“Kalau udah berkeluarga, aku udah kepala keluarga bukan pas waktu tunangan. Izin suami, suara suami adalah dari Tuhan. Kalau aku nggak izin ini, kamu harus nurut, nggak bisa kayak sebelumnya,” kata Atta

Ini diungkapkan Atta Halilintar dalam Podcast The Hermansyah ketika Atta diwawancara Ashanty, ibu Aurel Hermansyah, Februari 2021. Pernyataan Atta ini membuat ramai media sosial dan mengundang reaksi protes dari banyak aktivis perempuan. Termasuk saya sendiri yang merasa bahwa cara pikir yang terlontar dari seseorang Atta Halilintar, public figure muda dengan 27 juta followers seperti itu adalah sebuah ironi bagi perempuan

Saya sebut ironi karena mestinya pasangan suami istri itu posisinya setara, bukan yang satu merupakan suara dari Tuhan, lalu satunya suara dari siapa? Ini seperti mengkategorikan bahwa laki-laki adalah makhluk Tuhan yang istimewa, sedangkan perempuan tidak

Padahal, hari ini, sudah banyak khalayak khususnya anak muda yang mempelajari tentang konsep berelasi yang setara, dan menumbuhkan konsep dalam membangun keluarga yang matang baik secara fisik, mental, dan juga spiritual. Pernyataan Atta Halilintar ini justru mundur berapa langkah ke belakang.

Kita semua tahu bahwa perjuangan kesetaraan ini bukan perjuangan yang sebentar, dan saat ini telah banyak yang mempelajari dan mencoba mengkonkretkan dalam berbagai upaya soal bagaimana mempersiapkan kehidupan berumahtangga, dengan berbagai persiapan, seperti program persiapan pasangan suami dan istri sebelum menikah, dan program-program pembekalan lainnya agar terjadinya kesetaraan antara suami dan istri, namun pernyataan Atta malah justru membuat kemunduran

Saat ini ketika publik juga telah sampai pada pemahaman bahwa akar kekerasan dalam rumah tangga yang tidak hanya berdampak bagi perempuan, tetapi juga anggota keluarga lainnya yang juga bersumber pada persoalan ketidaksetaraan yang terjadi di dalam keluarga, mestinya public figure bisa mencontoh ini sebagai sebuah perubahan. Masyarakat kini juga mulai belajar bahwa prinsip mencintai dan mengasihi yang konkret di dalam keluarga adalah menyadari bahwa kesetaraan tidak hanya bertumpu pada konsep yang bercokol pada tataran pemikiran pasangan istri dan suami, tetapi kesetaraan itu terwujud dalam kematangan sikap dan perilaku saling melengkapi dan mempertumbuhkan satu sama lain, sehingga menjadi keluarga yang terkuatkan.

Statemen Atta Halilintar tentang suara Laki-laki sebagai utama atau “suara Tuhan” justru menghilangkan makna saling cinta dan mengasihi, karena ada proses penundukan diantara pasangan, ada relasi kuasa yang dilestarikan melalui pencitraan manusia laki-laki menjadi yang paling berkuasa dan yang paling benar. Ada sebuah penghilangan realitas dalam statemen ini yang hendak mengatakan bahwa apapun tindakan laki-laki sebagai suami “kepala keluarga” adalah sebuah kebenaran yang absolut.

Statemen seperti ini sungguh sangat disayangkan, karena cenderung menguatkan kembali posisi perempuan yang marjinal dan subordinat. Peran perempuan, istri, ibu yang seharusnya saat ini menjadi poros yang sama pentingnya sebagai pilar keluarga justru dilemahkan kembali, seolah tak mampu mengambil keputusan yang baik dan benar untuk keluarganya.

Ini juga menunjukkan, seolah perempuan tetap tidak memiliki kemampuan diri dan kesadaran utuh dalam mengambil tindakan yang terbaik untuk keluarganya. Garis tangan perempuan seolah di tangan suami.

Public figure seperti Atta Halilintar harusnya memberi sebuah konsep dan gagasan-gagasan baru yang menginspirasi anak muda dalam hal pengambilan keputusan yang bijaksana dalam berkeluarga termasuk memutuskan memilih pasangan hidup sebagai partner hidup yang setara untuk membangun keluarga yang bertumbuh satu sama lain, bukan membangun keluarga yang tak equal dari awal.

Jadi, tolong hentikan pernyataan bahwa suara suami dari Tuhan, karena ini menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki bukanlah makhluk setara di depan Tuhan, dan ini jelas merupakan tafsir yang keliru.

(Foto: ayojakarta.com)

Mike Verawati Tangka

Aktivis Perempuan dan Sekjend Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!