Fatia-Haris

Kita Mau Dibikin Takut Bersuara, Tuntutan Fatia-Haris Jadi Alarm Bahaya Demokrasi

Fatia Maulidiyanti-Haris Azhar (Fatia-Haris) dituntut hukuman penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan dan Haris 4 tahun. Aktivis mengkritik keras putusan itu karena dinilai problematik serta menambah panjang deretan pembungkaman suara masyarakat sipil yang kritis.

Suasana riuh hadirin sidang menyeruak begitu Jaksa membacakan tuntutan hukum bagi Haris Azhar. Ruangan sidang yang sudah penuh sesak, semakin bergejolak di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11). 

Banyak hadirin sidang yang tampak berdiri dengan raut kecewa. Usai Haris dituntut selama 4 tahun penjara dan denda 1 juta Rupiah subsider 6 bulan penjara. Ia didakwa tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan. 

Hadirin sidang yang riuh itu, menyoraki Jaksa saat membacakan tuntutan pidana.

“Bebaskan Haris dan Fatia!” seru mereka.

Teriakan lain juga terdengar “Papua bukan tanah kosong!”

“Hentikan kriminalisasi aktivis!”

“Jaksa kacung Luhut!”

Sementara itu, pada pembacaan tuntutan terpisah, Jaksa mendakwa Fatia Maulidiyanti dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar 500 ribu Rupiah.

Baca Juga: Sidang Haris Azhar-Fatia Diwarnai Debat, Mereka Tegas Nyatakan Tak Bersalah
Haris Azhar dalam sidang pembacaan tuntutan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023). Fatia-Haris dituntut penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara. (Foto: dok. Konde.co/Salsabila Putri Pertiwi)
Haris Azhar dalam sidang pembacaan tuntutan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023). Fatia-Haris dituntut penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara. (Foto: dok. Konde.co/Salsabila Putri Pertiwi)

Dalam persidangan yang dihadiri Konde.co, Jaksa menyebut beberapa hal yang memberatkan Haris Azhar. Salah satunya karena Jaksa menilai Haris tidak mengakui dan menyesali perbuatannya. Jaksa juga mengatakan, Haris berlindung dan seolah-olah mengatasnamakan pejuang lingkungan hidup.

Ketika Jaksa mengatakan bahwa tidak ada hal yang dapat meringankan Haris Azhar, pengunjung sidang riuh meneriaki Jaksa.

Selain itu, Jaksa menyebut pengacara Haris Azhar ‘tidak kreatif’ dalam pembelaannya. 

“Penasihat hukum dari tim advokasi untuk demokrasi yang membela Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak mampu dan tidak kreatif dalam menyusun strategi pembelaan,” ucap Jaksa di ruang sidang.  

Jaksa menambahkan, argumen dan bukti yang diajukan pihak Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak memiliki dasar yuridis.

“Sungguh disayangkan, dalam persidangan ini kita disuguhkan akting layaknya sinetron. Dengan teriakan dan kata-kata kasar yang menjelekkan majelis hakim dan penuntut umum,” lanjutnya. 

Jaksa menyatakan Haris terbukti bersalah dalam, “Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau mencemari nama baik secara bersama-sama.”

Baca Juga: Aktivis Perempuan Solidaritas Bebaskan Fatia dan Haris

Selain hukum penjara dan denda, Jaksa juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan Penuntut Umum melalui Kemenkominfo agar menghapus video podcast Fatia-Haris, yang dinilai mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan, dari internet.

Jaksa pun menutup tuntutannya terhadap Haris Azhar dengan sebuah kutipan. “Jika label aktivis kebal hukum dan bebas dari hukum, maka semua pelaku kejahatan akan membuat LSM untuk melindungi kejahatannya.”

Pernyataan itu juga disampaikan Jaksa pada saat pembacaan tuntutan. Demi mendengar kutipan pamungkas tersebut, para hadirin sidang kontan menyoraki dan meneriaki Jaksa. Hakim lantas mengetuk palu dan meminta mereka agar kembali tertib.

Tuntutan JPU Dinilai Tak Objektif dan Problematik
Fatia Maulidiyanti dalam sidang pembacaan tuntutan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023). Fatia-Haris dituntut penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara. (Foto: dok. Konde.co/Salsabila Putri Pertiwi)
Fatia Maulidiyanti dalam sidang pembacaan tuntutan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (13/11/2023). Fatia-Haris dituntut penjara masing-masing 3 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara. (Foto: dok. Konde.co/Salsabila Putri Pertiwi)

Nurkholis Hidayat dari Tim Advokasi untuk Demokrasi mengatakan, tuntutan terhadap Fatia-Haris jauh dari objektif. Sebab menurutnya, didasarkan pada ketidaksukaan, bukan pada pertimbanga-pertimbangan hukum yang relevan. 

Dia menambahkan, fakta-fakta yang dijabarkan pun, sangat tendensius dan penuh dengan karangan. Adapun konstruksi analisis yang dibangun pun sangat keliru, karena didasarkan fakta-fakta yang salah.

“Jaksa tidak sama sekali menyinggung substansi terkait kerusakan lingkungan hidup, masyarakat adat, hingga kekerasan di Papua. Justru, Jaksa menyatakan semua isu yang diangkat merupakan rekayasa. Hal ini tentu mencederai dan melecehkan martabat perjuangan masyarakat sipil khususnya di Papua,” ujar Nurkholis dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan KontraS. 

Dia juga menilai bahwa tuntutan Jaksa merupakan bagian dari Malicious Prosecution, sebab tuntutan ini tidak berdasarkan hasil-hasil pembuktian di persidangan. Tuntutan yang dibacakan Jaksa memiliki muatan permusuhan pribadi, bias, atau alasan lain di luar kepentingan keadilan. 

“Hal ini dapat dilihat dari tuntutan pidana maksimal yakni penjara 4 tahun dan Jaksa menyatakan bahwa tidak ada satupun alasan yang meringankan,” imbuhnya. 

Baca Juga: Fatia dan Haris Didakwa Mencemarkan Nama Baik Lord Luhut, Aktivis: Pemerintah Anti Kritik

Sementara itu, Muhammad Isnur, Ketua YLBHI yang juga bagian dari Tim Advokasi untuk Demokrasi mengatakan, tuntutan terhadap Fatia-Haris ini merupakan bentuk menginjak-nginjak hukum sekaligus alarm berbahaya bagi situasi demokrasi khususnya kebebasan sipil di Indonesia. 

Selain itu, menurutnya, tuntutan ini kian mempertegas bahwa Jaksa merupakan institusi penegak hukum yang memberikan sumbangsih besar terhadap buruknya situasi HAM, khususnya kebebasan dalam berpendapat. 

“Jaksa pun bertindak tidak profesional karena melahirkan tuntutan manipulatif, jahat dan politis. Terlebih penggunaan UU ITE lagi-lagi menegaskan bahwa produk hukum ini problematic, bersifat karet dan menggerus hak-hak digital masyarakat,” kata Isnur. 

Dia menilai, tuntutan ini kembali memperpanjang deretan langkah pembungkaman terhadap suara masyarakat sipil yang kritis. Selain itu, Jaksa seperti ingin menyampaikan pesan bahwa siapapun yang keras terhadap dengan pejabat, harus siap dituntut secara hukum. 

Lebih lanjut, katanya, terdapat pesan yang begitu kuat yakni terbangunnya iklim ketakutan dan jangan coba untuk  mendalihkan pada kebebasan berekspresi dan HAM. Proses persidangan ini, juga lagi-lagi membuktikan bahwa Jaksa merupakan alat kekuasaan untuk membungkam mereka yang berbeda serta menunjukan fenomena regresi demokrasi yang semakin kuat. 

“Jaksa bahkan mengutip quote dari buzzer di akhir surat tuntutannya. Hal ini memperlihatkan bobroknya institusi Kejaksaan selama ini. Selain itu, Jaksa pun melakukan tuduhan yang sangat serius, sebab menganggap masyarakat sipil melakukan tindakan kriminal akan tetapi sering berdalih pada HAM dan kebebasan,” pungkasnya.

Salsabila Putri Pertiwi

Redaktur Konde.co
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!