Perempuan Lebay Ketika Haid? Mungkin Kamu Yang Tidak Sensitif

Sudah merasakan mules di perut ketika haid, masih mendapat celaan bahwa sakit perut karena haid itu cuma lebay. Kerap kali perempuan yang sedang datang haid, justru tidak dapat dukungan.

Mungkin kamu kerap mendengar kalimat seperti ini dari temanmu ketika kamu sedang haid atau menstruasi.

“Lebay banget deh, padahal datang bulan doang.” 

“Sensi amat si nih cewek, PMS.” 

Sudah merasakan mules di perut, tapi masih saja dapat celaan seperti itu. Kerap kali perempuan yang sedang datang haid mengeluh kesakitan dan orang di sekitarnya justru tidak mendukung.

Walaupun sakitnya mungkin belum sesakit melahirkan tetapi setiap menstruasi rahim akan memberikan kontraksi kecil-kecil saat proses penghancuran sel telur yang tidak dibuahi dengan begitu menimbulkan rasa sakit pada perut bagian bawah. 

Dalam masa menstruasi ini, perempuan memiliki hormon yang tidak stabil atau dikenal istilah mood swing. Hormon yang sedang tidak stabil ini bisa berupa emosi yang tidak kekontrol, mudah menangis dan sebagainya. Bahkan ada beberapa perempuan yang sedang haid lebih memilih untuk menjaga jarak dengan orang sekitar lebih suka menyendiri dikarenakan mood tidak stabil yang mengkhawatirkan akan terjadi sesuatu. 

Sejumlah anak perempuan menyatakan pernah diejek oleh temannya saat menstruasi,  seperti saat darah menstruasinya tembus ke baju yang dipakai. Hal ini juga terpapar dalam survey yang dilakukan Plan Indonesia bersama SMERU Research Institute terhadap siswi-siswi perempuan SD dan SMP. Anak-anak perempuan juga rata-rata selama ini belum pernah mendapatkan informasi soal menstruasi.

Survey mengenai menstruasi ini dilakukan terhadap siswa-siswi di DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat di tahun 2020. Dalam survey ini, mereka menemukan berbagai persoalan yang dihadapi oleh anak perempuan saat menstruasi.

Anak-anak yang mendapat ejekan saat mentsruasi ini kurang lebih jumlahnya 39% dalam survey. Lalu mereka juga ditertawakan, dibicarakan banyak orang dan disebut genit.

Selain itu juga menjadi pembicaraan saat tembus darah menstruasinya. Sejumlah temannya juga menunjukkan sikap jijik.

Data selanjutnya juga menunjukkan 79% anak perempuan tidak pernah mengganti pembalut di sekolahnya karena sekolah tidak memiliki toilet terpisah yang membuat mereka tidak nyaman untuk mengganti pembalut.

“Sebanyak 33% persen SD dan SMP tidak memiliki toilet terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan,” ujar juru bicara Plan Indonesia, Silvia Devina. 

Sebanyak 63% orangtua juga tidak pernah menjelaskan tentang menstruasi kepada anaknya dan sebanyak 45% orangtua murid laki-laki menyatakan tidak perlu menjelaskan menstruasi kepada anaknya karena dianggap hal tersebut tidak pantas untuk diterangkan kepada anak.

Hasil survey ini juga menunjukkan sebanyak 88% siswi mengalami keluhan fisik seperti sakit perut, pusing, sakit pinggang dan lemas.

Dan sebanyak 37% tidak terkonsentrasi belajar seperti 12% tidak bisa ikut pelajaran olahraga, 7% harus istirahat dan 11% siswi harus pulang lebih awal. Sebanyak 5% siswi tidak masuk sekolah.

Data berikutnya juga menunjukkan sebanyak 56% siswi mengalami keluhan psikis, emosional, sensitif, merasa malas dan kurang nafsu makan.

Situasi ini kemudian membuat siswi yang menstruasi jadi mengurangi aktivitas, misalnya menghindar dengan teman laki-laki dan dalam aktivitas keagamaan dan sejumlah aktivitas lainnya. 

Buruknya pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja membuat mereka abai terhadap kebersihan vagina. Dalam studi yang dilakukan Plan Indonesia, mereka menemukan bahwa rata-rata anak perempuan yang sedang menstruasi hanya tiga kali mengganti pembalut dalam sehari. Padahal seharusnya kita segera mengganti pembalut ketika sudah penuh atau setidaknya tiga hingga empat jam sekali.

Tak sedikit pula anak remaja yang keliru dalam menjaga kebersihan vagina. Selama ini, mereka hanya mencuci tangan dengan sabun setelah selesai membersihkan area kewanitaan, seharusnya mereka juga mencuci tangan dengan sabun sebelum membersihkan area vagina.

Selama masa pandemi Covid-19, perempuan menjadi semakin rentan terhadap gangguan kesehatan organ reproduksi akibat sulitnya akses terhadap air bersih. Krisis ini semakin nyata karena kerusakan lingkungan akibat pertambangan, manajemen pembuangan sampah yang buruk, limbah di wilayah industri, hingga maraknya betonisasi.

Maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan pemahaman berbagai pihak yaitu kementerian, masyarakat dan siswa-siswi. Lalu memfokuskan intervensi soal pengetahuan menstruasi di SD dan SMP terutama yang menyiapkan siswi yang belum menstruasi. Selanjutnya menjadikan menstruasi bagian dari kurikulum pelajaran di SD dan SMP. 

Data-data inilah yang harus kamu tahu, dan pendidikan kesehatan reproduksi juga harus kamu dapatkan agar kamu bisa mendukung teman perempuanmu yang sedang mengalami mules, sakit ketika haid.

Oleh sebab itu, kita harus saling respect dan jangan menganggap remeh jika seseorang sedang merintih kesakitan karena kita kan tidak tahu seberapa sakitnya dan kita tidak merasakannya.

Alangkah baiknya kalian mencoba untuk simpati larut dalam rasa sakitnya dengan peduli kepadanya menanyakan perihal sakitnya, apa yang sedang dibutuhkan? Apa yang bisa aku bantu untuk mengurangi rasa sakitnya?

Nindi Anggita Febriani

Mahasiswi Universitas Pembangunan Jaya, Tangerang Selatan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!