Pasangan Ini Touring Keliling Indonesia Kampanye Toleransi dan Perdamaian

Fitri Zulfidar dan Kamaruzaman Bustamam melakukan touring naik motor keliling Aceh hingga Papua untuk kampanye perdamaian dan toleransi selama 3 bulan

Fitri Zulfidar dan Kamaruzaman Bustamam, melakukan perjalanan dari Aceh dan Papua dengan motor.

Perjalanan ini mereka lakukan selama 3 bulan, dari Juli-September 2021

“Kami melewati Padang, lalu Makassar dan bertemu masyarakat yang ramah-ramah. Banyak yang tanya, bagaimana kondisi istri saya? Kami baik, diterima dengan baik.”

Fitri Zulfidar bercerita, touring ini sudah mereka lakukan untuk kedua kalinya sebagai pasangan, dan pandemi menjadi tantangan sendiri bagi mereka. Sebelumnya berdua pernah ke Malaysia dan Thailand naik bis, pernah juga naik mobil untuk touring membawa anak-anak mereka, dan kali ini naik motor dengan membawa kampanye perdamaian

Kenapa perempuan mau ikut touring? Ini pertanyaan yang banyak ditanyakan pada Fitri sebagai perempuan.

“Jika perjalanan menyenangkan, kenapa tidak. Perempuan bisa melakukan perjalanan seperti ini seperti yang lainnya.”

Keduanya dalam perjalanan menginap di wisma atau penginapan. Pernah dalam perjalanan, mereka kehabisan baju, dan masyarakat lalu memberikan baju.

Kendala yang terjadi dalam perjalanan yang dihadapi Fitri misalnya merasakan sakit pinggang karena naik motor, tapi semuanya bisa dilakukan karena dipersiapkan dari awal, jadi tidak masalah.

“Ini istilah boncengers, karena saling berboncengan. Kami melakukan kampanye persuasif dengan ngobrol soal perdamaian, toleransi ke masyarakat dan tagline Indonesia harmoni dan ini untuk riders di Indonesia yang sedang jalan karena ini kampanye kami yang kami lakukan,” kata Fitri pada Konde.co

Selama 3 bulan penuh keduanya melakukan kampanye perdamaian ini pada masyarakat dengan memperkenalkan kearifan lokal nusantara dan menebarkan perdamaian sebagai strategi mencegah intoleransi, radikalisme dan terorisme. Mereka juga bertemu tokoh adat, tokoh masyarakat dan mengundang masyarakat setempat

Perjalanan panjang mulai dari Aceh hingga Papua telah tuntas dilaksanakan oleh keduanya. Dalam konferensi pers yang diadakan Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Minggu hari ini 21 November 2021, Kamaruzaman Bustamam menyatakan setiap tempat yang dikunjungi, mereka bertemu keindahan alam dan masyarakat yang ramah.

“Ini menjadi hal yang paling tidak bisa dilupakan selama perjalanan. Dari perjalan tersebut, kita menyakini jika Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya raya,” dalam konferensi pers yang dihadiri Konde.co

Penerimaan masyarakat ketika mereka melintas dan beristirahat, menjadi kesan tersendiri. Kamaruzaman Bustamam dan Fitri Zulfidar tidak menyangka jika akan selalu diterima oleh masyarakat

.

”Kami banyak diterima oleh masyarakat. Setiap kami melintas di suatu masyarakat, kami banyak disambut oleh masyatakat. Masyatakat Indonesia sangat ramah, kami selalu diterima di banyak tempat,” ungkapnya.

Di beberapa wilayah, mereka juga disambut dengan tarian adat oleh masyarakat. Seperti di Manado dan Kendari. Hal ini membuat keduanya terharu.

“ Tidak pernah menyangka akan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Di beberapa daerah, di dengan tarian adat dan upacara adat dapat diidentikan sebagai sesuatu yang sakral.”

Dalam perjalanan tentu ada kesulitan seperti hujan, angin kencang. Mereka menjelaskan, jika  terdapat kesulitan, masyarakat sekitar akan langsung membantu.

“Kejadian yang tidak pernah kami lupakan yaitu saat mencari penginapan di  daerah Kalimantan. Kami tersesat di hutan, tapi beruntung, masyarakat membantu menemukan penginapan.”

Di daerah lainnya, Indonesia Timur mereka melalui medan perjalanan yang sulit. Diakui, beberapa wilayah memiliki medan yang sulit untuk dilewati. Salah satunya adalah Papua yang merupakan wilayah tersulit. Perjalanan dari Munting ke Muvendigul, menurutnya, menjadi medan tersulit.

“Tapi semua hal tersebut, bisa kami lewati. Ini misi yang panjang, kami beruntung ada banyak tangan baik di setiap daerah. Ada banyak masyarakat yang humble dan membantu kami selama perjalanan.”

Walaupun medan yang sulit di Papua, Kamaruzaman Bustamam merasa beruntung bisa melewatinya. Dirinya bisa melihat bagaimana lokasi pembuangan para tokoh Indonesia yang melawan penjajah di Papua.

Setibanya di Papua, mereka menyanyikan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke”. Mereka merasa terharu dan bangga telah menyelesaikan perjalanan tersebut selama 3 bulan.

Selain itu, terdapat beberapa kebiasaan yang menarik di Papua. Di Papua, lanjutnya, terdapat beberapa transmigrasi dari Pulau Jawa ke Papua. Masyarakat ini sangat mencintai Papua. Mereka juga berbaur dengan masyarakat di sana.

”Di sana kami disambut juga dengan ketua adat. Masyarakat sangat menyambut kami,” menurut laki-laki yang menjabat sebagai AMAN Council.

Selama perjalanan, lanjutnya, dirinya menceritakan kearifan lokal masing-masing wilayah. Hal ini kami lakukan untuk menebarkan perdamaian serta sebagai strategi mencegah intoleransi, radikal dan terorisme. Serta, dirinya juga membagikan banyak stiker kepada masyarakat. Sebagai salah satu sosialisasi untuk menebarkan perdamaian.

Perjalanan yang diberinama “Touring Indonesia Harmoni”, menjadi perjalanan yang tidak bisa dirinya lupakan. Diungkap olehnya, sebelum berangkat terdapat beberapa halangan. Salah satunya kakak dirinya meninggal, hingga akhirnya harus kembali ke Aceh dan ikut memakamkan kakaknya.

Di tempat yang sama, Menurut Fitri Zulfidar kejadian tersebut, hampir membuat kami menghentikan misi perjalanan Aceh hingga Papua. Namun, perjalanan yang dilakukan dianggap sebagai perjalanan yang sakral. Sehingga, dirinya bertekad untuk menuntaskannya. ada banyak persiapan yang sudah keduanya lakukan. Mulai dari membriefing anak-anak untuk bisa mandiri dan memberitahukan kepada anak-anak tentang misi yang akan mereka lakukan.

Mereka bersyukur, semua keluarga mendukung misi perjalanan Aceh-Papua. “Anak-anak kami titipkan kepada keluarga. Kami juga memasang cctv untuk memantau apa  yang terjadi di dalam rumah. Saya memantau anak-anak, walaupun kami sedang berada jauh dari mereka. Alhamdulilah, anak-anak dan keluarga mengerti dengan apa yang kami lakukan.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!