Dosen Merayu, Mengajak Nikah dan Kirim Sexting ke Mahasiswi: Pelecehan Seksual di UNJ

Seorang dosen di Universitas Negeri Jakarta/ UNJ mengirim sexting ke belasan mahasiswi. Pihak Fakultas justru meminta para korban memaklumi dengan alasan, terduga pelaku hanya bercanda. Apa kata dunia?

“Jujur, kami merasa kampus udah gak aman lagi. Gak hanya satu, banyak teman kami jadi korban pelecehan dosen. Dan setidaknya ada lima dosen yang dilaporkan teman-teman kami telah melakukan pelecehan seksual secara verbal.”

Itulah kalimat pembuka petisi bertajuk “Pecat Dosen Cabul di UNJ” yang diunggah Study and Peace Universitas Negeri Jakarta (Space UNJ) di laman Change.org, Desember 2021

Petisi ini banyak beredar di grup whatsapp maupun media sosial. Hingga saat ini lebih dari 10 ribu orang menyatakan mendukung petisi ini. Diharapkan dukungan publik ini akan membantu upaya Space UNJ dalam mengurai kekerasan seksual dan diskriminasi di kampus UNJ yang dinilai sudah dalam status darurat.

Koordinator Space UNJ, Aprilia Resdini mengatakan, pihaknya sejak beberapa waktu lalu telah membuka hotline atau pengaduan soal kekerasan dan pelecehan seksual di UNJ. Dan, saat ini telah menerima belasan pengaduan yang diperkirakan akan terus bertambah.

“Jika sudah direkapitulasi dengan rapi, saya yakin jumlahnya akan mencapai puluhan. Karena hampir setiap hari kami menerima pengaduan,” ujarnya ketika dihubungi Konde.co melalui telepon, pada Selasa (14/12/2021) sore.

Menurut April, sebagian besar pengaduan yang masuk terkait kasus yang melibatkan dosen Fakultas Teknik dengan inisial DA. Di mana ada setidaknya 10 mahasiswi yang telah mengadukan pelecehan yang dilakukan DA ke Space UNJ.

 “Mereka bilang dosen DA mengirim teks bernada merayu, ngajak nikah dan maksa datang ke rumahnya untuk bimbingan skripsi,” terang April yang sudah dua tahun ini menjabat sebagai koordinator Space UNJ

Diduga perbuatan DA ini sudah berlangsung sejak tahun 2009 atau bahkan jauh sebelumnya. Hingga saat ini, relawan Space UNJ masih mengumpulkan bukti-bukti terkait tindakan tak terpuji dari DA ini. Dari beberapa pengaduan yang diterima Space terungkap, dalam melakukan aksinya, DA memanfaatkan kuasanya sebagai dosen.

DA tak segan memberikan nilai jelek bagi mahasiswi yang tak bersedia menuruti kemauannya. Dengan kuasa yang dimilikinya DA juga mempengaruhi agar mahasiswi yang ‘diincarnya’ bisa masuk dalam bimbingannya. Dengan cara itu ia lantas melakukan aksinya dengan mengancam tidak akan meluluskan mahasiswi yang tidak bersedia mengikuti perintahnya.

Kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan ke pihak Universitas. Namun hingga kini, pihak rektorat belum juga menjatuhkan sanksi kepada DA. DA juga masih diizinkan mengajar dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswi di Fakultas Teknik UNJ.

Selain DA, setidaknya ada lima kasus dugaan kekerasan seksual lain yang kini juga sedang ditangani Space UNJ. Namun, kasus-kasus ini masih belum dibuka ke publik, karena masih dalam tahap pengumpulan bukti.

April menyayangkan pihak Universitas yang dinilainya lamban dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan Kampus UNJ ini.

“Katanya kasusnya lagi didalami, dan pihak Universitas akan membentuk Satgas Kekerasan Seksual di lingkungan kampus. Okelah mereka siapin Satgas, tapi mau nunggu sampai kapan? Sementara korban yang melapor ke kami terus bertambah. Dan, hingga kini baru satu dosen yang ditanggapi serius oleh pihak kampus,” ujar April. 

April juga mempertanyakan pembentukan Satgas ini, karena tidak melibatkan Space UNJ yang dari awal sudah mendampingi korban. 

“Gimana kampus bisa netral, kalau Satgasnya gak jelas siapa? Gimana korban bisa melapor dengan tenang kalau nanti Satgasnya gak berpihak ke korban?” cetusnya.

Ketidaknetralan Satgas dikhawatirkan akan membuat korban malah enggan melapor karena takut disalahkan ataupun mendapat serangan balik, seperti yang sering dialami korban-korban pelecehan seksual. 

Ketika dimintai tanggapannya atas kasus DA yang diduga melakukan sexting kepada sejumlah mahasiswinya, pihak UNJ yang diwakili humas universitas mengatakan sedang mendalami kasus ini.

“Pihak UNJ sangat berhati-hati menangani kasus ini dengan terlebih dahulu melakukan investigasi dan bukti – bukti yang kredibel dari para korban. Jika memang terbukti bersalah, maka DA (yang berstatus PNS) akan diberikan sanksi oleh UNJ sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS  dan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Tentang PPKS,” ,” ujar Humas UNJ Syaifuddin dalam pesan tertulis yang diterima Konde.co pada Rabu (15/12/2021) pagi.

Ia menambahkan, jika memang ada pihak yang dirugikan serta melanggar hukum pidana, maka kasus DA akan diserahkan ke pihak kepolisian sebagai lembaga yang berwenang.

Sebagai langkah antisipasi kasus kekerasan seksual, yang juga terjadi di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, pihak UNJ sudah mengesahkan Peraturan Rektor mengenai Kekerasan Seksual. UNJ, lanjut Syaifuddin, juga telah membentuk Satgas Anti Kekerasan Seksual di UNJ dan mengingatkan kepada seluruh Dekan dan Kaprodi di lingkungan UNJ agar memahami dan menjalankan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, dalam rangka menjaga moral dan marwah kampus sebagai lembaga pendidikan dan mencegah serta menangani berbagai tindakan kekerasan seksual.

“Selain itu pimpinan UNJ menginstruksikan agar seluruh sivitas akademik UNJ menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus di UNJ,” imbuhnya.

Minta Mendikbud Turun Tangan

April menambahkan, petisi “Pecat Dosen Cabul di UNJ” dibuat agar rektor UNJ lebih responsif dalam menanggapi kasus kekerasan seksual di UNJ. Saat ini, ujarnya, pihak universitas terkesan masih setengah hati dalam menangani kasus ini.

Pihak fakultas dinilai sama tidak berpihaknya kepada korban. Hal itu antara lain dibuktikan dengan sikap mereka yang menyebut bahwa DA hanya bercanda dan meminta korban memahami karena terduga pelaku belum menikah. Bahkan, info terakhir yang diterima Space UNJ menyebut, pihak fakultas justru memanggil salah satu korban dan membuka identitasnya.

Sikap pembiaran seperti ini dinilai hanya akan membuat mahasiswa dan mahasiswi merasa tidak aman dan tidak nyaman untuk belajar di lingkungan kampus. Pihak kampus diminta tidak hanya menindak secara administratif dosen-dosen seperti DA, tetapi juga segera memecat dosen-dosen yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual dari jabatannya secara tidak hormat.

“Jika dosen-dosen predator seperti DA dibiarkan bebas, mahasiswa akan selalu ketakutan dan diliputi kekhawatiran. Bagaimana kami bisa belajar dengan nyaman jika situasi seperti ini terus dibiarkan?” ujarnya.

Space UNJ mendesak pihak Universitas untuk menjamin dan melindungi hak serta identitas semua korban yang melapor serta menggunakan perspektif korban untuk segala pengambilan keputusan atas sanksi dan konsekuensi bagi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual.

Space UNJ juga meminta agar pihak Universitas melibatkan Space UNJ dan organisasi berbasis gender dalam jaringan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) dalam Satgas Kekerasan Seksual di lingkungan kampus.

UNJ juga diminta segera mengimplementasikan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) agar korban pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus bisa mendapatkan perlindungan.

“Sebenarnya kami takut jika nanti nilai kami dipermainkan atau skripsi kami ditolak dan kelulusan kami dipersulit jika kami melapor. Tapi, kami tetap harus mulai bersuara karena kami gak mau ada korban lagi. Kami ingin kampus menjadi masa-masa indah, bukan tempat penuh trauma dan air mata,” tulis Space UNJ dalam petisinya.

Pihak UNJ sendiri menyatakan merespon dengan petisi yang viral ini. Syaifuddin mengatakan, pihaknya secepatnya meminta pihak fakultas melakukan investigasi untuk pemberian sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku jika terbukti bersalah. 

April mengatakan, pihaknya telah mengirim surat permintaan untuk melakukan dengar pendapat ke Kemendikbud untuk turun tangan mengurai kasus ini. Dukungan terhadap petisi “Pecat Dosen Cabul di UNJ” akan disampaikan dalam audiensi yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!