Sejarah Baru di Pakistan: Pertamakali Ada Hakim Agung Perempuan

Pelantikan hakim perempuan pertama di Pakistan adalah momen sejarah pertama dimana selama ini semua hakim agung selalu didominasi laki-laki

Walaupun diprotes keras dan penuh tantangan untuk memperjuangkan ini, akhirnya Ayesha Malik terpilih jadi hakim agung pertama di Pakistan

Pakistan melantik Hakim Mahkamah Agung perempuan pertamanya pada Senin, 24 Januari 2022. Perkembangan itu dinilai sebagai momen penting dalam sejarah pengadilan yang didominasi laki-laki di negara mayoritas Muslim itu.

Ayesha Malik, 55, dilantik dalam sebuah upacara di ibukota, Islamabad. Pelantikan itu disiarkan langsung di televisi. Ia kini bergabung dengan 16 hakim laki-laki di pengadilan tertinggi itu.

“Saya ingin memberi ucapan selamat kepada Hakim Ayesha Malik yang menjadi hakim perempuan pertama di Mahkamah Agung. Saya doakan yang terbaik baginya,” cuit Perdana Menteri Imran Khan.

Proses pengangkatan Malik ke pengadilan tertinggi dari pengadilan tinggi provinsi Punjab sangat sengit.

Komisi kehakiman beranggotakan sembilan orang, yang memutuskan promosi hakim, menolak pengangkatan Malik tahun lalu. Tapi, tahun ini, komisi itu memilih dengan suara 5-4 untuk mengangkatnya.

Banyak asosiasi dewan dan pengacara di seluruh Pakistan menentang pencalonannya. Mereka mengatakan pengangkatan itu tidak sejalan dengan urutan senioritas karena Malik tidak termasuk tiga hakim paling senior di pengadilan provinsi tersebut.

Hakim Ketua Gulzar Ahmed, yang membacakan sumpah, memberitahu wartawan setelah pelantikan bahwa Malik cukup kompeten untuk diangkat ke Mahkamah Agung. 

Pakistan telah mengkonfirmasi penunjukan hakim Mahkamah Agung perempuan pertama dalam sejarah negara berpenduduk mayoritas Muslim itu, demikian menurut anggota partai yang berkuasa

Komisi yang memutuskan promosi hakim itu, pada hari Kamis (6/1) memilih Hakim Ayesha Malik yang berusia 55 tahun sebagai hakim perempuan pertama di Mahkamah Agung dalam 75 tahun sejak negara Asia Selatan itu merdeka.

“Momen penting & menentukan di negara kita sebagai pengacara yang brilian & hakim yang terhormat telah menjadikan Malik sebagai hakim agung perempuan pertama di Pakistan,” kata seorang legislator dari Partai Tehreek-e-Insaaf Pakistan yang berkuasa dan ketua hukum parlemen Maleeka Bokhari di Twitter.

“Menjadi pendobrak” tambahnya.

Meski bersejarah, langkah itu oleh sebagian orang dianggap memecah belah. Badan yang terdiri dari sembilan anggota yang mengkonfirmasi pengangkatannya itu tahun lalu menolak pengangkatannya ke MA, dan menurut sumber yang mengetahui proses tersebut pemungutan suara ulang pada hari Kamis juga yang tertutup itu terpecah menjadi lima berbanding empat suara.

Banyak pengacara dan bahkan hakim, di forum dan di luar, menentang langkah tersebut karena mereka mengatakan penunjukan itu bertentangan dengan daftar senioritas tanpa penetapan kriteria seleksi.

Malik tidak termasuk di antara tiga hakim paling senior di pengadilan yang lebih rendah dimana ia diangkat.

“Masalah utamanya bukanlah pernah ada tanda pertanyaan tentang kompetensi Hakim Ayesha Malik atau fakta bahwa ia adalah hakim yang baik,” kata Imaan Mazari-Hazir, seorang pengacara dan aktivis hak vokal yang berbasis di Islamabad, kepada Reuters.

“Yang menjadi pertanyaan adalah dan masih mengenai proses pengambilan keputusan dan proses yang sewenang-wenang dan tidak transparan dari Komisi Yudisial Pakistan,” katanya, seraya menambahkan bahwa gender hakim itu telah dieksploitasi.

Sejumlah badan pengacara mengancam akan mogok dan memboikot proses pengadilan mengenai penunjukan tersebut setelah mereka mengatakan seruan mereka untuk menyusun kriteria tetap bagi pencalonan hakim Mahkamah Agung diabaikan. [vm/my/jm]

Voice of America

Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!