9 Kekerasan Gender Online: Dari Pengambilan Foto Tanpa Izin Hingga Pemerasan

Bram dan Ana (bukan nama sebenarnya) pacaran jarak jauh via online. Bram merekam Ana saat membuka baju tanpa izin, menyebarkan dan memerasnya hingga Rp. 50 juta. Dari tahun ke tahun kekerasan seksual berbasis online terus meningkat, dengan korban mayoritas adalah perempuan. Foto tubuh mereka direkam tanpa izin, kemudian disebar ke media sosial. Ada yang diperas dan dipaksa melakukan hubungan seksual agar fotonya tidak tersebar meluas

Ana dan Bram (bukan nama sebenarnya) saling mengenal via aplikasi Camfrog pada 2019, mereka akhirnya berpacaran jarak jauh dengan komunikasi via webcam dengan aplikasi Camfrog.  

Suatu saat Ana pernah membuka baju saat melakukan webcam dan Bram merekam kejadian itu. Bram lantas berulang kali mengancam akan menyebarkan video itu jika tidak diberikan sejumlah uang. Total kerugian yang diderita Ana mencapai Rp 50 juta. 

Pada Januari 2021, Bram kembali meminta uang sebesar Rp 5 juta, tetapi hanya diberi Rp2 juta, hingga akhirnya dia menyebarkan video itu. 

Itulah salah salah laporan kasus kekerasan berbasis gender online yang diterima LBH APIK Jakarta pada tahun 2021. 

Tahun 2021 memang menjadi tantangan serius bagi LBH APIK Jakarta, dari total pengaduan yang masuk pada tahun 2021, kasus kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus terbanyak dilaporkan, yakni 489 kasus

Catatan ini menunjukkan, kasus KBGO menempati posisi tertinggi menggeser posisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga/ KDRT yang selama lima tahun terakhir menempati posisi tertinggi. Hal ini melegitimasi pola kekerasan terhadap perempuan telah beralih wujud menjadi kekerasan secara virtual/online.

Kasus KBGO terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni 42 kasus pada 2018, 2019 (17 kasus), 2020 (287 kasus) dan 437 kasus pada 2021. Ini menjadi hal yang perlu disikapi secara serius, mengingat dampak yang dirasakan korban sangat serius karena transmisi dan distribusi dokumen elektronik (video, suara dan teks) sangat cepat dan tak terkendali membuat korban mengalami trauma secara berkepanjangan yang berdampak secara fisik, psikis, ekonomi, politik dan sosial. 

Dari catatan akhir tahun (Catahu) LBH APIK, di tahun 2021, jumlah pelaku KBGO yang dikenal korban meningkat jadi 458 kasus dari 489 total kasus KBGO. Mantan pacar dan pacar menjadi yang terbanyak yaitu 326 kasus. Namun, orang yang belum dikenal juga dapat menjadi pelaku KSBO sebagai dampak dari penyebaran informasi yang terjadi, sebagaimana terjadi dalam perundungan seksual ataupun eksploitasi seksual.

9 Bentuk dan Pola Kekerasan Berbasis Gender Online

Selama 4 tahun terakhir (2018- 2021), YLBH APIK Jakarta menangani 783 kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) baik yang diadukan secara online maupun offline. 

Dari 783 kasus kekerasan seksual berbasis online yang ditangani YLBH APIK Jakarta, ditemukan 9 bentuk dan pola kekerasan seksual berbasis online.

1.Perekaman gambar (foto dan video) tanpa diketahui dan/atau tanpa ijin

Rekaman digunakan atau dapat digunakan untuk mengancam, menakuti-nakuti atau menyebabkan seseorang melakukan apa yang diharapkannya dan termasuk pendistribusiannya melalui media sosial, aplikasi hp, email ataupun media elektronik lainnya.

Ada kasus selebgram dengan pelaku berinisial DI. DI meminta korban untuk mengirimkan video asusila ke instagramnya. Korban mengirimkan video dengan menggunakan fitur khusus yang hanya bisa dibuka sekali dan akan terhapus secara otomatis. Tetapi DI merekam video tersebut tanpa izin, lantas menggunakannya untuk mengancam korban agar bersedia menjalankan kemauannya.

Karena merasa tidak nyaman, akhirnya korban memblokir DI. Pada bulan April 2020, DI mentransmisikan video itu ke pelaku MR. Pada bulan Desember 2020, video itu disebarkan MR ke Twitter. Korban tidak terima, tetapi tidak berani menempuh jalur hukum karena khawatir dipidanakan. Akhirnya ia memilih jalur mediasi dan Pelaku MR mengakui perbuatannya.

2.      Ancaman penyebaran suara dan/atau gambar (foto dan video) bernuansa seksual

Antara lain dengan gambar setengah telanjang, telanjang, berpelukan, berciuman atau hubungan seksual melalui media sosial, aplikasi HP, email atau media elektronik lainnya.

Pada kasus di atas ditemukan bahwa perekaman video tanpa ijin dapat digunakan untuk melakukan perbuatan KBGO dalam bentuk lainnya yaitu mengancam korban untuk melakukan apa yang diminta pelaku.

3.      Ancaman penyebaran dan penyebaran informasi dan dokumen elektronik bermuatan kesusilaan.

Penyebaran suara, gambar, foto, video bernuansa seksual seperti gambar setengah telanjang, telanjang, berpelukan, berciuman, dan/atau keadaan sedang berhubungan seksual melalui media sosial, aplikasi hp, email atau media elektronik lainnya.

Misalnya ada kasus seperti ini: korban dan pelaku saling mengenal via aplikasi Camfrog pada 2019, mereka akhirnya berpacaran. Karena mereka berpacaran jarak jauh, komunikasi dilakukan via webcam dengan aplikasi Camfrog.  Suatu saat korban pernah membuka baju saat melakukan webcam, ternyata pelaku merekam kejadian itu. Pelaku lantas berulang kali mengancam akan menyebarkan video itu jika tidak diberikan sejumlah uang. 

Total kerugian yang diderita korban mencapai Rp 50 juta. Pada Januari 2021, pelaku kembali meminta uang sebesar Rp 5 juta, tetapi hanya diberi Rp2 juta. Pelaku tidak terima dan menyebarkan video Mitra. 

4. Modifikasi gambar, suara, foto, teks, video atau dokumentasi elektronik lainnya sehingga  dokumen tersebut bermuatan pornografi.

Kasus yang terjadi: korban tiba-tiba mendapatkan pesan lewat akun Whatsapp dari orang tak dikenal yang berisi ingin memakai jasa pijat. Beberapa hari kemudian korban kembali menerima pesan Whatsapp dari orang tak dikenal berisi ajakan layanan seks. Pesan tersebut diterima secara berulang-ulang dari nomor yang berbeda. Dalam sehari bisa mendapatkan 3 s/d 5 pesan ajakan layanan seks, sehingga membuatnya tidak nyaman.

Setelah ditelusuri akhirnya diketahui ada seseorang yang telah membuat akun Wechat atas nama korban lengkap dengan foto seksinya yang telah diedit. Korban menduga pelakunya adalah mantan pacarnya yang berada di Irak yang bekerja sebagai pilot. Ia kemudian membuat laporan ke Polda Metro Jaya.

5. Pelecehan seksual

Ini bisa dalam bentuk pengiriman suara, tulisan, gambar, foto, emoji/simbol2 lainnya, video dan bentuk bergerak lainnya kepada pihak lain melalui aplikasi telepon genggam (HP), email, sosial media atau bentuk-bentuk media elektronik lainnya. Perbuatan ini dapat berbentuk bentuk gurauan berbau seksual (sexual joke) yang secara khusus menyasar orang-orang tertentu sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman, terganggu dan tertekan.

6. Menjual gambar, photo atau video milik seseorang yang bermuatan asusila

Menunjukkan kondisi setengah telanjang, telanjang, atau sedang hubungan seksual kepada akun film /video orang dewasa. Perbuatan ini diketahui ketika informasi elektronik telah tersebar.

7. Eksploitasi seksual

Eksploitasi seksual tidak berdiri sendiri melainkan akumulasi dari berbagai bentuk KSBO lainnya. Eksploitasi seksual berdimensi adanya keuntungan yang didapat oleh pelaku dari tindakan tersebut.

8. Perundungan seksual/ mengancam melakukan tindakan berkonotasi seksual

Bertujuan mempermalukan, membalas dendam, penyampaian ketidaksukaan atau bahkan menyebabkan/mendorong orang lain melakukan tindakan-tindakan berkonotasi seksual. Perbuatan ini tidak hanya dilakukan sekali namun berulang, dengan media elektronik yang beragam.

9. Penguntitan di dunia maya yang memiliki maksud seksual. Penguntitan ini bahkan diinformasikan sehingga memicu rasa tidak nyaman dan ketakutan.

Penguntitan dari pelaku pada korban yang membuat korban merasa sangat tidak nyaman.

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!