CODA Film Terbaik OSCAR 2022: Dedikasi Bagi Disabilitas Tuli 

CODA mampu menggambarkan orang dengan disabilitas tuli yang berdaya dan mandiri. Ini menepis stigma yang selama ini dilekatkan pada orang tuli yang kerap membutuhkan bantuan orang yang disebut “normal” hingga terdiskriminasi dalam berbagai bidang. 

Sebuah film keluarga, CODA, baru saja meraih piala Film Terbaik (Best Picture) di gelaran Oscar 2022 pada Minggu (27/3/2022) waktu Amerika Serikat (AS) atau Senin (28/3/2022) dini hari waktu Indonesia. 

Tak tanggung-tanggung, film yang berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Rubby Rossi (Emilia Jones) ini juga menyabet 3 nominasi sekaligus yaitu naskah adaptasi terbaik dan aktor pendukung.  

Film CODA membanggakan pula sebagai pencetak sejarah sebagai film streaming di AppleTV+ pertama yang menyabet Oscar. CODA memulai debutnya di Sundance Film Festival pada Januari lalu. Film itu membawa pulang hadiah utama bahkan sebelum dijual ke layanan streaming Apple dengan perolehan rekor (USD 25 juta, menurut Variety and Deadline). 

CODA merupakan remake dari film buatan Prancis pada tahun 2014 berjudul La Famille Belier. CODA disutradarai oleh Sian Heder dan pertama kali dirilis pada 13 Agustus 2021. 

Film ini dibintangi oleh Emilia Jones sebagai Ruby Rossi, Troy Kotsur sebagai Frank Rossi, John Fiore sebagai Tony Salgado, Kevin Chapman sebagai Brady, Marlee Matlin sebagai Jackie Rossi, Daniel Durant sebagai Leo Rossi, Lonnie Farmer sebagai Arthur, Amy Forsyth sebagai Gertie. 

Film ini menceritakan kisah tentang seorang anak bernama Ruby Rossie. Ruby dikisahkan sebagai seorang anak perempuan normal yang lahir dari orang tua penyandang tuna rungu atau biasa disebut dengan istilah Child of Deaf Adult (CODA). 

Di sekolah, Ruby seringkali dijauhi dan didiskriminasi oleh teman-temannya akibat kondisi keluarganya. Namun, Ruby tak bergeming. Dia tetap mencurahkan kasih sayangnya pada keluarga. Begitupun sebaliknya. 

Keluarga Ruby adalah pebisnis di usaha perikanan. Namun, bisnis itu terancam bangkrut dan Ruby adalah satu-satunya penyelamat di keluarganya. Kondisi ini menimbulkan pergulatan dalam batin Ruby yang sebenarnya bercita-cita menjadi penyanyi. Ruby akhirnya harus dihadapkan dengan pilihan antara keluarga atau impiannya.

Mendapat Apresiasi

USA Today melaporkan film CODA ini mendapatkan apresiasi dari kalangan komunitas tuli. CODA dianggap mampu menggambarkan orang dengan disabilitas tuli dengan berdaya dan mandiri. Ini menepis stigma-stigma yang selama ini dilekatkan pada orang tuli yang tak berdaya, kerap membutuhkan bantuan orang yang disebut “normal” hingga terdiskriminasi dalam berbagai bidang. 

Owen Glieberman di variety.com menulis, Siân Heder sebagai sutradara sekaligus penulis scenario mampu membawakan pesan yang ingin disampaikan dengan penuh ketulusan dan ketepatan.

Dalam review yang ditulisnya pada Januari lalu, atau setelah CODA meraih penghargaan di Sundance, Owen mengatakan sebagai penonton kita perlu bersyukur bahwa film seperti ini masih ada, dan mendapat apresiasi tinggi.  Tidak semua film independen mampu menyentuh hati penontonnya seperti halnya CODA.

“Namun saya tidak ingin dunia  tidak memiliki film seperti ini. Dengan cara yang lugas, film ini memberikan sentuhan emosional kepada penontonnya. Ini adalah film tentang sebuah keluarga, dan pada akhirnya Anda mungkin merasa telah mengenal mereka sebaik Anda mengenal keluarga Anda sendiri,” tulis Owen.

Di film CODA ini, Troy Kotsur yang berperan sebagai ayah Ruby juga berhasil mencetak prestasi bersejarah sebagai aktor laki-laki tuli pertama yang berhasil memenangkan piala Oscar untuk kategori Aktor Pemeran Pembantu Terbaik. Sebelumnya, Marlee Matlin menjadi aktris perempuan tuli pertama yang pernah memenangkan Oscar pada tahun 1988. Di film CODA ini, Marlee Matlin juga terlibat dan berperan sebagai ibu Ruby.

“Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada semua panggung teater tuli yang luar biasa di mana saya diizinkan dan diberi kesempatan untuk mengembangkan keahlian saya sebagai aktor,” ujar Kotsur melalui penerjemahnya seperti dilansir USA Today, Senin (28/3/2022).  

“Ini didedikasikan untuk komunitas tuli, komunitas CODA dan komunitas penyandang cacat. Ini adalah momen kami,” imbuhnya. 

Hal menarik lainnya, penggambaran sosok Ruby sebagai perempuan yang mandiri dan mampu menyeimbangkan kehidupan juga patut diapresiasi. Sebagai satu-satunya anggota keluarga yang bisa mendengar, Ruby bisa mengurus bisnis keluarga di bidang penangkapan ikan serta mengejar mimpinya di bidang musik. 

Pemeran karakter Ruby, Emilia, sebelumnya pernah memenangkan piala aktris terbaik dalam BAFTA Awards. Sebelum itu, ia populer sebagai Kinsey Locke dalam serial Netflix Locke & Key (2020). Ia juga pernah bermain dalam serial Doctor Who (2013), Utopia (2013–2014), Brimstone (2016), Ghostland (2018), dan Horrible Histories (2019).

Presiden Universitas Gallaudet, Roberto Cordano mengapresiasi semakin banyaknya orang tuli yang mendapatkan kesempatan di dunia perfilman. Menurutnya, representasi disabilitas tuli di dunia Hollywood itu penting. Sebab artinya, industri film akan bisa lebih inklusif. 

“Mereka telah menunjukkan bahwa bahasa isyarat adalah bahasanya sendiri yang indah, visual, bersemangat, berharga dan beragam,” ucap Cordano. 

Produser Film CODA, Philippe Rousselet pun mengucapkan terima kasih kepada para pemilih Oscar yang telah mengakui film cinta dan keluarga ini. Menurutnya ini adalah momen bersejarah dalam dunia perfilman. 

“Terimakasih kepada akademisi karena membiarkan CODA membuat sejarah,” pungkasnya.

(Foto: cinemag.com)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!