5 Fakta Depok Kota Intoleran: Pelarangan Valentine Sampai Rancang Kota Religius

Laporan SETARA Insititute menyebut Depok sebagai kota intoleran atau kota paling tidak toleran di Indonesia.

Depok lagi-lagi masuk jadi kota paling tidak toleran di Indonesia. Setidaknya untuk dua tahun ini. Laporan SETARA Institute bertajuk Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2021, menempatkan Depok pada peringkat 94 (paling bawah).

Setahun sebelumnya, Depok juga termasuk kota dengan indeks toleransi rendah di posisi 86 sebagai kota dengan tingkat peristiwa intoleransi tertinggi.

Sepuluh kota dari paling tidak toleran versi SETARA Institute tahun ini di antaranya, Depok (3,577), Banda Aceh (4,043), Cilegon (4,087), Pariaman (4,233), Langsa (4,363), Sabang (4,373), Padang Panjang (4,440), Padang (4,460), Pekanbaru (4,497), dan Makassar (4,517). 

Berbagai faktor yang menjadikan kota-kota tersebut menjadi paling intoleran tak lepas kaitannya dengan hubungan mayoritas-minoritas.

Empat penilaian yang jadi alat ukurnya seperti regulasi pemerintah kota yang diskriminatif, tindakan pemerintah atas peristiwa intoleransi, regulasi sosial atas peristiwa intoleransi hingga demografi agama (heterogenitas). 

Lalu, apa saja yang terjadi setidaknya 2 tahun ini di Depok yang menjadikannya kota paling intoleran di Indonesia. Simak fakta-fakta berikut ini:

1. Depok Rancang Perda Kota Religius (PKR)

Pertengahan Januari 2022 ini, pembahasan rancangan peraturan daerah (perda) Depok telah memasuki tahap akhir untuk segera diundangkan. Raperda yang kontroversial ini, sempat ditolak mentah-mentah pada usulan tahun 2019. Namun akhirnya, disahkan menjadi bagian dari agenda program pembentukan perda (Propemperda) 2021. 

Kala itu, ada 7 partai yang menolak pembahasan Raperda ini. Karena isi Raperda dianggap terlalu mengatur masyarakat di ranah privat seperti cara berpakaian. Namun setelah mengalami penolakan, isi Perda Kota Religius ini kemudian banyak diubah dan berhasil diusulkan kembali tahun 2021 hingga disetujui untuk dibahas. 

2.Diskriminasi Dua Siswi Berjilbab Ditolak Magang di Hotel

Pada sekitar 2019 lalu, dua siswi Sekolah Menengah Kejuruan/ SMK pernah dikabarkan ditolak ketika magang di hotel karena tidak bersedia melepas jilbabnya. Kejadian bermula dari informasi yang disampaikan seorang warga Sawangan yang keponakannya, berinisial SA bersama temannya mengajukan praktik kerja lapangan (PKL) di salah satu hotel di Depok. 

Ketika dikonfirmasi ke pihak hotel, mereka membenarkan bahwa larangan penggunaan jilbab bagi karyawan dikarenakan aturan hotel dan nasional yang berlaku. Jika ingin mengubahnya, mereka berdalih harus dari Kementerian Pariwisata atau Walikota Depok. 

3.  Pemerintah Kota Larang Perayaan Valentine

Pemerintah Kota Depok dan Dinas Pendidikan Depok tiap tahun nyaris  selalu saja melarang perayaan valentine bagi para pelajar. Momen ‘hari kasih sayang’ itu, dianggap banyak digunakan untuk hal-hal yang melanggar norma agama dan sosial. Pelarangan Disdik itu disampaikan secara tertulis dalam Surat Edaran nomor 421/937/II/Peb.SMP/2020 tertanggal 12 Februari 2020 yang disebarkan kepada setiap kepala sekolah SD dan SMP baik negeri maupun swasta.

4.Penyegelan Masjid Ahmadiyah 

Pada November 2021 lalu, Pemerintah Kota Depok disertai mobilisasi massa melakukan penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah milik jamaah Islam Ahmadiyah Depok di Jalan Raya Muchtar, Sawangan, Depok. Massa juga melakukan desakan untuk masjid dikosongkan itu, meneriakkan pula ultimatum yang mengancam dan ujaran kebencian terhadap warga Ahmadiyah. 

5.Perumahan Khusus Muslim

Tak hanya kos atau kontrakan yang banyak ditujukan untuk muslim, Depok juga banyak membangun perumahan yang ditujukan untuk mayoritas umat Islam atau muslim. Hal ini tentu akan menjadikan tidak adanya heterogenitas karena interaksi hanya terjadi sesama umat beragama tertentu. 

Kondisi ini, pada tahun 2017 lalu juga sempat dipotret Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dalam tulisan Depok dalam Pusaran Intoleransi yang juga menyorot banyaknya perumahan-perumahan di Depok yang dibangun untuk komunitas muslim. Hal itu di tengah realitas semakin terpinggirkannya kelompok marginal kaitannya dalam identitas agama.

Selain fakta-fakta yang dipaparkan di atas, barangkali kamu menemukan realita yang bisa memicu adanya intoleransi di Depok. Yuk, bagikan komentarmu!

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!