Hari Bumi: Mengapa Earth Hour Dinilai Belum Efektif Redam Laju Emisi?

Strategi kampanye pengurangan emisi melalui Earth Hour dinilai masih belum efektif menyasar masyarakat ekonomi menengah ke atas, maupun ke warga berpendapatan tinggi dan sangat tinggi hingga tak menyasar pembuat kebijakan.

Sejak 2007, organisasi pegiat lingkungan Worldwide Fund for Nature (WWF) menghelat Earth Hour yang diikuti warga dari 192 negara dan wilayah. Acara tahunan yang digelar setiap Sabtu pada pekan terakhir di bulan Maret ini mengajak warga dunia untuk mematikan listrik sementara selama satu jam sebagai bukti komitmen manusia terhadap pelestarian bumi.

WWF menyatakan Earth Hour telah berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Misalnya, pada 2018, Earth Hour diklaim telah menginspirasi publik untuk memberikan tekanan kepada pemerintahan Polinesia Perancis dalam membuat Kawasan Pengelolaan Maritim seluas 5 juta kilometer persegi di Zona Ekonomi Eksklusif yang mereka miliki.

Earth Hour pada 2015 pun diklaim telah memengaruhi kebijakan lokal dalam hal pembentukan taman kota (Malaysia), hingga pembekuan proyek minyak baru selama 10 tahun di kawasan Arktik (Rusia).

Apakah kampanye ini betul-betul efektif mencapai sasarannya untuk meningkatkan kepedulian warga terhadap persoalan lingkungan dan memicu berbagai perubahan berarti? Bersamaan dengan peringatan hari bumi pada 22 April, saya mencoba mengevaluasi kampanye tersebut dari berbagai sisi.

Belum menjangkau masyarakat kaya

Saya menganggap strategi kampanye pengurangan emisi melalui Earth Hour masih belum efektif menyasar masyarakat ekonomi menengah ke atas, maupun ke warga berpendapatan tinggi dan sangat tinggi.

Argumen ini dilandasi oleh ketiadaan strategi Earth Hour untuk menjangkau kelompok-kelompok tersebut.

Padahal, jangkauan ini sangat penting karena berdasarkan laporan lembaga nirlaba internasional, Oxfam, sekitar 790 juta orang terkaya di dunia (setara 10% populasi global) bertanggung jawab atas 49% dari total emisi individu. Emisi jenis ini dihasilkan dari gaya hidup sehari-hari (seperti mobilitas dan tempat tinggal) sekaligus merupakan pangsa terbesar (64%) dari emisi gas rumah kaca global.

Tanpa strategi untuk menjangkau masyarakat berpendapatan tinggi, Earth Hour hanya menjadi kampanye massa yang nyaris kehilangan efektivitasnya.

Kontradiksi selama pandemi

Selama pandemi, Earth Hour diselenggarakan secara virtual menggunakan jaringan internet dengan bantuan teknologi informasi dan dukungan elektrifikasi yang baik. https://www.youtube.com/embed/hvBsgfn_cvY?wmode=transparent&start=0

Ini mengisyaratkan bahwa Earth Hour selama pandemi hanya bisa diakses oleh mereka yang terhubung dengan listrik dan internet.

Nah, akses inilah yang justru menciptakan kontradiksi. Selama pandemi, Earth Hour hanya bisa menyasar aksi kolektif dari masyarakat yang terjangkau elektrifikasi. Akibatnya, kampanye ini tidak bisa diakses oleh seluruh masyarakat atau tidak inklusif seperti tujuan awalnya untuk membuat gerakan bermakna pada setiap individu – termasuk yang tidak memiliki akses listrik.

Selain masalah akses, Earth Hour justru menambah jejak karbon melalui penggunaan listrik dan internet selama pandemi. Jejak karbon tersebut merupakan hasil dari aktivitas penyebaran informasi dan interaksi antarnetizen seputar kampanye itu sendiri.

Tak menyasar pembuat kebijakan

Earth Hour memiliki 10 kunci supaya gerakan ini bisa lebih dari sekadar menghentikan aktivitas konsumsi yang menghasilkan jejak karbon selama 1 jam.

Beberapa langkah yang disarankan adalah memilih transportasi dengan jejak karbon yang paling rendah, mengonsumsi makanan yang jauh dari rantai karbon, hingga mengurangi konsumsi plastik.

Namun, partisipasi individu tidak membantu jika tidak dilaksanakan secara kolektif dan tanpa dukungan kebijakan publik yang berkesadaran terhadap jejak karbon. Sebab, publik lebih banyak disibukkan dengan produktivitas ekonomi daripada menyisihkan sebagaian energi mereka untuk mengoreksi gaya hidup masing-masing.

Karena itu, gerakan mobilisasi saja tidak cukup karena tidak menyasar tujuan strategis dalam komunikasi iklim. Edukasi di tingkat individu tidak dapat mengubah kebijakan jika tidak diaplikasikan dalam mobilisasi di lapangan.

Mobilisasi seharusnya menargetkan perubahan perilaku dari pembuat dan pelaksana kebijakan ketimbang hanya mengubah cara pandang dan gaya hidup individu.

Patut diingat bahwa tuntutan utama Perjanjian Paris dalam menurunkan emisi karbon tidak bisa dilakukan serentak dalam satu jam saja. Pengurangan emisi mesti berkelanjutan oleh seluruh aktor (terutama kelompok penghasil karbon tertinggi).

Empat tahap perbaikan

Earth Hour sebagai kampanye masif seputar kelestarian lingkungan merupakan inisiatif yang patut diapresiasi. Meski begitu, agar berdampak lebih besar dan menjangkau kalangan yang lebih luas, gerakan ini mesti diperbaiki secara bertahap.

Pakar komunikasi lingkungan dari University of North Carolina di Amerika Serikat, J. Robert Cox menggagas tahapan-tahapan perbaikan untuk meningkatkan efektivitas kampanye lingkungan.

Pertama adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah telah dilakukan dalam Earth Hour, di mana persoalan emisi karbon merupakan penyebab paling fatal dalam kerusakan lingkungan.

Tahap kedua adalah menggaet sejumlah pakar di bidang eksakta dan sosial untuk mengusulkan solusi kebijakan berikut teknis pelaksanaannya. Langkah kedua belum menjadi target dalam Earth Hour karena masih menyasar perubahan perilaku pada level individu.

Sedangkan tahap ketiga adalah kampanye edukasi kepada masyarakat untuk mendukung pemberian solusi. Langkah ini termasuk dalam upaya meningkatkan partisipasi publik dalam mengurangi emisi karbon, sehingga kebijakan yang dibuat menjadi gayung bersambut dengan kehendak publik.

Upaya ini telah dilakukan dalam agenda Earth Hour. Pada tahun 2021, Filipina meluncurkan film berdurasi 4 jam berjudul Earth Hour Phlix untuk menyuarakan kesadaran kaum segala usia mengenai dunia yang ingin mereka tinggali.

Tahap terakhir adalah menggalang dukungan dengan berfokus pada penyusunan dan penerapan kebijakan yang mengakomodasi langkah teknis upaya penurunan emisi karbon.

Mobilisasi mesti disertai langkah konkret yang menekan pembuat kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang benar-benar bermanfaat bagi iklim sekaligus masyarakat. Saya menganggap, langkah ini semestinya dijadikan target utama dalam Earth Hour.

Oleh karena itu, peningkatan efektivitas Earth Hour dapat dicapai dengan memenuhi keempat langkah di atas. Harapannya, dalam jangka panjang, gerakan tersebut dapat menargetkan seluruh kelompok masyarakat dan pembuat kebijakan agar terjadi perubahan regulasi dan perilaku yang menunjang kelestarian bumi.

Masitoh Nur Rohma, Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Masitoh Nur Rohma

Assistant Professor in International Relations, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!