Kenduri Perdamaian: Anak Muda Bicara Keberagaman Lewat Seni

Lewat karya seni pesan-pesan perdamaian disebarkan secara kreatif dan efektif. Lewat karyanya, para anak muda menuangkan pemikiran dan keprihatinan mereka atas diskriminasi yang dialami kelompok minoritas, membagikan cerita perubahan, serta membangun narasi positif untuk mendorong perdamaian.

Khalida Zia dari Aceh membaca puisi. Jannah, Fikri, Maulida, Azka dan Ainur berpantun. Hendrika Mayora dari Maumere melakukan open mic alias stand up comedy, sedangkan Edy menari. Meski berada di tempat yang berbeda dan menggunakan media yang berbeda, mereka megusung isu yang sama yaitu soal keberagaman dan perdamaian.

Itulah sekelumit performance yang ditampilkan anak-anak muda peserta Peace Innovation Academy dalam acara Kenduri Perdamaian yang dihelat The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dan Konde.co, serta didukung oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) pada Rabu (18/5/2022).

Kenduri ini merupakan puncak dari kegiatan Peace Innovation Academy (PIA) yang berlangsung sejak Maret silam. Hasil karya dari peserta Peace Innovation Academy ini dipamerkan dalam Festival Peace Innovation Academy yang dilaksanakan sejak Sabtu 14 Mei 2022 hingga 24 Mei 2022 mendatang.

Festival Peace Innovation Academy adalah sebuah festival seni yang digagas untuk menggaungkan suara perempuan untuk perdamaian serta menyorot isu perempuan, perdamaian, dan keamanan (women, peace and security) melalui seni.

Festival Peace Innovation Academy terdiri dari tiga kegiatan, yaitu Festival Film (14-15 Mei 2022), Kenduri Perdamaian (18 Mei 2022) dan Pameran Karya (18-24 Mei 2022).

Festival ini untuk mengajak publik, khususnya anak muda dari berbagai latar belakang, untuk lebih lantang menyuarakan isu toleransi dan keberagaman. Festival Peace Innovation Academy diharapkan menjadi ruang aman bagi berbagai kalangan untuk berekspresi dan bersuara akan tolerasi, keberagaman, dan perdamaian.

Dalam sambutannya, Country Representatif AMAN Indonesia, Ruby Kholifah mengatakan, sikap penolakan perbedaan masih banyak ditemui di masyarakat. Sehingga menjadi pekerjaan rumah masyarakat sipil untuk bersama-sama mengampanyekan kepada masyarakat untuk mau menerima perbedaan dan menerima orang yang berbeda.

Ditambahkan, dalam berbagai konflik perempuan dan anak perempuan menjadi kelompok yang paling merasakan dampaknya. Namun demikian, perempuan juga bisa menjadi agen perdamaian dan perubahan. Dalam banyak kasus perempuan kemudian tampil menjadi motor penggerak sekaligus memimpin jalan untuk membangun kembali kondisi menjadi lebih baik.

“Kami memastikan bahwa ruang sipil harus ada dalam konteks negara demokrasi Indonesia. Karena hanya dengan ruang demokrasi maka implementasi 1325 bisa dijalankan dengan transparansi dan akuntabel,” ujar Ruby.

Penyelenggaraan Peace Innovation Academy ini merupakan salah satu komitmen AMAN Indonesia untuk terus menguatkan kapasitas ana muda dan peran perempuan dalam pembangunan perdamaian dan transformasi konflik, termasuk pencegahan ekstremisme dan kekerasan (PVE).

Ruby berharap lewat kegiatan seperti ini dapat ditemukan media yang tepat untuk mengampanyekan perdamaian dan keberagaman yang diterima publik khususnya anak muda.

Sementara Programme Analyst UN Women, Hosiana Anggreni mengatakan upaya untuk merawat perdamaian tidak bisa dilepaskan dari kesetaraan gender, inklusifitas dan keberagaman. Sementara generasi muda selalu menjadi garda terdepan dalam mengadvoksi perubahan sosial, termasuk dalam merawat perdamaian dari ancaman menyebarnya paham ekstremisme.

“Pemuda dan perempuan saling melengkapi untuk merawat perdamaian ini,” ujarnya.

Hosiana melihat, lewat karya-karyanya, para peserta Peace Innovation Academy berhasil menangkap isu peace, women dan security dengan tepat lantas menerjemahkan pesan-pesan peace, women dan security secara kreatif, inspiratif dan menyentuh hati.

Ia percaya, lewat kegiatan-kegiatan seperti ini, pihak-pihak yang peduli pada keberagaman khususnya anak muda bisa belajar satu sama lain untuk menghasilkan perubahan yang nyata di tengah masyarakat.

Pemimpin redaksi Konde.co, Luviana menyatakan bahwa karya-karya peserta ini sudah mendapatkan apresiasi yang sangat banyak, film dan artikel sudah dibaca oleh ribuan orang, ini artinya keberagaman efektif disebarkan lewat media dan kesenian

Potensi generasi muda

Sebanyak 30 anak muda yang menjadi peserta Peace Innovation Academy (PIA) sekaligus penggerak Festival PIA ini datang dari beragam latar belakang agama dan budaya. Mereka  terpilih dari 538 pendaftar yang datang dari seluruh penjuru tanah air.

Dalam Peace Innovation Academy mereka dibekali pengetahuan tentang perempuan, perdamaian dan keamanan dan kemudian menghasilkan karya berupa film pendek, komik, infografis, foto dan reportase mendalam.

Seni dan media gambar dan video dipilih, karena dapat menyebarkan pesan-pesan perdamaian secara kreatif dan efektif. Lewat karyanya, para anak muda menuangkan pemikiran dan keprihatinan mereka atas diskriminasi yang dialami kelompok minoritas, membagikan cerita perubahan, serta membangun narasi positif untuk mendorong perdamaian.

Salah seorang peserta, Mershinta Ayu Rahmadani mengatakan PIA telah mempetemukan dirinya dengan anak muda dari seluruh Indonesia dalam beragam cerita dan cita.

“Di Peace Innovation Academy, kita menggali suara, rasa, cerita dan realitas yang sementara tersingkir. Menyuarakan bersama agar lebih kencang untuk didengar. Mengambil peran untuk setiap perubahan, sebagai wujud ikhtiar menuju dunia yang penuh kedamaian,” ujarnya.

Peserta lainnya, Angelique Maria Cuaca Tjoa mengatakan di PIA dia tak hanya belajar dari para pemateri/mentor tetapi juga dari para peserta lain yang kaya pengalaman. Aktivis keberagaman dari Padang, Sumatera Barat ini berjanji akan membagi ilmu yang didapatkan kepada anak muda di Padang.

“Program seperti ini sangat penting dan perlu dilakukan secara terus menerus. Karena di PIA memberi ruang bagi kami untuk berkembang dan membangun jejaring,” ujarnya.

Pendapat yang sama diungkapkan Bayu Satria, peserta asal Aceh. Bayu yang dalam 10 tahun terakhir aktif di berbagai advokasi perlindungan anak, perempuan dan kesetaraan gender ini mengatakan, PIA membukakan pintu kolaborasi baginya dengan sesama generasi muda di seluruh Indonesia.

Dari berbagai program keberagaman yang pernah diikutinya, PIA merupakan program yang benar-benar menghadirkan keberagaman bukan hanya dari sisi agama, tetapi keberagaman dari berbagai sisi yaitu daerah, disabilitas maupun gender. 

“Saya berharap kegiatan ini ada lanjutannya, karena ini jadi hal menarik untuk teman-teman belajar banyak dan berbuat lebih banyak di gerakan keberagaman ini,” ujarnya.

Hasil lengkap dari Peace Innovation Academy (PIA) bisa diakses di akun Youtube Konde Institute, Konde.co maupun link artsteps berikut ini https://www.artsteps.com/view/6265121522b1ae173277b7bb/?currentUser


Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!