Selebritis dan Media Sosial Dorong Naiknya Populasi Vegetarian

Media sosial merupakan penggerak veganisme. Melonjaknya popularitas veganisme sendiri sebetulnya sudah diprediksi. Faktor penyebab naiknya peminat vegan cukup banyak dimulai dari media sosial, film dan kampanye para selebritis

Makanan biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau berkebun yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. vegan, yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai makanan pokok mereka.

Pola makan vegan ini berawal pada tahun 1847. Pola makan ini pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September oleh Joseph Brotherton dan lainnya, di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu adalah pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris.

Kata vegan sendiri berasal dari nama latin vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup. Gaya makan vegan saat ini juga tidak terlepas dari beberapa faktor seperti ajaran agama, “lifestyle” atau gaya hidup, dan juga untuk menjaga kesehatan.

Seperti dalam beberapa agama yang menganjurkan umatnya untuk menjadi vegan antara lain agama Budha, dalam ajaran Budha diajarkan kasih sayang antar makhluk hidup bahkan dengan hewan sekalipun.

Sang Budha Sidharta sendiri tidak memakan daging hewan karena welas asih terhadap semua makhluk yang hidup dimuka bumi. Demikian juga dengan ajaran Advent dalam agama Katolik, dimana orang akan berpuasa dan cenderung menghindari makanan yang berasal dari daging.

Apa Alasan Mereka Memilih Menjadi Vegan?

Perubahan gaya hidup dan makanan kebanyakan orang menjadi vegan karena alasan tertentu merupakan hal yang wajar terjadi sekarang. Pada masa kini, banyak orang yang menjadi vegan juga didorong karena tidak tega dengan cara hewan yang diperlakukan semena-mena dalam proses penyajiannya. Bahkan, jika dilihat sedikit persentase juga menyebutkan beberapa orang menjadi vegan untuk program diet yang mereka lakukan.

Hal ini tentu tidak sepenuhnya mutlak benar bagi semua orang karena tidak dapat kita pungkiri banyak juga yang mendorong gerakan atau kebiasaan ini karena mengejar gaya hidup yang lebih sehat maupun ingin mengurangi emisi gas rumah kaca.

Beberapa orang memilih menjadi vegan juga sebagai sebuah tren gaya hidup saja, dimana mereka hanya ikut-ikutan dan biasanya kurang mengerti arti sebenarnya dari vegan itu sendiri. Sebagian orang memilih pola makan vegan karena mereka memiliki keinginan agar hidup mereka lebih sehat dan meyakini bahwa pola hidup dengan vegan adalah pola hidup sehat dan terlepas dari penyakit-penyakit yang sebagian besar berasal dari daging dan juga minyak hewan.

Meningkatnya jumlah vegan belakangan ini juga menarik perhatian sebagian orang non-vegan untuk mencoba makanan vegan dan tidak kurang juga yang pada akhirnya mengubah pola makan mereka menjadi vegan.

Pola makan vegan menarik untuk diangkat karena cukup penting bagi keberlangsungan hidup kita, karena makanan adalah suatu hal yang pokok, wajib dan hampir setiap hari dikonsumsi oleh semua makhluk hidup.

Pola makan vegan di Indonesia sendiri terutama di Surabaya memang tidak terlihat kental, akan tetapi dari jumlah yang cukup sedikit ini terus bertambah seiring berjalannya waktu. Pola makan dan lifestyle terus berubah, akan tetapi perubahan yang dimaksud disini adalah sebuah tren dan belum diketahui pula apakah orang yang merubah pola makannya tersebut memiliki suatu tujuan atau hanya sekedar ikut-ikutan dengan trend yang sedang ada.

Vegan juga merambah ke dunia artis. Tidak hanya artis-artis internasional seperti Jason Mraz, Tobey Maguire, Ben Stiller, Brad Pitt, Steven Seagal dan masih banyak lagi. Ternyata artis Indonesia pun ada yang telah menerapkan pola makan vegan.

Seperti yang telah dikutip dari artikel harian Veggie Lifestyle. Mereka adalah: Dewi Lestari, Sophia Latjuba, Nadya Hutagalung, Ria Warna, Ray Sahetapy, Titik Puspa, Jeremy Thomas, Dewi Gita dan Armand Maulana.

Beberapa artis ini memilih pola makan vegan karena memiliki alasan- alasan tersendiri. Seperti Dewi Lestari, dia memilih menjadi seorang vegan karena baik untuk kesehatan dan juga karena cerminan hidup hemat. Menurut Jeremy Thomas ia ingin berumur panjang dengan pola makan vegan, sedangkan menurut Ray Sahetapy ia merasa konsentrasinya lebih tajam dan perasaannya terasa lebih halus sejak ia bervegan.

Selain fenomena lifestyle terdapat juga bahwa alasan lain orang memilih untuk bervegan adalah alasan ajaran agama, dan satu lagi alasan mengapa mereka memilih bervegan karena jika kita tidak bervegan maka dapat menghabiskan sumber daya makanan alami yang ada untuk diberikan kepada hewan-hewan ternak yang jumlahnya makin hari makin meningkat, sesuai dengan permintaan pasar.

Dari pada harus kita berikan kepada sapi dan kambing mengapa tidak kita langsung mengkonsumsi langsung sumber makanan alami yang juga sebagai sumber makanan pokok. Seperti biji-bijian dan sayur-sayuran. Diketahui juga bahwa jika sumber makanan utama akan lebih berkhasiat dan kandungan gizi yang dapat diserap oleh tubuh lebih banyak ketimbang kita memakan hewan yang makanannya juga biji-bijian dan sayur-sayuran.

Menurut beberapa penelitian juga orang-orang pada jaman dahulu dapat mencapai umur yang cukup panjang karena pola makan dan pola hidup mereka berbeda dengan gaya hidup gaya sekarang. Pola makan orang jaman dahulu jarang sekali mengkonsumsi makanan yang berbahan dari hewan, dan lebih memilih pola makan vegan. Selain karena alasan jika dulu harga daging lebih mahal dan masih banyak faktor-faktor lainnya.

Kampanye Makanan Vegan

Kampanye Makanan Vegan yang saat ini sedang ramai dibicarakan, dilakukan untuk mengenalkan kepada khalayak bahwa Vegan bukanlah makanan yang tidak bergizi, tetapi dibaliknya ada banyak manfaat yang tersimpan, bukan sekedar aksi nekat belaka.

Baru-baru ini, pembicaraan mengenai vegan kembali hangat. Meningkatnya jumlah pengikut veganisme tak lepas dari adanya pemikiran produk daging olahan semacam bacon dan ham dapat menyebabkan kanker. Faktor media sosial dan kalangan selebritis yang turut menjalankan aktivitas ini juga mendorong naiknya populasi vegan. Melihat beberapa nama terkenal dalam gerakan vegan seperti Ellie Goulding dan David Hayes membuat vegan terlepas dari citra negatif.

Media sosial merupakan penggerak veganisme yang punya keterkaitan dengan anak-anak muda. Melonjaknya popularitas veganisme sendiri sebetulnya sudah diprediksi. Faktor penyebab naiknya peminat vegan cukup banyak dimulai dari media sosial, film, anggapan menjadi vegan adalah upaya menyelamatkan lingkungan, kesehatan, perlindungan hewan, hingga perubahan iklim.

Pengaruh media sosial dalam melipatgandakan peminat vegan bisa dilihat lewat sosok influencer. Dengan bermodalkan kamera dan gawai, lalu mengunggah menu sampai kiat-kiat menjadi vegan yang baik agar hidup senantiasa sehat. Salah seorang influencer berpendapat, makanan vegan telah menghasilkan “banyak perubahan positif” untuk dirinya.

Tak hanya lewat media sosial, ajakan untuk jadi vegan juga muncul lewat kampanye daring bernama Veganuary. Kampanye ini diciptakan oleh pasangan vegan, Jane Land dan Matthew Glover pada 2013. Dalam pelaksanaannya, Veganuary mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi daging selama satu bulan penuh. Keberadaan Veganuary lantas direspons positif oleh masyarakat. Jumlah pendaftar di situs ini, pada 2017, tercatat menyentuh angka 59.500 dari yang semula hanya 3.300 pada 2014.

Ramainya aktivisme vegan di dunia maya turut berdampak pada dunia nyata. Dari segi makanan, produk olahan vegan semakin mudah dijumpai di toko-toko dan restoran. Gencarnya kampanye gerakan ini turut disumbangkan dengan keberadaan film mengenai vegan seperti Cowspiracy: The Sustainability Secret (2014), Forks over Knives (2011), hingga What the Health (2017).

PBB mengeluarkan laporan yang memperingatkan konsumsi daging dan susu diperkirakan mencapai angka 9,1 miliar pada 2050 mendatang. Hal tersebut membuat para vegan berpendapat pergeseran pola makan perlu diupayakan agar dapat “menyelamatkan dunia dari bencana iklim dan kekurangan pangan.” Ada yang berpendapat bahwa vegan tidak berarti sehat, lalu memutuskan berhenti jadi vegan karena sadar kalau hidup ingin hidup sehat tidak perlu se-menyiksa ini.

Benarkah Vegan Merupakan Pola Hidup yang Sehat?

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gaya hidup vegan mengurangi banyak nutrisi, yodium, zat besi, vitamin A, D, B12, protein, hingga asam lemak omega.

Para penganut veganisme selalu berdalih mereka bisa mendapatkan nutrisi cukup dari pola makan vegan. Tapi, kenyataannya, banyak dari para vegan tidak mendapatkan hal itu. Begitu menghentikan semua makanan dari hewan, banyak sekali nutrisi yang tiba-tiba hilang. Alasan melindungi hak hewan yang acap kali digaungkan para vegan juga tak masuk akal sebab hewan pada akhirnya bakal mati saat para petani membasmi mereka agar tak merusak tumbuhan yang nantinya dimakan para vegan.

Perubahan pola makan dari konsumsi hewan ke tumbuhan merupakan ancaman bagi nutrisi masyarakat Amerika. Tak sebatas itu saja, klaim para vegan yang dapat mengurangi potensi buruk dari perubahan iklim nyatanya tidak serta merta dapat dibenarkan.

Perilaku vegan hanya menyumbang penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 2,6% di seluruh Amerika yang mana jumlah tersebut merupakan jumlah yang sangat kecil. Para vegan terlalu naif dalam memaknai konteks “penderitaan.” Mereka seharusnya sadar bahwa ada banyak cara mencegah penderitaan, terutama yang menimpa hewan. Tidak memakan daging hewan bukan satu-satunya langkah mencegah penderitaan. Pada akhirnya, tentu tak ada yang konyol dari menjadi vegan.

Yang konyol adalah menyalahkan masyarakat pemakan daging sebagai “pembunuh” dan “tak punya hati nurani.”Di negara-negara maju, veganisme akan membawa segala macam manfaat lingkungan dan kesehatan. Tapi, di negara-negara berkembang, akan ada dampak negatif dalam hal kemiskinan. Produk-produk hewani mengandung lebih banyak nutrisi per kalori dibandingkan bahan baku nabati seperti biji-bijian dan beras, jadi memilih pengganti yang tepat akan penting, khususnya terhadap orang-orang di dunia.

Menjadi vegan sedunia dapat membuat krisis kesehatan di negara-negara berkembang, karena mikronutrien yang diperlukan tubuh tidak cukup terpenuhi jika konsumsinya hanya dari plant-based saja.

(Sumber: Plain Feminism)

Nursari Eka

Penulis Plainmovement.id
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!